Ada dua hal yang sangat penting dan bernilai sangat strategis di negeri ini yang masih perlu dijelaskan kepada masyarakat luas.
Pertama adalah tentang pengelolaan kolom wilayah udara kedaulatan Republik Indonesia yang sampai saat ini masih berada dalam pengawasan pihak otoritas penerbangan Singapur a. Sebagian dari kawasan udara kedaulatan kita yang berdekatan dengan wilayah udara Singapura, sampai dengan saat ini masih berada dalam pengawasan dan atau pengelolaan Air Traffic Control/Flight Information Region (FIR) Singapura. Antara lain ini artinya adalah walaupun kita terbang diwilayah kita sendiri, seperti misalnya di Tanjung Pinang dan sekitarnya, kita harus minta ijin ke Singapura.
Alasan yang sering dikemukakan antara lain adalah, kita belum/tidak punya peralatan yang canggih dan juga tidak memiliki SDM yang berkualitas untuk tugas pengelolaan tersebut. Ada juga sementara orang yang mengatakan bahwa hal itu adalah hal yang biasa saja, bahwa kolom udara di dunia ini sudah dibagi habis oleh ICA(International Civil Aviation Organization) , jadi ya terima sajalah! Di banyak negara di Eropa, negara yang kecil-kecil itu juga sudah biasa membagi wilayah kedaulatannya untuk dikendalikan oleh negara lain, sekedar pengaturan lalu lintas udara saja, jadi sekali lagi ini adalah soal biasa saja.
Pendapat yang seperti itu adalah pendapat orang-orang yang malas dan bermental dijajah. Indonesia adalah negara besar yang tidak seharusnya menerima begitu saja kondisi yang seperti ini. Banyak solusi yang dapat di tempuh untuk mengatasi masalah tersebut. Dana yang diterima dari jasa pengaturan lalu lintas penerbangan internasional di wilayah tersebut cukup besar. Seorang petinggi Singapura, menjelaskan kepada saya bahwa dana dari jasa penerbangan yang diperoleh dari penguasaan wilayah udara kedaulatan RI itu selalu di setor kan ke Pemerintah RI. Jadi memang tidak ada masalah.
Problemnya adalah, kita tidak ada yang tahu, berapa besar dana itu dan kemana disalurkan penggunaannya selama ini, serta untuk berapa lama akan berlangsung seperti itu. Jadi sebenarnya, apabila dana hasil jasa pengeloalaan pengaturan lalu lintas penerbangan di investasikan kembali untuk keperluan Air Traffic Control, tentunya akan dapat secara bertahap, bagi kita untuk memiliki peralatan yang canggih dan juga pelatihan SDM yang dibutuhkan. Disini yang menjadi masalah utama adalah tinggal menghitung tenggang waktunya saja.
Katakan setelah 25 tahun atau bahkan 100tahun sekalipun , akan tetapi ada kurun waktunya yang jelas, untuk kemudian dikembalikan kepada pemilik sah nya yang berhak. Sampai sekarang tidak diketahui sampai kapan FIR Singapura itu berlangsung ?! Adakah "time schedule" tentang masalah ini?
Yang kedua adalah tentang Timika atau “Freeport”, yang selalu saja bermasalah. 2 bulan terakhir ini, aparat keamanan dibuat sibuk oleh ulah beberapa pengacau liar yang beredar diwilayah itu. Problemnya disini hampir sama. Timika adalah milik yang sah Republik Indonesia, akan tetapi tambang emas yang konon terbesar dan termodern dan paling tinggi teknologinya yang pernah ada didunia itu hanya dinikmati oleh orang “luar negeri” dan tentunya sebagian dari orang-orang di Indonesia.
Masyarakat tidak pernah tahu, berapa sebenarnya hasil tambang emas itu selama ini. Berapa bagi hasilnya dengan pemerintah Indonesia. Apa manfaat yang selama ini dinikmati oleh Republik Indonesia dari tambang emas Freeport? Berapa bagian yang harus menjadi haknya orang Papua yang memiliki lahan tersebut, yang saat ini kebagian limbah yang sudah menjadi sungai lumpur pekat raksasa disekitar Timika ? Sungai lumpur pekat yang merusak pemandangan sekaligus merusak lingkungan.
Dan yang paling penting adalah, sampai kapan kontrak “Freeport” itu akan berlangsung? adakah batas waktunya?
Saya tidak mengetahui secara teknis tentang masalah ini, akan tetapi dari kejadian-kejadian yang selalu saja terjadi disana, penembakan dari oknum yang tidak dikenal, keluhan-keluhan yang selalu saja keluar dari penduduk dan para tokoh adat setempat, demo-demo yang kerap terjadi, maka dengan mudah dapat disimpulkan bahwa memang ada “masalah” mendasar yang timbul disana.
Saya pikir sudah waktunya lah masalah Timika ini dibuat menjadi transparan, sehingga semua pihak dapat mengerti dengan jelas, apa yang sebenarnya tengah berlangsung di Timika dengan tambang emasnya itu. Saya percaya bahwa pihak kontraktor pasti cukup bermoral dalam melakukan kegiatan disana, dan juga pemerintah kita pun tentunya mempunyai tanggung jawab dalam mengelola hal ini.
Tinggal dicari , dimana sebenarnya letak permasalahan yang terjadi di Timika ini
Itulah dua pertanyaan besar yang selalu menunggu jawaban, apabila kita semua menginginkan pembangunan nasional yang mencakup juga pembangunan manusia Indonesia seutuhnya dapat berjalan sesuai dengan apa yang dicita-citakan bersama.
Sampai kapan pengelolaan wilayah udara kedaulatan RI, diurus/dikuasai oleh otoritas penerbangan Singapura?
Apakah untuk "seumur hidup"?
Sampai kapan Timika dikuras kekayaan alamnya oleh pihak asing? apakah juga untuk "seumur hidup"?
Pertanyaan yang sangat sederhana, akan tetapi mungkin tidak mudah juga untuk menjawabnya.
Kepada seluruh pembaca, saya sampaikan selamat Idul Fitri, Mohon Maaf Lahir Batin.
No comments:
Post a Comment
Tak ada gading yang tak retak, saran dan kritik akan kami terima dengan senang hati. Anda sopan kami segan.