Wednesday, November 4, 2020

Perjuangan Bisnis Era Pandemi ala Pizza Hut dkk

 

Pandemi Covid 19 tampaknya turut mengubah cara bisnis di tahun 2020. Adanya protokol kesehatan yang harus dipatuhi membuat restoran terpaksa menghilangkan opsi dine in untuk layanan mereka. Dan, selama ini diberlakukan, restoran-restoran hanya diizinkan melayani pesan-antar dan take out. Ini menjadi pukulan berat yang kembali harus dihadapi bisnis kuliner yang baru saja pulih dari pembatasan sosial berskala besar. Artinya akan ada pengurangan omset sekaligus pemasukan dan keuntungan yang ikut terpangkas.

Dampak selanjutnya tentu juga akan dirasakan oleh karyawan sehingga muncul pula kebijakan pemilik brand papan atas yang satu per satu sudah mulai turun gunung. Bila tadinya karyawan bekerja di tempat elite seperti supermall dan pusat keramaian maka banyak pula yang ditugaskan di pinggir jalan berlokasi strategis. Seperti yang pernah terlihat aktif dengan perubahan pola kerja ini adalah Pizza Hut di Kota Semarang. 

Selain perubahan pola dan tempat kerja, brand papan atas ini pun juga gencar memberikan harga promo bila dulu IDR 100K adalah harga untuk 4 loyang Pizza Hut maka hari ini yang terlihat harga diskon per loyang mulai dari Rp 16.500,- Ini menandakan mereka mulai berdarah-darah diatas sana dan mulai turun mencari pegangan, mereka yakin pasar bawah masih bisa untuk bertahan menyambung nadi kehidupan bisnis mereka yang porak poranda.

Badai pasti berlalu dan ibarat bermain bola untuk bisa memantul ke atas ia perlu didorong ke bawah bukan untuk menjatuhkannya tetapi agar ia semakin kuat dan termotivasi untuk mencapai puncak.

Monday, October 19, 2020

Kontroversi Omnibus Law

 

Kontroversi dari pemerintahan saat ini kembali muncul saat RUU Cipta Lapangan Kerja atau Omnibus Law melalui proses persetujuan parlementer DPR RI. Jadwal semula Sidang Paripurna yang direncanakan pada tanggal 8 Oktober 2020 diselenggarakan lebih awal jadi tanggal 5 Oktober 2020. Agenda sidang yang berlangsung masih diwarnai pro-kontra dan terkesan mendadak sehingga pandangan semua fraksi pun tidak tersampaikan secara optimal, termasuk insiden microfon yang beberapa kali mati hingga walk out nya anggota dewan tersebut.

Semua insiden penolakan tersebut sebelum sidang pembahasan RUU berlangsung sudah datang dari berbagai elemen masyarakat. Kalangan serikat buruh, akademisi, lsm, ormas, dan berbagai pihak meminta agar draft RUU tersebut ditinjau kembali karena berimbas pada UU lain yang sudah ada sebelumnya. Sehingga pasca persetujuan RUU tersebut untuk disahkan menjadi UU maka gelombang penolakan meluas menjadi gerakan demonstrasi. Klaim pemerintah bahwa UU cipta lapangan kerja ini bermanfaat bagi masyarakat dan dapat diterima semua kalangan sesuai Pasal 96 UU No 12/2011 sebagaimana telah diubah dengan UU No 15/2019" tenyata tak terbukti.

Bahkan muncul surat dari Kemendikbud Dirjen Dikti bernomor 1035/E/KM/2020 yang menghimbau mahasiswa/i untuk tidak turut serta dalam kegiatan demonstrasi/ unjuk rasa/ penyampaian aspirasi dan justru harus membantu mensosialisasikan isi UU Cipta kerja. Ditambah kemudian wacana dari pihak kepolisian bahwa pelajar dan mahasiswa yang ikut demonstrasi omnibus law terancam sulit mendapat pekerjaan di masa depan karena meskipun telah lulus akan sulit memperoleh SKCK atau mendapat catatan kriminal didalamnya. Upaya semacam ini memperkuat statement Menteri Kominfo yang menyebutkan: "kalau pemerintah bilang hoax ya hoax.."

Indonesia adalah negara demokrasi Pancasila dengan UUD 1945 pasal 28 yang memuat kemerdekaan mengeluarkan pendapat bagi warga negaranya. Jelas semua tindakan pemerintah dan para wakil rakyat seputar proses Omnibus Law patut dipertanyakan dan diminta pertanggungjawabannya sebab negara ini dibangun untuk kepentingan bersama tiap elemen masyarakat dan warga negaranya dan tidak boleh ada klaim sepihak sebagai pembenaran atas suatu tindakan yang mengatasnamakan rakyat tapi kenyataannya berbicara lain atau faktanya justru menimbulkan kontroversi dan polemik berkepanjangan.



Followers