Wednesday, September 2, 2009

Globalisasi Sepakbola Untuk Siapa?

Istilah globalisasi sepakbola sepertinya mengadopsi istilah globalisasi yang dipakai dalam ekonomi. Dalam konteks ekonomi, ada pro dan kontrak dalam soal globalisasi. Joseph Stiglitz, pemenang Hadiah Nobel untuk ekonomi, misalnya menyebutkan bahwa globalisasi tidak jalan dan tidak bermanfaat untuk mereka yang miskin. Juga tidak bermanfaat untuk lingkungan. Dan yang terpenting globalisasi tidak bisa memberikan kestabilan ekonomi global.

Sebaliknya Martin Wolf, dari Financial Times, menegaskan keberhasilan globalisasi terhadap ekonomi dunia. Kalaupun ada hambatan bukan terletak di pasar, melainkan pada politik dan kebijakan. Iapun mengusulkan rute untuk ekonomi global yang lebih baik untuk masyarakat dunia.

Persoalan globalisasi sepakbola merupakan suatu topik menarik untuk dibahas. Apabila dalam Piala Dunia 2006 yang baru selesai muncul sinisme karena 4 semifinalis semuanya berasal dari Eropa bahkan ke-4 nya dari Eropa Barat. Tidak ada satupun tim yang berasal dari Eropa Timur. Lebih celakanya lagi negara-negara dari Afrika Selatan tidak terwakili, yang biasanya muncul sebagai semin finalis kali ini tidak terwakili. Tidak heran kritik bermunculan karena ada kesan FIFA ingin meneruskan mitos bahwa sejak Brazil menang Piala Dunia di Swedia pada tahun 1958 tidak satupun negara dari kawasan Afrika Selatan bisa memenangkan Piala Dunia jika dilaksanakan di Eropa. Salah satu pengkritik tersebut adalah Zico. Zico, yang pernah dikenal sebagai 'Pele Putih' mengeluarkan pernyataan tentang waktu bermain yang tidak menguntungkan dalam final Piala Dunia 2006. Pelatih Jepang ini mengkritik FIFA, Badan Sepakbola Dunia karena ternyata pertandingan yang dilangsungkan jam 15.00 sangat tidak tepat karena cuacanya panas. Lebih jauh Zico menuduh bahwa FIFA bekerja untuk kepentingan bisnis bukan untuk kepentingan sepakbola semata.

Bagi FIFA, penyelenggaraan final Piala Dunia memang urusan yang kompleks. Begitu banyak kepentingan yang harus diperhatikan, dipertimbangkan, dan didengar FIFA sebelum membuat keputusan. Bagaimanapun, sepakbola sudah mengglobal, sehingga FIFA pun harus melihat dari berbagai aspek.

Populer:
Begitu populernya sepakbola, setiap anak di negara dan teritorial manapun kenal dan bermain sepakbola, mulai dari negara yang merupakan 'super power' dalam sepakbola, Brazil sampai kepada Andorra, negara kecil di Eropa. Sementara di India, negara yang masyarakatnya lebih mengenal cricket, sepakbola makin mendapat tempat di hati masyarakat walaupun fasilitasnya kurang memadai. Tidak heran jika Bollywood merencanakan akan membuat 3 film tentang sepakbola.

Sepakbola memang bukan hanya Piala Dunia, namun final Piala Dunia seperti halnya yang saat ini sedang berlangsung di Jerman merupakan puncak dari kegiatan sepakbola. Ini dikarenakan Piala Dunia diperebutkan oleh ratusan tim-tim sepakbola yang mewakili negara-negara anggota FIFA.Walau begitu, akar dari kekuatan sepakbola terletak pada klub-klub yang tersebar di berbagai pelosok bumi. Klub-lah yang sesungguhnya menghidupkan sepakbola. Dengan didukung oleh organisasi yang bagus, klub-klub ini melakukan berbagai kegiatan antara lain rekrutmen anggota baru, latihan teratur, dan mengikuti kompetisi. Ini semualah yang membuat fondamen sepakbola bagus. Faktor-faktor ini yang membedakan kinerja suatu tim dari yang lainnya.

Klub-klub seperti AC Milan, Boca Juniors, Real Madrid, Manchester United, dan Sao Paulo, adalah beberapa nama-nama beken yang sudah lama sekali eksistensinya dalam sepakbola. Begitu berakarnya mereka dalam masyarakat terlihat dengan besarnya dukungan masyarakat ketika tim-tim tersebut bertanding. Klub-klub tersebut mempunyai sejarah perjuangan yang panjang dan spesifik. Klub Vasco da Gama dari Brazil yang pada awal pendiriannya menghimpun pemain-pemain dari golongan kulit putih miskin, mestizo, dan kulit hitam tidak disenangi oleh klub-klub besar. Sementara Barcelona yang didirikan oleh seorang berkebangsaan Swiss tidak bisa dilepaskan dari perjuangan bangsa Catalan.

Mengglobalnya sepakbola sudah jauh terjadi sebelum munculnya istilah globalisasi. Pada kesempatan lain Muammar Khadafi, pemimpin Libia, juga mengkritik FIFA karena lebih menguntungkan klub-klub besar serta mendukung 'sepakbola pasar budak', nampaknya pernyataan tersebut harus disikapi dengan kritis. Bagaimanapun sepakbola telah mampu membawa mereka yang berasal dari keluarga miskin menjadi pemain-pemain terkenal seperti Pele, Ronaldo, dan Ronaldinho. Ketenaran mereka memang mampu mengakumulasi kekayaan, namun sebagian mereka sumbangkan ke tempat mereka berasal. Tengok saja George Weah, mantan pemain AC Milan yang telah berbuat banyak untuk menolong anak-anak yang kurang beruntung di negara asalnya, Liberia.

Keberhasilan:
Di tengah keberhasilan FIFA dalam era globalisasi sepakbola, masih terlihat disparitas antara klub kaya dan klub miskin. Dana dan fasilitas sangat diperlukan, walau tidak menjamin kemenangan seperti pada klub-klub kaya yang kalah dari Barcelona dalam perebutan Piala Champions tahun ini. Namun demikian kita tidak bisa menutup mata bahwa masih banyak klub-klub yang merana membutuhkan perhatian lebih dari FIFA.

Pelajaran yang bisa diambil dari final Piala Dunia 2006, ternyata negara-negara yang ekonominya sulit bisa bersaing dengan tim-tim negara kaya tanpa rasa rendah diri. Lihat saja dengan Pantai Gading, Togo, Angola, dan Trinidad & Tobago. Bahkan Ghana prestasinya sangat mengejutkan. Pada akhirnya negara-negara berkembang harus memanfaatkan globalisasi sepakbola, tanpa harus terjebak dengan pro dan kontra globalisasi seperti terlihat pada pandangan Joseph Stiglitz dan Martin Wolf-perbaikan kompetisi yang didukung oleh organisasi yang bagus manajemennya, sumber daya manusia berkualitas, dan transparan. Dengan prinsip tata kelola organisasi yang baik, boleh jadi pada final Piala Dunia 2014 negara-negara berkembang sudah mampu berprestasi lebih baik.

Sepakbola memang olah raga paling populer di dunia. Ada yang senang ketika tim nya menang. Bahkan tiada hal yang lebih indah bagi bangsa Italia dengan keberhasilan negaranya meraih gelar juara Dunia 2006 setelah terakhir menjuarai Piala Dunia pada tahun 1982. Sementara itu, yang sedihpun tidak kurang banyaknya, terutama pendukung Prancis, Jerman, Argentina, Brazil, dan lainnya.

Memang sepakbola tidak bisa mengubah dunia. Artinya, keberhasilan dan kesuksesan tim sepakbola dari negara-negara miskin memang tidak bisa mengubah negara-negara tersebut menjadi kaya. Hanya saja, masyarakat tetap mendukung sepakbola karena melalui sepakbola kita semua terhibur, setidaknya dalam satu bulan setiap final Piala Dunia. Namun yang lebih penting lagi adalah bagaimana tim sepakbola dari negara berkembang bisa berbicara lebih banyak karena inilah esensi sebenarnya dari globalisasi sepak bola.



Trik Membuat Proposal

Membuat proposal bukan saja membutuhkan kejelian dalam menyelaraskan antara jenis projek (penelitian) dengan tujuan projek yang sesungguhnya, namun ada beberapa kiat atau jurus agar tidak salah sasaran.

Jurus-jurus jitu tersebut dilakukan untuk menyukseskan proposal sehingga dapat diterima oleh lembaga-lembaga donor yang berkaitan dengan projek penelitian, terutama lembaga-lembaga donor nasional maupun internasional.
Hal tersebut diungkapkan Prof. Dr. H. Rully Indrawan, M.Si., Pembantu Rektor II Universitas Pasundan (Purek II Unpas) dan Dr. Ir. Wisnu Cahyadi, M.Si (dosen Fak. Teknik Unpas) yang tampil bersamaan membawakan makalah berjudul "Langkah Jitu Dalam Penyusunan Proposal Proyek Penelitian", dalam acara lokakarya nasional bertema "Kiat Penyusunan Proposal Penelitian yang Efektif", diselenggarakan Lembaga Penelitian (Lemlit) Unpas Bandung, Sabtu (23/7) di Hotel Mitra Bandung.
Tampil sebagai pembicara lainnya adalah Prof. Dr. Mochammad Munir (Direktur Pembinaan Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat Dirjen Dikti), H. Bana G. Kartasasmita, Ph.D (Member of AMINEF Board of Management & Senior Consultant LAPI - ITB), dan Andi Eka Sakya (Deputi Bidang Program Riptek Kementerian Riset dan Teknologi).
"Jika ingin sukses, proposal yang akan diajukan haruslah meyakinkan. Menulis proposal tidak boleh asal-asalan, banyak aspek dalam proposal yang perlu diperhatikan. Proposal harus mempunyai dasar-dasar yang bisa memengaruhi lembaga donor. Mereka membutuhkan keyakinan bahwa dana yang mereka berikan akan banyak bermanfaat bagi semua pihak (stakeholders) dan jatuh pada lembaga yang tepat," paparnya.
Hal senada juga dikatakan H. Bana G. Kartasasmita. Mengapa banyak proposal ditolak? Di antaranya, karena permasalahan kurang strategis, hipotesis kurang kuat, permasalahan lebih rumit, permasalahan terlalu berlingkup kecil, masih diperlukan pilot studi, riset terlalu banyak komponennya, pernyataan proposal lemah tidak jelas tujuannya, dan banyak hal lainnya yang membuat proposal ditolak.
"Untuk itu, ada beberapa tip yang perlu dipegang, yaitu penuhi semua ketentuan pedoman pengajuan proposal, sesuaikan proposal kepada pola kerja dan prioritas penyandang dana, sesuaikan proposal dengan metode dan standar penelitian yang akan dihadapi, serta gunakan kalimat berita yang pendek dengan kata-kata yang tegas dan bernada positif. Di samping itu, berikan dokumentasi data dan statistik mutakhir, berikan kesan kepada penyandang dana bahwa dana yang diminta adalah investasi bukan hibah atau derma," urainya.
Peserta membludak
Lokakarya yang diikuti peserta dari Banda Aceh, Pontianak, Jakarta, Surabaya, dan Jawa Barat ini, menurut Ketua Lemlit Unpas, H. Aan Burhannuddin, S.H., M.H., benar-benar di luar dugaan, pesertanya membludak. Akibatnya, banyak calon peserta yang terpaksa ditolak karena sudah melebihi kapasistas yang telah ditentukan. Di samping itu, hal yang akan dicapai dalam lokakarya ini adalah nilai kualitasnya bagi para peserta.
"Apa yang dilakukan Unpas dengan aktivitas akademiknya ini jelas memberi pengaruh yang cukup besar bagi Unpas sendiri, terlebih dengan hadirnya peserta lokakarya dari berbagai perguruan tinggi di Indonesia ini akan semakin mengangkat citra Unpas. Di samping itu, lokakarya ini adalah upaya untuk meningkatkan kemampuan penelitian dengan meningkatkan kualitas penulisan proposal penelitian sehingga memiliki daya saing dalam kompetensi penilaian proposal penelitian, yang diselenggarakan oleh berbagai lembaga untuk mendapatkan dana penelitian," ujarnya.
Sementara itu, Prof. Dr. Mochammad Munir menjelaskan, kondisi objektif saat ini adalah budaya meneliti masih belum berkembang terutama pengabdian kepada masyarakat dan kreativitas mahasiswa di sebagian besar perguruan tinggi, termasuk budaya menulis artikel ilmiah masih perlu didorong secara terus-menerus. Masih besarnya ketimpangan (disparitas) kemampuan melaksanakan penelitian, pengabdian kepada masyarakat, dan kreativitas mahasiswa antarperguruan tinggi.
"Di samping belum berkembangnya budaya kemitraan antarperguruan tinggi dengan industri, pemerintah daerah dan masyarakat, serta lembaga-lembaga internasional dalam kegiatan penelitian, juga masih terbatasnya jejaring informasi dan kelembagaan penelitian dan pengembangan, baik di tingkat nasional, regional maupun internasional," ungkapnya. (A-73)***


Followers