Bagi Anda yang menggemari musik, pasti pernah mendengar judul lagu ”Semusim” yang dinyanyikan Berlian Hutauruk, Chrisye. ”Semusim” dalam pembahasan berikut adalah menyoal perilaku investor yang berinvestasi tanpa rencana dan biasanya berakhir hanya dalam kurun waktu pendek alias semusim saja. Apa maksudnya?
Ketika seseorang hendak melakukan investasi alias menjadi investor, jelas ada yang menjadi penyebabnya. Kesadaran bahwa investasi merupakan satu cara untuk meningkatkan kekayaan, misalnya, merupakan alasan yang mendasari banyak kalangan dalam berinvestasi. Tetapi juga, pengaruh lingkungan tidak sedikit yang menjadi sebab. Sayangnya, alasan-alasan yang bersifat stimulus sesaat seperti itu kerap kali membuahkan hasil negatif.
Kenapa? Karena investasi yang dilakukan tidak dibarengi dengan kesiapan mental dan pengetahuan yang memadai tentang investasi yang hendak dilakukan. Ketika melihat tetangga sebelah tiba-tiba kaya raya karena menang ”bermain” saham, ada orang serta-merta ikut membeli saham. Yang terjadi kemudian, bukannya meraih untung, melainkan buntung. Alhasil, investasi menjadi kegiatan yang tidak menyenangkan, tetapi malah merugikan. Ujung-ujungnya, orang itu hanya menjadi investor semusim, kemudian menjadi alergi dengan kegiatan investasi.
Apakah Anda pernah mengalami hal semacam itu?
Tujuan hidup
Investasi pada hakikatnya adalah suatu tindakan keuangan untuk mencapai tujuan. Tujuan itu tentu saja berupa tujuan keuangan. Tujuan keuangan merupakan salah satu cara mencapai tujuan hidup. Dengan filosofi seperti itu, jelas bahwa tujuan keuangan yang salah satu caranya dicapai melalui investasi bukanlah kegiatan sesaat. Investasi mesti dilakukan sepanjang usia karena yang namanya tujuan mestinya bersifat dinamis alias bergerak terus.
Misalnya, Anda memiliki tujuan keuangan berupa tersedianya uang sebanyak Rp 1 miliar dalam kurun waktu 5 tahun mendatang. Setelah uang Rp 1 miliar itu tersedia, tentunya Anda menyiapkan tujuan keuangan yang baru. Katakanlah tujuan keuangan yang baru itu adalah tersedianya uang Rp 2 miliar. Begitu seterusnya, di mana setelah satu tujuan keuangan tercapai, pasti akan muncul tujuan keuangan yang baru. Untuk mencapai tujuan keuangan yang baru itu, perlu dilakukan investasi. Demikian logikanya.
Lantas, bagaimana investasi itu bisa dilakukan dengan baik sehingga tidak terjerumus pada kondisi investor ”semusim”? Ada beberapa langkah yang bisa dipertimbangkan.
Bukan coba-coba
Pertama, pastikan bahwa investasi yang Anda lakukan bukan karena pengaruh lingkungan ataupun coba-coba, melainkan didasari oleh keyakinan bahwa investasi merupakan hal serius yang bertujuan mencapai tujuan keuangan sebagai bagian dari tujuan hidup.
Kedua, pelajari segala hal terkait investasi. Luangkan waktu untuk mempelajari instrumen investasi yang tersedia, risikonya maupun potensi keuntungan yang terkandung di dalamnya, serta mekanisme investasi itu sendiri.
Soal mekanisme itu penting Anda pahami agar terhindar dari salah pengertian. Sebab, dalam realitasnya, cukup banyak investor ritel, khususnya di pasar saham, yang tidak mengerti cara membaca laporan transaksi saham dan atau bahkan tidak bisa membedakan antara potential loss dan loss. Atau tidak bisa membedakan antara harga beli saham dan harga rata-rata beli saham. Oleh karena itu, pemahaman mengenai instrumen investasi sangat diperlukan agar tidak keliru dalam mengambil keputusan berinvestasi.
Simulasi
Ketiga, memulai investasi dengan simulasi. Seperti orang yang belajar main golf. Sebelum terjun ke lapangan, tentunya mesti belajar melakukan driving atau memukul bola dengan benar. Demikian juga dalam berinvestasi, tidak ada salahnya melakukan simulasi atau membuka account ”pura-pura”. Cara ini akan memudahkan Anda merasakan getaran dinamika investasi, khususnya di pasar saham.
Asumsikan Anda menempatkan dana Rp 250 juta untuk berinvestasi saham. Lalu, pilihlah saham yang Anda minati. Misalnya 5 jenis saham masing-masing Rp 50 juta. Lalu, lihat bagaimana hasil investasi saham itu satu bulan kemudian. Ada yang naik dan memperoleh gain dan ada juga yang loss. Hitung nilai net- nya. Itulah hasil investasi simulasi dalam satu bulan. Selanjutnya, Anda bisa mengubah portfolio saham tersebut, dengan mengganti saham-saham yang Anda beli. Dengan cara simulasi semacam ini, Anda akan terbiasa mengikuti gerakan pasar dan setelah saatnya tepat, barulah Anda berinvestasi di saham.
Keempat, melakukan investasi secara berkala. Ini merupakan salah satu poin penting dalam berinvestasi sekaligus menghindari kemungkinan menjadi investasi ”semusim”. Apa maksudnya? Investasi harus didasarkan pada perencanaan yang matang dan kemampuan keuangan yang relevan. Artinya, investasi sebaiknya tidak dilakukan dengan pemaksaan. Oleh karena itu, akan jauh lebih baik kalau dana yang ditempatkan dalam investasi dilakukan secara bertahap, terus- menerus, dan bersifat jangka panjang.
Dengan cara ini, investasi bukan lagi karena faktor pengaruh eksternal, melainkan karena keputusan pribadi. Hasilnya bisa lebih memuaskan ketimbang sekadar menjadi investor ”musiman”.
Beberapa tahun terakhir organisasi sektor publik menggunakan Balance Scorecard (BSc) yang awalnya digunakan oleh swasta sebagai alat untuk memaksimalkan keuntungannya. Di sektor publik, optimalisasi penggunaan sumber daya yang ada tidak ditujukan untuk memaksimalkan keuntungan.
Dengan menggunakan keempat perspektif BSc, organisasi (dalam hal ini departemen keuangan) memetakan keempat perspectif strateginya dalam peta strategi (strategy maps). Keempat perspektif BSc meliputi financial perspective, customer (stakeholder) perspective, internal perspective dan learning and growth perspective. Penggunaan BSc lebih banyak digunakan sebagai alat untuk strategic management yang desainnya disesuaikan sesuai dengan kebutuhan organisasi dan tidak untuk diterapkan sama persis pada setiap organisasi. Meskipun demikian setiap perspektif yang ada harus menunjukkan cause-effect relationship sehingga masing-masing dapat dihubungkan dengan misi yang akan dicapai. Cause-effect relationship tersebut menghubungkan kesiapan organisasi dengan proses internal organisasi dalam memproduksi layanan serta kemampuannya dalam menciptakan customer value serta tujuan finansialnya.
Perspektif Balanced Scorecard
Perspektif BSc terbagi atas 4 kelompok yang seluruhnya mendukung organisasi dalam menghasilkan value bagi organisasi yaitu:
1. Financial perspective
Kinerja organisasi dinilai dari sisi financial oleh stakeholdernya yang secara umum terdiri dari 2 hal yaitu maksimisasi penerimaan dan efisiensi pengeluaran.
2. Customer perspective
Kinerja organisasi dinilai dari kepuasan customer. Ukuran yang digunakan dalam perspektif pelanggan adalah nilai-nilai yang mempengaruhi kepuasan pelanggan. Yang secara umum terbagi dalam tiga hal yaitu nilai-nilai yang terkandung dalam jasa dan layanan kepada customer, hubungan dengan customer, serta image yang melekat di customer.
3. Internal process perspective
Merupakan proses internal yang dilakukan dalam membuat produk dan memberikan layanan. Proses internal setidaknya meliputi memproduksi dan memberikan layanan dan kemampuan proses internal untuk inovasi.
4. Learning and growth perspective
Dalam mendukung ketiga perspektif di atas dibutuhkan kesiapan organisasi untuk mendukungnya yang ada di perspektif ini. Dalam perspektif ini, intangible assets organisasi dioptimalkan dan dikembangkan serta diberdayakan sehingga siap untuk lingkungan yang turbulence.
INTANGIBLE ASSETS
Intangible asset atau aset tidak berwujud meliputi:
1. Human Capital (people)
Aset kompetensi dan komitmen sumber daya manusia organisasi. Aset ini bisa dibangun dengan mengidentifikasi terlebih dahulu kondisi SDM yang dimiliki organisasi. Langkah-langkah yang bisa dilakukan untuk meningkatkan human capital adalah identifikasi kondisi SDM yang ada, membuat profil kompetensi yang harus dimiliki SDM, membangun program peningkatan yang dapat berupa rekruitmen, pelatihan maupun pembangunan sistem remunerasi yang diperlukan serta menilai kesiapan organisasi.
2. Information Capital
Di tengah dunia informasi ini, organisasi harus fleksibel dan mampu berkembang. Organisasi mampu menggunakan teknologi informasi sehingga peningkatan aset ini dapat dilakukan dengan cara meningkatkan infrastruktur teknologi (hardware) dan aplikasi (software) yang digunakan. Terkadang aset ini dinilai dari berapa jumlah uang yang diinvestasikan tetapi yang lebih tepat dalam kaitannya dengan manajemen strategi adalah kemampuan aset ini mendukung kesiapan organisasi dan selaras dengan strategi yang ada. Contoh: sistem manajemen basis data dapat mendukung aset human capital sehingga urusan kepegawaian (statistik kompetensi pegawai) diproses lebih cepat.
3. Organizational Capital
Aset ini digunakan untuk mengukur culture organisasi apakah cukup untuk mendukung kesiapan organisasi.
No comments:
Post a Comment
Tak ada gading yang tak retak, saran dan kritik akan kami terima dengan senang hati. Anda sopan kami segan.