Sosialisasi Sejarah Historimedia Sejarawan Kontemporer Modern (whatsapp: 0823.2223.2268)
Showing posts with label kronologis. Show all posts
Showing posts with label kronologis. Show all posts
Thursday, February 14, 2019
Koran Suara Merdeka HUT ke-69
Dalam satu minggu ini banyak moment penting untuk kembali diulang, seperti perayaan hari jadi koran Suara Merdeka "Perekat Komunitas Jawa Tengah" sebagai korannya orang Jawa Tengah. Media yang sejak awal merupakan tempat bagi saya memperoleh data dan fakta terpercaya sekitar tahun 2000 saat dimana sumber online di internet masih sulit diakses baik karena keterbatasan hardware serta software yang saat itu gadget masih barang langka dan mahal.
Skripsi saya yang tentang sejarah sepakbola di Semarang hampir sebagian besar datanya berasal dari arsip koran Suara Merdeka, jadi sejauh ini secara emosional ada keterikatan yang teramat sangat erat baik secara pribadi maupun institusional. Penjelasan mungkin akan terlalu panjang, tapi intinya saya ingin mengucapkan Selamat Ulang Tahun Suara Merdeka ke-69 dan teriring doa semoga koran ini akan tetap ada minimal hingga genap di usia ke 100 tahun nanti meskipun mungkin berat langkah menuju kesana.
Masalahnya saat kita miskin, bukan orang yang populer dan belum sukses; kata-kata bijaksana sekalipun disertai rencana dan harapan idealis sekaligus realistis terkadang tak cukup hingga cuma dianggap kentut. Jadi upaya menuju usia satu abad amatlah sulit untuk dicapai bila tak ada inovasi untuk mendobrak cara media konvensional ditengah kompetisi modern dan global berbasis digital.
Sementara ini yang bisa saya lakukan adalah berharap seperti ucapan Bapak Walikota Semarang Hendrar Prihadi kepada Suara Merdeka; "Semakin Tua, kertasnya mungkin bisa musnah, tapi catatannya tetap jadi sejarah." Dengan semangat tersebut semoga Suara Merdeka tetap dapat bertahan dan terus berjuang demi eksistensinya yang dilandasi idealisme kemerdekaan saat pertama kali terbit, Aamiin YRA.
Label:
arsip,
bisnis,
data,
fakta,
global,
hari jadi,
HUT,
Internasional,
investasi,
Jawa Tengah,
koran,
kronologis,
Media,
perusahaan,
saham,
Semarang,
Suara Merdeka,
surat kabar,
terbuka
Tuesday, June 8, 2010
Sejarah asuransi dari tahun ke tahun
Artikel berikut ini berusaha mengupas sejarah dan perkembangan asuransi sesuai dengan urutan waktu secara kronologis.
Tahun 215 SM
Pada tahun 215 SM Pemerintah Kerajaan Romawi didesak oleh para Supplier peliengkapan dan perbekalan tentarakerajaan untuk menerima konsep yang melindungi mereka terhadap segala risiko kerugian yang mereka derita atas barang-barang mereka yang berada di kapal sebagai akibat dari bahaya maritim seperti halnya serangah musuh dan juga badai.
Tahun 50 SM
CICERO pada kira-kira tahun 50 SM memberi penjelasan tentang praktek pemberian proteksi atau jaminan terhadap keselamatan pengiriman uang dan surat-surat berharga selama dalam perjalanan. Sebagai imbalan maka pihak yang diberi proteksi memberikan semacam balasjasa berupa uang premi kepada pihak pemberi proteksi.
Tahun 50- 200
Kaisar CLAUDIUS mengeluarkan suatu jaminan kepada Importir terhadap semua kerugian yang mereka derita akibat angin badai. Tentunya dalam hal ini dikenakan pula premi.
Pada sekitar tahun 200 ini di Romawi tumbuh perkumpulan- perkumpulan yang disebut "Collegia". Para serdadu Romawi "Collegia" kegiatan sosial yang diadakan antara lain, mengumpulkan dana untuk biaya pemakaman anggotanya yang meninggal atau gugur di medan perang.
Para budak belian pun membentuk Collegianya dengan maksud apabila meninggal dapat dikubur dengan layak (disebut Collegia Nititum). Demikian pula para saudara dan para aktor di Italia membentuk Collegia yang disebut "Collegia Tennorioum" dengan maksud untuk membantu para janda dan anak-anak yatim para anggotanya.
Tahun 1194-1266
Perkembangan perekonomian manusia dari tahun ke tahun berjalan terus dan periode ini dikenal suatu "Guild System" (Sistem Gilda), yaitu perkumpulan dari orang-orang yang mempunyai profesi sama, maka pada waktu itu terbentuklah gilda tukang kayu, gilda tukang roti dan sebagainya.
Tujuannya sama dengan tujuan Collegia pada zaman Romawi, yakni meningkatkan kesejahteraan para anggotanya. Dari data di alas dapat dikatakan bahwa "Collegia" dan "Sistem Gilda" merupakan penemuan-penemuan sosial yang memperoleh popularitas dan pengakuan masyarakat terhadap adanya risiko-risiko yang harus ditanggulangi. Perkembangan lembaga yang mirip dengan asuransi tumbuh terns dan akhimya pada masa pemerintahan RATU ELEANOR dari Belgia (1194 - 1266) dibentuk Undang-Undang Asuransi yang tercantum dalam "ROLE'SDE OLERON"
maspank@yahoo.com
johamdani@yahoo.com
Tahun 215 SM
Pada tahun 215 SM Pemerintah Kerajaan Romawi didesak oleh para Supplier peliengkapan dan perbekalan tentarakerajaan untuk menerima konsep yang melindungi mereka terhadap segala risiko kerugian yang mereka derita atas barang-barang mereka yang berada di kapal sebagai akibat dari bahaya maritim seperti halnya serangah musuh dan juga badai.
Tahun 50 SM
CICERO pada kira-kira tahun 50 SM memberi penjelasan tentang praktek pemberian proteksi atau jaminan terhadap keselamatan pengiriman uang dan surat-surat berharga selama dalam perjalanan. Sebagai imbalan maka pihak yang diberi proteksi memberikan semacam balasjasa berupa uang premi kepada pihak pemberi proteksi.
Tahun 50- 200
Kaisar CLAUDIUS mengeluarkan suatu jaminan kepada Importir terhadap semua kerugian yang mereka derita akibat angin badai. Tentunya dalam hal ini dikenakan pula premi.
Pada sekitar tahun 200 ini di Romawi tumbuh perkumpulan- perkumpulan yang disebut "Collegia". Para serdadu Romawi "Collegia" kegiatan sosial yang diadakan antara lain, mengumpulkan dana untuk biaya pemakaman anggotanya yang meninggal atau gugur di medan perang.
Para budak belian pun membentuk Collegianya dengan maksud apabila meninggal dapat dikubur dengan layak (disebut Collegia Nititum). Demikian pula para saudara dan para aktor di Italia membentuk Collegia yang disebut "Collegia Tennorioum" dengan maksud untuk membantu para janda dan anak-anak yatim para anggotanya.
Tahun 1194-1266
Perkembangan perekonomian manusia dari tahun ke tahun berjalan terus dan periode ini dikenal suatu "Guild System" (Sistem Gilda), yaitu perkumpulan dari orang-orang yang mempunyai profesi sama, maka pada waktu itu terbentuklah gilda tukang kayu, gilda tukang roti dan sebagainya.
Tujuannya sama dengan tujuan Collegia pada zaman Romawi, yakni meningkatkan kesejahteraan para anggotanya. Dari data di alas dapat dikatakan bahwa "Collegia" dan "Sistem Gilda" merupakan penemuan-penemuan sosial yang memperoleh popularitas dan pengakuan masyarakat terhadap adanya risiko-risiko yang harus ditanggulangi. Perkembangan lembaga yang mirip dengan asuransi tumbuh terns dan akhimya pada masa pemerintahan RATU ELEANOR dari Belgia (1194 - 1266) dibentuk Undang-Undang Asuransi yang tercantum dalam "ROLE'SDE OLERON"
maspank@yahoo.com
johamdani@yahoo.com
Sunday, March 21, 2010
Dari Setback Menjadi Stepback
Ada kalanya, kita merasa bahwa dunia ini tak lagi ramah pada diri kita. Ia seperti menjadi musuh ganas yang menempatkan diri kita sebagai korban. Dan jika kita terjebak, maka cara pandang sebagai korbanlah yang mendominasi pikiran dan perasaan kita. Dunia seperti mau kiamat!
Bisnis lesu, penghasilan menyusut, pikiran berat dan kacau, perasaan tak karuan, tubuh serasa letih luar biasa, merasa serba salah, merasa berjalan di tempat, hilang akal, tak tahu harus bagaimana, dan sebagainya. Itu baru sedikit dari gejala mengalami dampak sebuah setback.
Kita merasa seperti terpenjara, tersudutkan, dan terhakimi oleh keadaan. Kita merasa seperti orang yang paling menyedihkan di seluruh jagad raya. Kita merasa bahwa di dunia ini, tak ada yang lebih menderita dari diri kita. Dunia sudah seperti neraka yang membakar mood sampai ke ubun-ubun!
Itukah yang sedang terjadi padamu wahai sahabat?
Prens, ketahuilah satu hal:
"Makna Hidup Adalah Transisi"
Maka yakinilah, bahwa apa yang tengah berlangsung dan sedang terjadi, adalah bagian dari "proses normal" dalam kehidupan. Ia menjadi "tidak normal" karena kita sedang menggunakan "kacamata minus". Padahal, mata-hati yang sesungguhnya engkau miliki adalah yang terbaik yang dianugerahkan- Nya kepada dirimu.
Bagaimanakah caranya dikau bisa mengganti kacamata? Bagaimanakah menyikapi semua setback sebagai stepback? Bagaimana meyakini sebuah kemunduran sebagai bagian dari kemajuan?
RUMUS DASAR
1. Perbanyak koleksi kacamata.
Belajarlah lebih banyak. Setback adalah tanda terpenting bagimu untuk melanjutkan pelajaran, meneruskan bab iqro, dan memperdalam pengajian. Setback adalah alasan paling sah dan paling valid untuk mendudukkan diri kembali ke bangku sekolah kehidupan.
Sebagaimana lapar adalah alasan paling sah untuk makan. Sebagaimana mengantuk adalah alasan terbaik untuk tidur. Sebagaimana gatal adalah alasan paling benar untuk menggaruk. Sebagaimana JATUH adalah alasan terbaik untuk BANGUN.
2. Mulailah meyakini ini:
"10% adalah fakta, 90% adalah penyikapan."
Dikau boleh merubah proporsi itu, 20% : 80%, 35% : 65%, atau bahkan 49% : 51%, silahkan saja. Apa yang penting untuk matematika hidupmu, adalah sikap > fakta. Harus selalu begitu. Sebab jika tidak, apapun yang engkau perhitungkan tentang dunia ini, akan menyalahi semua hukum matematis alam semesta.
Jika dikau masih kurang yakin, bukalah kembali semua buku pelajaran dan sebuah wejangan dari orang bijak, mereka yang besar, dan tokoh-tokoh hebat yang dikau kenal. 100%, mereka bicara tentang ini.
TEKNIK
Ada banyak Prens, ini beberapa.
1. Perbaiki bahasa jiwamu saat ia bersenandung tentang dunia.
"Ada kalanya, kita merasa bahwa dunia ini tak lagi ramah pada diri kita."
"Tak lagi" katamu? Bukan Prens, dikau tak boleh memutuskan tali kehidupan dengan menjadi hakim yang menjatuhkan vonis mati dengan finalisasi seperti itu.
Yang benar adalah "sedang". Maka, ia tak lagi menjadi permanen, ia hanya sementara.
"Ia seperti menjadi musuh ganas yang menempatkan diri kita sebagai korban."
Kau mau terima itu, "korban"? Jangan lemahkan dirimu Prens. Dunia ini diciptakan untukmu. Dikaulah raja di dunia. Tunjukkan cerminan ke-Maha-an-Nya dalam diri mu. Engkau adalah wakil-Nya di sini bukan? Itu sebabnya statusmu adalah Khalifah.
"Dunia seperti mau kiamat!"
Siapa dirimu hingga engkau bisa mengira bahwa engkau punya kuasa untuk menentukan kapan kiamat harus terjadi? Kata-katamu, sesungguhnya adalah ungkapan dari bangkitnya kekuatan besar dalam dirimu. Sayangnya, ia telah tergoda nafsu amarah hingga ingin menjadi lebih besar dari Tuhan. Bukan begitu caranya membangkitkan raksasa. Sehebat apapun dirimu, tak akan bisa engkau menciptakan kiamat.
Bangkitlah dengan benar. Ini bukan kiamat. Dunia adalah arena permainanmu. Jangan jadi wasit, jadilah pemain yang bijak. Ketahuilah, Yang Maha Kuasa, sedang menunjukkan kekuasaan-Nya. Lebih buruk dari setback pun, adalah terlalu kecil bagi-Nya. Terimalah dulu. Pasrahkan dirimu di dalam skenario-Nya.
"Dunia sudah seperti neraka yang membakar mood sampai ke ubun-ubun!"
Lagi, kamu siapa hingga boleh merasa sangat mengerti seperti apa itu neraka?
2. Sadarilah makna kehidupanmu. Hidupmu adalah transisi, bukan sesuatu yang statis dan tidak dinamis. Maka tak benar jika engkau menganggap bahwa dirimu sedang tak kemana-mana. Engkau sedang berjalan, dengan perjalanan jiwa. Engkau tetap melangkah, dengan hati yang tak boleh menjadi batu.
Transisi itu begini.
Jika tanah yang kau injak sedang melandai turun, adakah dikau tetap ingin mempertahankan ketinggianmu sekalipun dikau harus melayang di atas tanah?
Jika kemudian jalan setapakmu menanjak, adakah dikau juga tetap ingin mempertahankan ketinggianmu, sekalipun itu akan membenamkan kakimu hingga terpaku mati di situ?
Jangan! Tetaplah di permukaan. Sesuai dengan naik dan turunnya perjalananmu. Menarilah dengan iramanya.
Itu namanya membumi.
3. Untuk melompat lebih tinggi dan lebih jauh, ini pasti. Dikau harus mengambil ancang-ancang terlebih dahulu. Dan untuk itu, dikau harus mundur dulu satu atau dua langkah. Bahkan sering, dikau juga harus menekuk sedikit penopang tubuhmu, membungkukkan badan, menarik nafas dalam, memiringkan badan. Begitu bukan? Itu semua agar dikau tak keseleo atau patah tulang. Itu semua agar kekuatan jet-mu adalah cukup untuk take off.
Engkau hidup di sebuah tempat yang namanya bumi. Di situ, berlaku hukum alam yang disebut gravitasi. Hanya dalam hal khusus engkau bisa menafikannya. Tak perlu arogan dengan merasa seperti hidup di awang-awang, hingga begitu yakin tak perlu takluk pada hukum gravitasi.
Apa yang terjadi adalah hukum alam. Itu sebabnya, apa yang engkau rasakan kini sebagai setback, adalah alami. Maka jadikanlah kata sifat itu menjadi kata kerja, "alami" saja. Jalani saja, dengan fisik diam dan jiwa tetap bertualang.
Dunia fisikmu sedang perlu beristirahat, sebab jiwamu sedang haus. Reguklah dulu air kehidupan, lepaskan dahulu dahagamu dengan kebijaksanaan yang murni. Mata airnya, mengucur deras di dalam dirimu sendiri.
4. Ingatlah bahwa engkau hidup di dalam film indah tentang kehidupan. Dan Dia mengistimewakanmu, dengan tak hanya memberimu peran, melainkan mengangkatmu juga sebagai sutradara.
Keluarlah dari layar. Cuti sebentar dari posisi pemain. Duduk manis di bangku penonton, dan nikmatilah kisah hidupmu. Dari situ, engkau akan melihat keseluruhan naskah dari skenario. Maka temukanlah, bahwa apa yang sedang terjadi, hanya sebuah babak dari indahya seluruh cerita.
Percayalah, selalu ada bagian di mana engkau bisa menikmatinya dengan senyum dan tawa. Dan itu pasti terjadi, saat engkau mengingat semua ini, beberapa tahun dari sekarang.
5. Jangan jadi serigala.
Alkisah, seekor serigala melihat buah anggur yang sedap dan ranum. Ia sangat menginginkannya, sebab ia sedang bosan dengan lezatnya daging. Kali ini, ia mau mencoba kenikmatan baru, dan ia menginginkan anggur itu.
Ia melompat. Sekali, tak kena! Dua kali, tak kena! Tiga kali, tak kena!
Ia beristirahat sebentar dan menarik nafas, lalu mencoba lagi.
Empat kali, tak kena! Lima kali, tak kena! Enam kali, tak kena!
Ia kelelahan, lalu berdengus,
"Huh! capek deh. Udahan ah. Ngapain. Lagian, paling-paling anggur asem dan sepat!"
Ia pergi dan menyerah kalah. ia sudah terjangkiti penyakit. Namanya,"Sour Grape Syndrome".
Prens, enam kali itu baru sedikit. Beristirahat sajalah dulu. Nanti dicoba lagi. Dan kali ini, buang matematikamu. Kembalilah ke keyakinan. Sebab ia lebih powerful dari kalkulator manapun. Maka tak akan berarti bagimu, apakah dikau harus melakukannya seratus atau seribu kali lagi.
Selagi engkau yakin dan tak mau menyerah kalah, maka engkau tak akan pernah gagal. Sebab gagal hanya ada jika engkau berhenti.
Yakinkah dikau bahwa dengan kesabaran, anggur itu tetap akan jatuh juga? Dan ke-Maha-an-Nya, akan membuat anggur itu jatuh di saat yang paling tepat; ketika ia di puncak kesegarannya dan engkau selalu berada di bawahnya. Tak akan makhluk lain yang akan memanennya, kecuali dikau sendiri. Jika engkau tinggal, dikau kembalipun anggur itu mungkin sudah busuk.
Isn't that a perfect timing?
Lebih mungkin, ini semua terjadi karena engkau sudah tak sabar ingin "mengijon". Itulah yang membuatmu cepat lelah. Jangan Prens, segala sesuatu ada waktunya. Dan Dia lebih tahu tentang apa yang baik bagimu.
Dan ingat Prens, gravitasi masih berlaku di sini.
6. Akan tiba saatnya, dikau berubah menjadi kupu-kupu indah yang disukai dunia. Setelah dikau merasa sesak di dalam kepompong, dilanda sakit metamorphosis. Keluar, lihatlah sinar mentari yang baru, lalu terbanglah kemana engkau suka.
Saat dikau berhasil menggeser setback menjadi stepback, mulailah lagi perjalananmu dengan seluruh dirimu, dengan fisik dan dengan jiwamu yang telah segar dan bebas penat.
Tahukah dikau bagaimana dunia akan menyapamu saat itu?
"Well comeback!"
Artikel disadur dari sebuah milis atau diskusi group.
Disadur kembali oleh Jorganizer Hamdina.
02470609694
Bisnis lesu, penghasilan menyusut, pikiran berat dan kacau, perasaan tak karuan, tubuh serasa letih luar biasa, merasa serba salah, merasa berjalan di tempat, hilang akal, tak tahu harus bagaimana, dan sebagainya. Itu baru sedikit dari gejala mengalami dampak sebuah setback.
Kita merasa seperti terpenjara, tersudutkan, dan terhakimi oleh keadaan. Kita merasa seperti orang yang paling menyedihkan di seluruh jagad raya. Kita merasa bahwa di dunia ini, tak ada yang lebih menderita dari diri kita. Dunia sudah seperti neraka yang membakar mood sampai ke ubun-ubun!
Itukah yang sedang terjadi padamu wahai sahabat?
Prens, ketahuilah satu hal:
"Makna Hidup Adalah Transisi"
Maka yakinilah, bahwa apa yang tengah berlangsung dan sedang terjadi, adalah bagian dari "proses normal" dalam kehidupan. Ia menjadi "tidak normal" karena kita sedang menggunakan "kacamata minus". Padahal, mata-hati yang sesungguhnya engkau miliki adalah yang terbaik yang dianugerahkan- Nya kepada dirimu.
Bagaimanakah caranya dikau bisa mengganti kacamata? Bagaimanakah menyikapi semua setback sebagai stepback? Bagaimana meyakini sebuah kemunduran sebagai bagian dari kemajuan?
RUMUS DASAR
1. Perbanyak koleksi kacamata.
Belajarlah lebih banyak. Setback adalah tanda terpenting bagimu untuk melanjutkan pelajaran, meneruskan bab iqro, dan memperdalam pengajian. Setback adalah alasan paling sah dan paling valid untuk mendudukkan diri kembali ke bangku sekolah kehidupan.
Sebagaimana lapar adalah alasan paling sah untuk makan. Sebagaimana mengantuk adalah alasan terbaik untuk tidur. Sebagaimana gatal adalah alasan paling benar untuk menggaruk. Sebagaimana JATUH adalah alasan terbaik untuk BANGUN.
2. Mulailah meyakini ini:
"10% adalah fakta, 90% adalah penyikapan."
Dikau boleh merubah proporsi itu, 20% : 80%, 35% : 65%, atau bahkan 49% : 51%, silahkan saja. Apa yang penting untuk matematika hidupmu, adalah sikap > fakta. Harus selalu begitu. Sebab jika tidak, apapun yang engkau perhitungkan tentang dunia ini, akan menyalahi semua hukum matematis alam semesta.
Jika dikau masih kurang yakin, bukalah kembali semua buku pelajaran dan sebuah wejangan dari orang bijak, mereka yang besar, dan tokoh-tokoh hebat yang dikau kenal. 100%, mereka bicara tentang ini.
TEKNIK
Ada banyak Prens, ini beberapa.
1. Perbaiki bahasa jiwamu saat ia bersenandung tentang dunia.
"Ada kalanya, kita merasa bahwa dunia ini tak lagi ramah pada diri kita."
"Tak lagi" katamu? Bukan Prens, dikau tak boleh memutuskan tali kehidupan dengan menjadi hakim yang menjatuhkan vonis mati dengan finalisasi seperti itu.
Yang benar adalah "sedang". Maka, ia tak lagi menjadi permanen, ia hanya sementara.
"Ia seperti menjadi musuh ganas yang menempatkan diri kita sebagai korban."
Kau mau terima itu, "korban"? Jangan lemahkan dirimu Prens. Dunia ini diciptakan untukmu. Dikaulah raja di dunia. Tunjukkan cerminan ke-Maha-an-Nya dalam diri mu. Engkau adalah wakil-Nya di sini bukan? Itu sebabnya statusmu adalah Khalifah.
"Dunia seperti mau kiamat!"
Siapa dirimu hingga engkau bisa mengira bahwa engkau punya kuasa untuk menentukan kapan kiamat harus terjadi? Kata-katamu, sesungguhnya adalah ungkapan dari bangkitnya kekuatan besar dalam dirimu. Sayangnya, ia telah tergoda nafsu amarah hingga ingin menjadi lebih besar dari Tuhan. Bukan begitu caranya membangkitkan raksasa. Sehebat apapun dirimu, tak akan bisa engkau menciptakan kiamat.
Bangkitlah dengan benar. Ini bukan kiamat. Dunia adalah arena permainanmu. Jangan jadi wasit, jadilah pemain yang bijak. Ketahuilah, Yang Maha Kuasa, sedang menunjukkan kekuasaan-Nya. Lebih buruk dari setback pun, adalah terlalu kecil bagi-Nya. Terimalah dulu. Pasrahkan dirimu di dalam skenario-Nya.
"Dunia sudah seperti neraka yang membakar mood sampai ke ubun-ubun!"
Lagi, kamu siapa hingga boleh merasa sangat mengerti seperti apa itu neraka?
2. Sadarilah makna kehidupanmu. Hidupmu adalah transisi, bukan sesuatu yang statis dan tidak dinamis. Maka tak benar jika engkau menganggap bahwa dirimu sedang tak kemana-mana. Engkau sedang berjalan, dengan perjalanan jiwa. Engkau tetap melangkah, dengan hati yang tak boleh menjadi batu.
Transisi itu begini.
Jika tanah yang kau injak sedang melandai turun, adakah dikau tetap ingin mempertahankan ketinggianmu sekalipun dikau harus melayang di atas tanah?
Jika kemudian jalan setapakmu menanjak, adakah dikau juga tetap ingin mempertahankan ketinggianmu, sekalipun itu akan membenamkan kakimu hingga terpaku mati di situ?
Jangan! Tetaplah di permukaan. Sesuai dengan naik dan turunnya perjalananmu. Menarilah dengan iramanya.
Itu namanya membumi.
3. Untuk melompat lebih tinggi dan lebih jauh, ini pasti. Dikau harus mengambil ancang-ancang terlebih dahulu. Dan untuk itu, dikau harus mundur dulu satu atau dua langkah. Bahkan sering, dikau juga harus menekuk sedikit penopang tubuhmu, membungkukkan badan, menarik nafas dalam, memiringkan badan. Begitu bukan? Itu semua agar dikau tak keseleo atau patah tulang. Itu semua agar kekuatan jet-mu adalah cukup untuk take off.
Engkau hidup di sebuah tempat yang namanya bumi. Di situ, berlaku hukum alam yang disebut gravitasi. Hanya dalam hal khusus engkau bisa menafikannya. Tak perlu arogan dengan merasa seperti hidup di awang-awang, hingga begitu yakin tak perlu takluk pada hukum gravitasi.
Apa yang terjadi adalah hukum alam. Itu sebabnya, apa yang engkau rasakan kini sebagai setback, adalah alami. Maka jadikanlah kata sifat itu menjadi kata kerja, "alami" saja. Jalani saja, dengan fisik diam dan jiwa tetap bertualang.
Dunia fisikmu sedang perlu beristirahat, sebab jiwamu sedang haus. Reguklah dulu air kehidupan, lepaskan dahulu dahagamu dengan kebijaksanaan yang murni. Mata airnya, mengucur deras di dalam dirimu sendiri.
4. Ingatlah bahwa engkau hidup di dalam film indah tentang kehidupan. Dan Dia mengistimewakanmu, dengan tak hanya memberimu peran, melainkan mengangkatmu juga sebagai sutradara.
Keluarlah dari layar. Cuti sebentar dari posisi pemain. Duduk manis di bangku penonton, dan nikmatilah kisah hidupmu. Dari situ, engkau akan melihat keseluruhan naskah dari skenario. Maka temukanlah, bahwa apa yang sedang terjadi, hanya sebuah babak dari indahya seluruh cerita.
Percayalah, selalu ada bagian di mana engkau bisa menikmatinya dengan senyum dan tawa. Dan itu pasti terjadi, saat engkau mengingat semua ini, beberapa tahun dari sekarang.
5. Jangan jadi serigala.
Alkisah, seekor serigala melihat buah anggur yang sedap dan ranum. Ia sangat menginginkannya, sebab ia sedang bosan dengan lezatnya daging. Kali ini, ia mau mencoba kenikmatan baru, dan ia menginginkan anggur itu.
Ia melompat. Sekali, tak kena! Dua kali, tak kena! Tiga kali, tak kena!
Ia beristirahat sebentar dan menarik nafas, lalu mencoba lagi.
Empat kali, tak kena! Lima kali, tak kena! Enam kali, tak kena!
Ia kelelahan, lalu berdengus,
"Huh! capek deh. Udahan ah. Ngapain. Lagian, paling-paling anggur asem dan sepat!"
Ia pergi dan menyerah kalah. ia sudah terjangkiti penyakit. Namanya,"Sour Grape Syndrome".
Prens, enam kali itu baru sedikit. Beristirahat sajalah dulu. Nanti dicoba lagi. Dan kali ini, buang matematikamu. Kembalilah ke keyakinan. Sebab ia lebih powerful dari kalkulator manapun. Maka tak akan berarti bagimu, apakah dikau harus melakukannya seratus atau seribu kali lagi.
Selagi engkau yakin dan tak mau menyerah kalah, maka engkau tak akan pernah gagal. Sebab gagal hanya ada jika engkau berhenti.
Yakinkah dikau bahwa dengan kesabaran, anggur itu tetap akan jatuh juga? Dan ke-Maha-an-Nya, akan membuat anggur itu jatuh di saat yang paling tepat; ketika ia di puncak kesegarannya dan engkau selalu berada di bawahnya. Tak akan makhluk lain yang akan memanennya, kecuali dikau sendiri. Jika engkau tinggal, dikau kembalipun anggur itu mungkin sudah busuk.
Isn't that a perfect timing?
Lebih mungkin, ini semua terjadi karena engkau sudah tak sabar ingin "mengijon". Itulah yang membuatmu cepat lelah. Jangan Prens, segala sesuatu ada waktunya. Dan Dia lebih tahu tentang apa yang baik bagimu.
Dan ingat Prens, gravitasi masih berlaku di sini.
6. Akan tiba saatnya, dikau berubah menjadi kupu-kupu indah yang disukai dunia. Setelah dikau merasa sesak di dalam kepompong, dilanda sakit metamorphosis. Keluar, lihatlah sinar mentari yang baru, lalu terbanglah kemana engkau suka.
Saat dikau berhasil menggeser setback menjadi stepback, mulailah lagi perjalananmu dengan seluruh dirimu, dengan fisik dan dengan jiwamu yang telah segar dan bebas penat.
Tahukah dikau bagaimana dunia akan menyapamu saat itu?
"Well comeback!"
Artikel disadur dari sebuah milis atau diskusi group.
Disadur kembali oleh Jorganizer Hamdina.
02470609694
Personal to do, to have, atau to be?
"Kegembiraan terbesar dalam hidup adalah keyakinan bahwa kita dicintai. Oleh karenanya, kita membagikan cinta bagi orang lain." (Victor Hugo)
Tidak ada yang bisa menghentikan waktu. Ia terus maju. Umur terus bertambah. Manusia pun mengalami babak-babak dalam hidupnya. Saat masuk fase dewasa, orang memasuki tiga tahapan kehidupan.
Ada masa di mana orang terfokus untuk melakukan sesuatu (to do). Ada saat memfokuskan diri untuk mengumpulkan (to have). Ada yang giat mencari makna hidup (to be). Celakanya, tidak semua orang mampu melewati tiga tahapan proses itu.
· Fase pertama, fase to do. Pada fase ini, orang masih produktif. Orang bekerja giat dengan seribu satu alasan. Tapi, banyak orang kecanduan kerja, membanting tulang, sampai mengorbankan banyak hal, tetap tidak menghasilkan buah yang lebih baik. Ini sangat menyedihkan.
Orang dibekap oleh kesibukan, tapi tidak ada kemajuan. Hal itu tergambar dalam cerita singkat ini. Ada orang melihat sebuah sampan di tepi danau. Segera ia meloncat dan mulailah mendayung. Ia terus mendayung dengan semangat. Sampan memang bergerak. Tapi, tidak juga menjauh dari bibir danau. Orang itu sadar, sampan itu masih terikat dengan tali di sebuah tiang.
Nah, kebanyakan dari kita, merasa sudah bekerja banyak. Tapi, ternyata tidak produktif. Seorang kolega memutuskan keluar dari perusahaan. Ia mau membangun bisnis sendiri. Dengan gembira, ia mempromosikan bisnisnya. Kartu nama dan brosur disebar. Ia bertingkah sebagai orang sibuk.
Tapi, dua tahun berlalu, tapi bisnisnya belum menghasilkan apa-apa. Tentu, kondisi ini sangat memprihatinkan. Jay Abraham, pakar motivasi bidang keuangan dan marketing pernah berujar, "Banyak orang mengatakan berbisnis. Tapi, tidak ada hasil apa pun. Itu bukanlah bisnis." Marilah kita menengok hidup kita sendiri. Apakah kita hanya sibuk dan bekerja giat, tapi tanpa sadar kita tidak menghasilkan apa-apa?
· Fase kedua, fase to have. Pada fase ini, orang mulai menghasilkan. Tapi, ada bahaya, orang akan terjebak dalam kesibukan mengumpulkan harta benda saja. Orang terobesesi mengumpulkan harta sebanyak-banyaknya. Meski hartanya segunung, tapi dia tidak mampu menikmati kehidupan.
Matanya telah tertutup materi dan lupa memandangi berbagai keindahan dan kejutan dalam hidup. Lebih-lebih, memberikan secuil arti bagi hidup yang sudah dijalani. Banyak orang masuk dalam fase ini.
Dunia senantiasa mengundang kita untuk memiliki banyak hal. Sentra-sentra perbelanjaan yang mengepung dari berbagai arah telah memaksa kita untuk mengkonsumsi banyak barang.
Bahkan, dunia menawarkan persepsi baru. Orang yang sukses adalah orang yang mempunyai banyak hal. Tapi, persepsi keliru ini sering membuat orang mengorbankan banyak hal. Entah itu perkawinan, keluarga, kesehatan, maupun spiritual.
Secara psikologis, fase itu tidaklah buruk. Harga diri dan rasa kepuasan diri bisa dibangun dengan prestasi-prestasi yang dimiliki. Namun, persoalan terletak pada kelekatannya. Orang tidak lagi menjadi pribadi yang merdeka.
Seorang sahabat yang menjadi direktur produksi membeberkan kejujuran di balik kesuksesannya. Ia meratapi relasi dengan kedua anaknya yang memburuk. "Andai saja meja kerja saya ini mampu bercerita tentang betapa banyak air mata yang menetes di sini, mungkin meja ini bisa bercerita tentang kesepian batin saya...," katanya.
Fase itu menjadi pembuktian jati diri kita. Kita perlu melewatinya. Tapi, ini seperti minum air laut. Semakin banyak minum, semakin kita haus. Akhirnya, kita terobsesi untuk minum lebih banyak lagi.
· Fase ketiga, fase to be. Pada fase ini, orang tidak hanya bekerja dan mengumpulkan, tapi juga memaknai. Orang terus mengasah kesadaran diri untuk menjadi pribadi yang semakin baik.
Seorang dokter berkisah. Ia terobesesi menjadi kaya karena masa kecilnya cukup miskin. Saat umur menyusuri senja, ia sudah memiliki semuanya. Ia ingin mesyukuri dan memaknai semua itu dengan membuka banyak klinik dan posyandu di desa-desa miskin.
Memaknai hidup
Ia memaknai hidupnya dengan menjadi makna bagi orang lain. Ada juga seorang pebisnis besar dengan latar belakang pertanian hijrah ke desa untuk memberdayakan para petani. Keduanya mengaku sangat menikmati pilihannya itu.
Fase ini merupakan fase kita menjadi pribadi yang lebih bermakna. Kita menjadi pribadi yang berharga bukan karena harta yang kita miliki, melainkan apa yang bisa kita berikan bagi orang lain.
Hidup kita seperti roti. Roti akan berharga jika bisa kita bagikan bagi banyak orang yang membutuhkan. John Maxwell dalam buku Success to Significant mengatakan "Pertanyaan terpenting yang harus diajukan bukanlah apa yang kuperoleh. Tapi, menjadi apakah aku ini?"
Nah, Mahatma Gandhi menjadi contoh konkret pribadi macam ini. Sebenarnya, ia menjadi seorang pengacara sukses. Tapi, ia memilih memperjuangkan seturut nuraninya. Ia menjadi pejuang kemanusiaan bagi kaum papa India .
Nah, di fase manakah hidup kita sekarang? Marilah kita terobsesi bukan dengan bekerja atau memiliki, tetapi menjadi pribadi yang lebih matang, lebih bermakna dan berkontribusi!
Artikel diambil dari milis/ diskusi group yahoo.
Disadur kembali oleh jorganizer Hamdina
02470609694
Tidak ada yang bisa menghentikan waktu. Ia terus maju. Umur terus bertambah. Manusia pun mengalami babak-babak dalam hidupnya. Saat masuk fase dewasa, orang memasuki tiga tahapan kehidupan.
Ada masa di mana orang terfokus untuk melakukan sesuatu (to do). Ada saat memfokuskan diri untuk mengumpulkan (to have). Ada yang giat mencari makna hidup (to be). Celakanya, tidak semua orang mampu melewati tiga tahapan proses itu.
· Fase pertama, fase to do. Pada fase ini, orang masih produktif. Orang bekerja giat dengan seribu satu alasan. Tapi, banyak orang kecanduan kerja, membanting tulang, sampai mengorbankan banyak hal, tetap tidak menghasilkan buah yang lebih baik. Ini sangat menyedihkan.
Orang dibekap oleh kesibukan, tapi tidak ada kemajuan. Hal itu tergambar dalam cerita singkat ini. Ada orang melihat sebuah sampan di tepi danau. Segera ia meloncat dan mulailah mendayung. Ia terus mendayung dengan semangat. Sampan memang bergerak. Tapi, tidak juga menjauh dari bibir danau. Orang itu sadar, sampan itu masih terikat dengan tali di sebuah tiang.
Nah, kebanyakan dari kita, merasa sudah bekerja banyak. Tapi, ternyata tidak produktif. Seorang kolega memutuskan keluar dari perusahaan. Ia mau membangun bisnis sendiri. Dengan gembira, ia mempromosikan bisnisnya. Kartu nama dan brosur disebar. Ia bertingkah sebagai orang sibuk.
Tapi, dua tahun berlalu, tapi bisnisnya belum menghasilkan apa-apa. Tentu, kondisi ini sangat memprihatinkan. Jay Abraham, pakar motivasi bidang keuangan dan marketing pernah berujar, "Banyak orang mengatakan berbisnis. Tapi, tidak ada hasil apa pun. Itu bukanlah bisnis." Marilah kita menengok hidup kita sendiri. Apakah kita hanya sibuk dan bekerja giat, tapi tanpa sadar kita tidak menghasilkan apa-apa?
· Fase kedua, fase to have. Pada fase ini, orang mulai menghasilkan. Tapi, ada bahaya, orang akan terjebak dalam kesibukan mengumpulkan harta benda saja. Orang terobesesi mengumpulkan harta sebanyak-banyaknya. Meski hartanya segunung, tapi dia tidak mampu menikmati kehidupan.
Matanya telah tertutup materi dan lupa memandangi berbagai keindahan dan kejutan dalam hidup. Lebih-lebih, memberikan secuil arti bagi hidup yang sudah dijalani. Banyak orang masuk dalam fase ini.
Dunia senantiasa mengundang kita untuk memiliki banyak hal. Sentra-sentra perbelanjaan yang mengepung dari berbagai arah telah memaksa kita untuk mengkonsumsi banyak barang.
Bahkan, dunia menawarkan persepsi baru. Orang yang sukses adalah orang yang mempunyai banyak hal. Tapi, persepsi keliru ini sering membuat orang mengorbankan banyak hal. Entah itu perkawinan, keluarga, kesehatan, maupun spiritual.
Secara psikologis, fase itu tidaklah buruk. Harga diri dan rasa kepuasan diri bisa dibangun dengan prestasi-prestasi yang dimiliki. Namun, persoalan terletak pada kelekatannya. Orang tidak lagi menjadi pribadi yang merdeka.
Seorang sahabat yang menjadi direktur produksi membeberkan kejujuran di balik kesuksesannya. Ia meratapi relasi dengan kedua anaknya yang memburuk. "Andai saja meja kerja saya ini mampu bercerita tentang betapa banyak air mata yang menetes di sini, mungkin meja ini bisa bercerita tentang kesepian batin saya...," katanya.
Fase itu menjadi pembuktian jati diri kita. Kita perlu melewatinya. Tapi, ini seperti minum air laut. Semakin banyak minum, semakin kita haus. Akhirnya, kita terobsesi untuk minum lebih banyak lagi.
· Fase ketiga, fase to be. Pada fase ini, orang tidak hanya bekerja dan mengumpulkan, tapi juga memaknai. Orang terus mengasah kesadaran diri untuk menjadi pribadi yang semakin baik.
Seorang dokter berkisah. Ia terobesesi menjadi kaya karena masa kecilnya cukup miskin. Saat umur menyusuri senja, ia sudah memiliki semuanya. Ia ingin mesyukuri dan memaknai semua itu dengan membuka banyak klinik dan posyandu di desa-desa miskin.
Memaknai hidup
Ia memaknai hidupnya dengan menjadi makna bagi orang lain. Ada juga seorang pebisnis besar dengan latar belakang pertanian hijrah ke desa untuk memberdayakan para petani. Keduanya mengaku sangat menikmati pilihannya itu.
Fase ini merupakan fase kita menjadi pribadi yang lebih bermakna. Kita menjadi pribadi yang berharga bukan karena harta yang kita miliki, melainkan apa yang bisa kita berikan bagi orang lain.
Hidup kita seperti roti. Roti akan berharga jika bisa kita bagikan bagi banyak orang yang membutuhkan. John Maxwell dalam buku Success to Significant mengatakan "Pertanyaan terpenting yang harus diajukan bukanlah apa yang kuperoleh. Tapi, menjadi apakah aku ini?"
Nah, Mahatma Gandhi menjadi contoh konkret pribadi macam ini. Sebenarnya, ia menjadi seorang pengacara sukses. Tapi, ia memilih memperjuangkan seturut nuraninya. Ia menjadi pejuang kemanusiaan bagi kaum papa India .
Nah, di fase manakah hidup kita sekarang? Marilah kita terobsesi bukan dengan bekerja atau memiliki, tetapi menjadi pribadi yang lebih matang, lebih bermakna dan berkontribusi!
Artikel diambil dari milis/ diskusi group yahoo.
Disadur kembali oleh jorganizer Hamdina
02470609694
Subscribe to:
Posts (Atom)