Sahabat, kehidupan kita saat ini adalah hasil dari keputusan dan tindakan kita di masa lalu. Tindakan dan keputusan kita bertahun yang lalu, punya peran membentuk diri kita saat ini. Keputusan dan tindakan kita kemarin, telah menjadikan kita sebagaimana kita yang hari ini.
"Trouble is a friend." - Lenka
Maka sahabat, setiap keputusan dan tindakan kita hari ini, akan menentukan bagaimana kita di masa depan. Jika kita menginginkan kebaikan terjadi pada diri kita di hari esok, maka segala keputusan dan tindakan kita hari ini, juga harus menjadi keputusan dan tindakan yang baik-baik.
Keputusan dan tindakan yang baik, adalah keputusan dan tindakan yang sangat jelas memberi sinyal tentang arah di dalam rute yang benar menuju kepada kebaikan kita di masa depan.Keputusan dan tindakan yang baik adalah bukan yang berbelok arah, dan bukan pula yang berbalik arah dari rute itu.
Kita sering sekali merasakan kesulitan untuk meyakini tingkat kebaikan yang tepat terkait dengan keputusan yang kita ambil dan tindakan yang kita lakukan.
"Apakah keputusan yang saya ambil ini sudah baik dan tepat?"
"Apakah tindakan yang akan saya lakukan ini sudah baik dan tepat?"
Perasaan seperti itu bisa berakibat buruk pada kestabilan diri dan menciptakan keraguan serta kegamangan. Akibatnya, perjalanan kita menuju kepada kebaikan akan kita rasakan sebagai langkah-langkah yang terseok dan rapuh. Diri, pikiran, dan perasaan kita juga akan menjadi lebih rapuh, menjadi lebih rentan di hadapan badai kehidupan.
Itu sebabnya sahabat, kita memerlukan keyakinan yang lebih kuat di dalam mengambil keputusan dan melakukan tindakan. Hanya dengan ini, maka mata dan hati kita juga hanya akan tertuju ke depan. Dan tentunya, keadaan ini akan membuat kita bisa memudahkan jalan menuju kepada kebaikan yang kita cita-citakan.
Keyakinan, sering kita anggap sebagai sesuatu yang sulit kita capai tingkatan idealnya. Ini ada benarnya, sebab keyakinan adalah tiang penyangga yang kekuatannya tidak datang begitu saja. Kekuatan keyakinan, adalah kekuatan yang harus kita bangun setiap saat, setiap hari.
"Apakah keputusan yang saya ambil ini sudah baik dan tepat?"
"Apakah tindakan yang akan saya lakukan ini sudah baik dan tepat?"
adalah
"Apakah saya yakin bahwa keputusan yang saya ambil ini sudah baik dan tepat?"
"Apakah saya yakin tindakan yang akan saya lakukan ini sudah baik dan tepat?"
Dan sungguh sahabat, Tuhan begitu menyayangi kita dengan menganugerahkan sebuah kemampuan yang memang sesuai dengan kesanggupan setiap manusia. Dengan kemampuan itu, setiap kita telah diciptakan untuk mampu membangun keyakinan. Kemampuan itu, adalah kemampuan untuk MEMILIH.
HAL TERPENTING DI BALIK SETIAP KEPUTUSAN DAN TINDAKAN
Hal terpenting di balik setiap keputusan dan tindakan, adalah PILIHAN. Dengan kata lain, setiap keputusan dan tindakan adalah identik dengan PILIHAN. Dan kita sama mengetahui, bahwa setiap penyimpangan, kemunduran, atau terhentinya perjalanan menuju kepada kebaikan, hanya disebabkan oleh kegagalan dalam mengambil keputusan dan dalam melakukan tindakan. Maka sesungguhnya, kegagalan itu adalah kegagalan di dalam menetapkan PILIHAN.
Dengan kata lain sahabat, berhasil atau tidaknya kita mencapai tujuan dan cita-cita kebaikan, adalah ditentukan oleh besarnya kekuatan dari PILIHAN yang kita tetapkan.
PILIHAN itu sendiri adalah fenomena obyektif yang dihamparkan di hadapan kita setiap saat, setiap waktu. Dengan obyektifitasnya itu, maka PILIHAN adalah sesuatu yang netral dan apa adanya. Dalam pada itu, segala pilihan kebaikan yang kita tetapkan sebagai tujuan di dalam kehidupan, adalah sesuatu yang amatsubyektif sifatnya, di mana untuk menuju kepada kebaikan ada begitu banyak pintu-pintu kebaikan. Apa yang perlu kita tempuh dengan demikian, adalah menjadikan diri kita sebagai pribadi-pribadi yang mempunyai kekuatan di dalam MEMILIH.
BERDIRI ATAU JATUH DI HADAPAN PILIHAN
Setiap kali kita dihadapkan pada PILIHAN, maka pada ketika itu SESUNGGUHNYALAH fungsi kemanusiaan kita sedang berada di titik PUNCAKNYA. Ketika kita berada di tengah masalah, kita berada di tengah hutan rimba PILIHAN. Segala hal yang berkecamuk di dalam pikiran dan perasaan kita, adalah hamburan-hamburan PILIHAN. Ketika itulah, kekuatan kita di dalam menetapkan PILIHAN menjadi sangat berperan.
Pada ketika itu, inilah yang berlangsung dan terjadi pada diri kita sebagai normalnya manusia:
1. Kita sebenarnya TEGAK BERDIRI sebagai manusia dengan keaktifan PERASAAN di titik puncak.
2. Kita sebenarnya TEGAK BERDIRI sebagai manusia dengan keaktifan PIKIRAN di titik puncak.
Hanya PERASAAN yang mendominasi lebih dari proporsinyalah, yang membuat kita TERJATUH ke dalam PILIHAN yang impulsif, kompulsif, atau obsesif, yang akan menjadi sebab bagi penyesalan kita di kemudian hari. Penyesalan yang terjadi karena gagalnya upaya untuk tetap mengarah kepada kebaikan. Penyesalan yang terjadi akibat pengambilan keputusan yang berujung pada tindakan yang justru mensabotase kebaikan. Kita sering menyebut hal ini sebagai keputusan dan tindakan yang kurang menggunakan AKAL SEHAT.
Hanya PIKIRAN yang mendominasi lebih dari proporsinyalah, yang membuat kita TERJATUH ke dalam PILIHAN yang rigid alias kaku dan berdarah dingin, yang juga akan menjadi sebab bagi penyesalan kita di kemudian hari. Penyesalan yang juga terjadi karena gagalnya upaya untuk tetap mengarah kepada kebaikan. Penyesalan yang terjadi akibat pengambilan keputusan yang berujung pada tindakan yang justru juga mensabotase kebaikan. Kita sering menyebut hal ini sebagai keputusan dan tindakan yang KURANG BERPERASAAN.
Lebih dari itu sahabat, hanya PERASAAN dan PIKIRAN yang mendominasi JIWA lebih dari proporsinyalah, yang membuat kita TERJERUMUS ke dalam pilihan yang buruk, yang jauh dari kebaikan, yang dipastikan akan menjadi sebab bagi penyesalan kita di kemudian hari. Penyesalan yang terjadi karena KEGAGALAN KEMANUSIAAN yang meng-gagal-total- kan kebaikan. Kita akan menyebut hal ini sebagai keputusan dan tindakan yang TIDAK BERPERIKEMANUSIAAN.
Dari itu sahabat yang baik, apa yang perlu kita lakukan adalah terus belajar di dalam kebaikan, dengan terus berlatih guna menguatkan KEKUATAN MEMILIH, agar perasaan dan pikiran tetap menjadi "alat" kita dan tidak sebaliknya malah "memperalat" kita yang sebenarnya sedang menuju kepada cita-cita kebaikan.
MELATIH KEKUATAN MEMILIH
Demi ekologisnya PILIHAN keputusan dan tindakan kita saat ini, dan demi ekologisnya semua itu dengan masa depan, maka kita perlu berhati-hati menetapkan PILIHAN keputusan dan PILIHAN tindakan. Agar kita sebagai manusia yang baik-baik, tidak TERJATUH atau TERJERUMUS dan kemudian terlepas dari kebaikan kemanusiaan.
Sahabat, "ekologis" itu mudahnya adalah, "tetap melekat pada kebaikan dan terus membawa kebaikan, kapanpun dan dimanapun."
Mari kita sama-sama belajar dan berlatih.
Sahabat, perhatikanlah daftar berikut ini dan jika perlu tambahkanlah sendiri daftar ini sesuai dengan kondisi dan keadaan sahabat, apapun kondisi dari PERASAAN dan PIKIRAN sahabat saat ini.
01. TAQWA versus FUJUR
02. BENAR versus SALAH
03. PAHALA versus DOSA
04. BERMORAL versus AMORAL
05. BAIK versus BURUK
06. PINTAR versus BODOH
07. SMART versus STUPID
08. CANTIK versus TIDAK CANTIK (bukan tentang fisik)
09. COOL versus NOT COOL
10. KEREN ABIEZ versus NORAK ABIS
11. GUE BANGET versus BUKAN GUE BANGET (di dalam kebaikan)
12. AMAN versus TIDAK AMAN (bagi kebaikan)
13. MEMULUSKAN versus MENGHAMBAT (proses menuju kebaikan)
14. NYAMAN versus TIDAK NYAMAN (untuk kebaikan diri sendiri)
15. BERANI (karena benar) versus TAKUT (karena salah)
16. HIDUP versus MATI
17. BERSYUKUR versus TIDAK BERSYUKUR
18. SABAR versus AMARAH
19. ENAK versus MEMUAKKAN
20. BIJAK versus TIDAK BIJAK
21. CINTA versus BENCI
22. ADIL versus DZALIM
23. KAYA versus MISKIN (bicara akibat)
24. KEBAHAGIAAN versus PENDERITAAN (bicara akibat)
25. KETERATURAN versus KEKACAUAN
26. MENANG versus KALAH
27. SELESAI versus TAMBAH RUNYAM
28. Dan seterusnya.
Sahabat bisa menambahkan pasangan-pasangan kontras sebanyak yang sahabat mau, sesuai yang bisa sahabat PIKIRKAN dan RASAKAN saat ini. Semakin sahabat menambahkannya, semakin banyak pintu-pintu kebaikan yang berpotensi sahabat masuki.
Sahabat, apa yang kita lakukan setiap saat adalah memberi MAKNA, sebab kehidupan adalah tentang MAKNA. Dan kita, baru saja memberi MAKNA bagi berbagai kemungkinan keputusan dan tindakan yang dihadapkan kepada kita setiap saat dan setiap hari.
MAKNA-MAKNA itu, akan kita jadikan LABEL alias penanda bagi berbagai kemungkinan sebagai calon PILIHAN. LABEL-LABEL itu, adalah PINTU-PINTU menuju kepada kebaikan.
Pasangan LABEL itu secara sengaja dan khusus saling kita hadapkan sebagai dua kutub yang bertentangan. Di dalam teknik persuasi, upaya ini disebut dengan "the power of contrast".
Ingatlah sahabat, bahwa ketika kita me-LABEL-kan sebuah makna, maka LABEL itu melekat pada berbagai kemungkinan dan BUKAN pada DIRI KITA. LABEL-LABEL itu mewakili karakteristik, sifat, dan potensi dari berbagai PILIHAN kita nantinya.
Ketika kita berhadapan dengan berbagai kemungkinan keputusan dan tindakan kehidupan, tahan dirilah sejenak untuk tidak langsung menetapkan PILIHAN KEPUTUSAN atau bahkan langsung melakukan apa yang menjadi PILIHAN TINDAKAN. Tuailah manfaat terbesar dari kesabaran, yaitu KEKUATAN UNTUK MEMILIH. Dan inilah yang perlu sahabat lakukan di saat JEDA itu.
Pertama, urutkanlah ulang semua koleksi LABEL di atas.
Ketika sahabat melakukannya, jangan lupa untuk MENGAMBIL angka nol (0) yang berada di depan semua angka di atas. Angka nol itu tidak kita buang, melainkan kita tanamkan kepada diri kita, bahwa itu adalah sebuah SIMBOL bagi jiwa kita yang baik, bahwa kita sedang dengan sengaja berdiri di titik nol, alias di titikNETRAL. Dengan tidak lagi mengandung angka "nol" di depannya, hasil pengurutan ulang yang sahabat lakukan, akan sangat mencerminkan tingkat kepentingannya bagi sahabat sendiri.
Mengurutkan ulang ini bisa kita lakukan dengan merasakan pengaruh terbesar dari pasangan LABEL terhadap perasaan dan pikiran kita. Misalnya saja, kita sangat benci disebut "BODOH" maka tentunya kita akan sangat senang disebut "PINTAR". Pada hari-hari yang lain, kita mungkin lebih senang disebut "ADIL" dan sangat tidak senang disebut "DZALIM". Ini sangat tergantung pada mood, atau kondisi perasaan dan pikiran kita pada suatu saat.
Apa yang biasanya terjadi, adalah otomatisnya kita melekatkan berbagai LABEL itu ke diri kita sendiri.Jika orang lain yang melakukannya, maka kita cenderung meng-ya-kannya. Maka kita bisa memaklumi, bahwa akibatnyapun akan sangat mungkin menjadi keputusan dan tindakan yang juga otomatis, yang justru menjatuhkan atau menjerumuskan.
Itulah keadaan di mana kita sedang "diperalat" oleh pikiran dan perasaan kita sendiri. Salah satu ciri dari kondisi "diperalat", adalah ketika kita berada dalam situasi "miskin pilihan pasangan LABEL". Misalnya, ketika kita melihat suatu persoalan hanya sebagai "MENANG versus KALAH". Padahal, belum tentu bahwa "MENANG versus KALAH" adalah di puncak peringkat.
Menjalani proses jeda dan mengurutkan ulang ini, adalah upaya awal bagi kita untuk menggeser semua LABEL agar tidak lagi "memperalat" melainkan menjadi "alat" yang bisa kita gunakan untuk mengelola PILIHAN-PILIHAN.
Mengurutkan ulang ini, juga bisa dilakukan dengan menjawab pertanyaan, "Apa yang paling penting buat saya saat ini?" - Apapun jawaban yang sahabat dapatkan, selalulah menjadikannya sebagai pasangan LABEL yang saling bertentangan. Misalnya, jika yang paling penting bagi sahabat pada suatu saat adalah "SELESAINYA MASALAH", maka pasangan kontrasnya adalah "MASALAH TAMBAH RUNYAM".
Sahabat, apapun hasil dari mengurutkan ulang di atas, adalah cerminan dari kondisi dan situasi diri sahabat pada saat itu. Dan manapun pasangan LABEL yang berada di puncak peringkat, hanya berarti satu, yaitu bahwa sahabat sedang berada di puncak performa sebagai pribadi yang sesungguhnya baik.
Maka sahabat, mengurutkan ulang semua pasangan LABEL sebagaimana di atas, adalah upaya mengakomodasi perasaan dan sekaligus pikiran dengan tetap berada di dalam kerangka kebaikan.
Kedua, ambillah satu pasangan LABEL yang sedang berada di puncak peringkat. Misalnya "BAIK versus BURUK". Mulai dari sini, konsistenlah HANYA dengan pasangan LABEL ini saja (lihat note di bagian bawah ini).
Ketiga, bersiaplah untuk melekatkan pasangan LABEL itu kepada kemungkinan- kemungkinan keputusan dan tindakan yang sedang sahabat hadapi. Tapi, tunda dulu proses ini.
Keempat, PILIHLAH SATU LABEL untuk MEMAKNAI setiap kemungkinan keputusan dan tindakan yang kita hadapi.
Kemudian, mulailah sahabat melakukan LABELLING. Misalnya, "kemungkinan A" berlabel "BAIK", "kemungkinan B" berlabel "BAIK", "kemungkinan C" berlabel "BURUK" dan seterusnya.
Di awal proses, kemungkinan keputusan dan tindakan itu mungkin saja lebih dari dua, atau bahkan banyak. Akan tetapi, lekatilah dengan HANYA salah satu dari dua PILIHAN LABEL MAKNA di puncak peringkat. Jangan gunakan LABEL dari pasangan LABEL di peringkat yang lain, sebab itu akan memicu "konflik internal" di dalam perasaan dan pikiran sahabat.
Sejalan dengan waktu, sahabat akan menemukan bahwa setiap masalah sebenarnya hanya akan bermuara pada dua ujung yang sifat, karakter, dan potensinya bertolak belakang.
Kelima, simpulkan.
Kini sahabat memiliki cara yang lebih mudah dan lebih bijak untuk menetapkan PILIHAN keputusan dan PILIHAN tindakan, sehingga Insya Allah keputusan dan tindakan sahabat memang bisa sahabat yakini mengarah kepada tujuan kebaikan.
Note: Dalam hal terjadi keseimbangan hasil di antara dua LABEL kontras, barulah sahabat bisa bergeser ke pasangan LABEL di peringkat berikutnya. "Tata tertib" ini memang diperlukan agar tidak memicu "konflik internal" sebagaimana diungkapkan di atas.
Peringkat dari pasangan-pasangan LABEL itu juga akan berubah-ubah urutannya, tergantung pada situasi dan keadaan pikiran dan perasaan sahabat di setiap saat. Peringkat hari ini mungkin akan berbeda dengan peringkat besok. Apa yang penting, adalah sahabat selalu mempunyai pasangan kontras, di mana yang satu menuju kepada cita-cita kebaikan dan satu lagi sebaliknya.
Semoga, kita semua bisa lebih banyak berlatih dan belajar setiap hari, ketika kita dihadapkan pada berbagai PILIHAN kemungkinan dari keputusan dan tindakan di dalam hidup yang menuju kepada kebaikan. Sehingga, apapun LABEL yang sedang kita lekatkan kepada berbagai kemungkinan itu secara obyektif, sahabat tetap berdiri sebagai pribadi yang secara subyektif baik.
Semoga sahabat semua menjadi lebih mudah menemukan cara yang memuluskan jalan menuju kepada cita-cita kebaikan. Aamiin. Aamiin.
O ya sahabat, bukankah semua pelajaran di atas sesungguhnya adalah tentang MELATIH HATI NURANI?
Artikel diambil dari sebuah milis dan disadur kembali oleh:
Koko Jorganizer: 024-7060.9694
Sosialisasi Sejarah Historimedia Sejarawan Kontemporer Modern (whatsapp: 0823.2223.2268)
Showing posts with label kekuatan. Show all posts
Showing posts with label kekuatan. Show all posts
Monday, April 19, 2010
Saturday, April 17, 2010
Gapailah Cinta Allah
Bahasa sehari-hari mengenal istilah Allah yang di atas, atau Allah yang di langit. Langit sering didefinisikan sebagai batas pandangan mata.
Dalam al Quran langit disebut dengan nama sama' atau samawat. Dalam bahasa Arab, sama' mengandung dua artinya, pertama, ma `ala ka, apa yang di atasmu. Dari pengertian ini maka plafon di rumah kita di sebut langit-langit. Ke dua, langit adalah ungkapan tentang sesuatu yang tidak terjangkau oleh akal kita. Jika disebut surga berada di langit artinya akal kita tidak akan mampu melacak keberadaannya. Surga dapat dilacak dengan keyakinan atau iman, bukan dengan rasio. Bahasa sehari-hari juga suka menggunakan istilah langit meski kurang tepat, misalnya menyebut kecantikan luar biasa dari seorang gadis dengan menyebut cantiknya selangit, kekayaan yang sangat banyak disebut kayanya selangit , dan ungkapan semisal lainnya.
Orang beriman meyakini bahwa di balik alam raya ini ada alam langit atau `alam malakut satu tempat yang sangat tinggi dimana blue print alam raya dengan segala kehidupannya itu berada dan dikendalikan, dan Allah bersemayam di `arasy Nya mengendalikan kekuasaanya melalui sistem sunnatulllah, dan Dia mengontrolnya secara detail hingga jatuhnya selembar daunpun berada dalam kontrol Nya.
Di mana letak alam malakut dan dimana `arasy Allah, akal kita tidak mungkin menjangkaunya, karena Allah Maha Tinggi sedangkan kita sebagai hamba memiliki keterbatasan yang sangat banyak. Meski demikian, dengan sifat Rahman dan Rahim Nya Allah memberi infrastruktur kepada kita untuk dapat mendekat kepada Nya. Allah menempatkan sifat ilahiah pada setiap diri kita, apa yang dalam Islam disebut nasut. Allah juga menempatkan cahaya (nur) Nya pada setiap hati (qalb) kita, disebut nuraniyyun (hati nurani) yang memiki kapasitas pandangan batin sebagai lawan dari pandangan mata kepala, oleh Al Quran disebut bashirah (Q/75:14-15) .
Jika sifat Allah al Bashir mengandung arti Allah mampu melihat sesuatu secara total tanpa alat bantu, maka bashirah nya kita atau hati nurani kita juga dapat menembus dinding-dinding pembatas, secara internal melihat diri sendiri, introspeksi secara jujur dan hati nurani tidak bisa diajak berdusta, sedangkan secara ekternal, nurani dapat menerobos ke alam malakut bercengkerama dengan ruhaniyyun (malaikat atau arwah manusia) dan bahkan bisa bercengkerama dengan Allah Yang Maha Pengasih lagi Penyayang. D
Dengan sifat Nasut itulah kita pada suatu ketika rindu kepada Allah. Sifat Nasut itu bagaikan api yang selalu menyala ke atas. Orang yang sedang rindu kepada Allah, maka pandangannya selalu ke atas mencari Dia Yang Maha Tinggi di 'alam atas'. Kerinduan kepada ALlah itu memuncak ketika seseorang berhasil bekerja keras mensucikan jiwanya (tazkiyyat an nafs) hingga jiwanya mencapai tingkat nafs al muthma'innah, yakni jiwa yang tenang, atau ketika Allah berkenan mendekati hamba-hamba- Nya yang dikehendaki Nya sehingga orang itu dalam waktu cepat tersucikan jiwanya (Q/ 4:49)
Di sisi lain, Allah senantiasa merindukan kehadiran kita ke haribaan rahmat Nya. Allah sangat antausias menyongsong hambanya. Jika kita mendekati Allah dengan jalan kaki, maka Allah akan menyongsongnya dengan berlari. Itulah yang menyebabkan ada orang yang sudah sejak kecil menjadi muslim tetapi tak kunjung berkualitas, sementara ada orang yang belum lama menjadi muallaf tetapi sudah mencapai pencerahan Ilahiah, karena ia disongsong oleh Sang Khaliq. Di satu pihak, kita memang memiliki bakat kerinduan kepada Allah dan untuk itu ia berusaha naik ke atas(taraqqi) , di pihak lain, Allah yang merindukan kehadiran kita, berlari turun dari atas(tanazul) menyongsong setiap hambaNya yang berusaha keras mendekat (taqarrub). Ada tiga jalan yang kita bisa tempuh untuk menggapai cinta Allah.
Pertama: Thariqat as Syar`iy, jalan syari'at. Siapa saja yang berusaha keras konsisten mengikuti syari'at Islam, sholatnya, puasanya, berdagangnya, berpolitiknya, dan seluruh aspek hidupnya, maka dijamin ujungnya adalah dar al muqarrabin, wisma khusus untuk orang-orang dekat. Siapa saja yang secara konsisten mengikuti petunjuk Allah Subhanahu Wa Ta'ala dalam hidupnya, yakni mengikuti aturan Allah tentang halal-haram, mengerjakan perintahNya dan menjauhi larangan Nya, maka ia berpeluang untuk mendapatkan Cinta Allah Subhanahu Wa Ta'ala.
Kedua: Thariqat ahl az zikr, jalannya ahli zikir. Barang siapa yang dalam hidupnya selalu berzikir maka ia akan sampai ke tingkat dekat dengan Allah. Zikir artinya menyebut atau mengingat. Orang awam berzikir dengan mulutnya dalam bentuk menyebut asma Allah atau kalimah thayyibah, meski hatinya belum tentu ingat Allah. Lihatlah orang yang ikut zikir bersama Arifin Ilham, ia bisa menangis haru interospeksi. Jika zikir itu dipelihara, dikerjakan secara sistemik, maka lama-kelamaan hatinya menjadi dekat dengan Allah yang selalu disebutnya. Sementara orang khawas berzikir dengan hatinya. Keadaan apapun yang dihadapinya dalam hidup, hatinya tetap mengingat Allah. Ada beberapa tingkatan zikir, yaitu zikir jahr, zikir keras-keras, kemudian meningkat ke zikir khofiy, zikir yang tidak mengeluarkan suara tetapi penuh d dalam hati, kemudian tafakkur, berkelana secar ruhaniyyah merenungkan kebesaran Allah, dan yang tertinggi adalah tadabbur, yakni melihat benda atau
alampun langsung terbayang Sang Pencipta (tadabbur `alam).
Ketiga: Thariqat mujahidat as Syaqa, memilih jalan yang sulit. Bagi penganut jalan ini, hidup secara biasa itu berarti tidak tahu diri dan kurang bersyukur nikmat Allah. Ia paksakan dirinya mengerjakan yang sunnah karena yang wajib sudah lewatinya dengan riang gembira, ia haramkan untuk dirinya apa yang subhat. Ia lebih suka tidur di kasur yang sederhana, meski memiliki kamar yang mewah, ia memakan makanan yang tidak enak meski tersedia makanan lezat, ia pergi ke masjid dengan jalan kaki meski punya mobil, semua yang sulit menjadi pilihannya untuk menggapai cinta Allah. Baginya menempuh kesulitan dalam perjalanan mendekat kepada Allah itu satu kenikmatan, dan baginya pula, menggunakan fasilitas kemudahan dalam perjalanan rasanya malu dihadapan Allah. Jalan yang tidak mudah, tidak semua orang sanggup memilih jalan sulit untuk menggapai cinta Allah.
Artikel ini diambil dari sebuah milis dan blog, lalu disadur kembali oleh:
Koko Jorganizer: 024.7060.9694
Dalam al Quran langit disebut dengan nama sama' atau samawat. Dalam bahasa Arab, sama' mengandung dua artinya, pertama, ma `ala ka, apa yang di atasmu. Dari pengertian ini maka plafon di rumah kita di sebut langit-langit. Ke dua, langit adalah ungkapan tentang sesuatu yang tidak terjangkau oleh akal kita. Jika disebut surga berada di langit artinya akal kita tidak akan mampu melacak keberadaannya. Surga dapat dilacak dengan keyakinan atau iman, bukan dengan rasio. Bahasa sehari-hari juga suka menggunakan istilah langit meski kurang tepat, misalnya menyebut kecantikan luar biasa dari seorang gadis dengan menyebut cantiknya selangit, kekayaan yang sangat banyak disebut kayanya selangit , dan ungkapan semisal lainnya.
Orang beriman meyakini bahwa di balik alam raya ini ada alam langit atau `alam malakut satu tempat yang sangat tinggi dimana blue print alam raya dengan segala kehidupannya itu berada dan dikendalikan, dan Allah bersemayam di `arasy Nya mengendalikan kekuasaanya melalui sistem sunnatulllah, dan Dia mengontrolnya secara detail hingga jatuhnya selembar daunpun berada dalam kontrol Nya.
Di mana letak alam malakut dan dimana `arasy Allah, akal kita tidak mungkin menjangkaunya, karena Allah Maha Tinggi sedangkan kita sebagai hamba memiliki keterbatasan yang sangat banyak. Meski demikian, dengan sifat Rahman dan Rahim Nya Allah memberi infrastruktur kepada kita untuk dapat mendekat kepada Nya. Allah menempatkan sifat ilahiah pada setiap diri kita, apa yang dalam Islam disebut nasut. Allah juga menempatkan cahaya (nur) Nya pada setiap hati (qalb) kita, disebut nuraniyyun (hati nurani) yang memiki kapasitas pandangan batin sebagai lawan dari pandangan mata kepala, oleh Al Quran disebut bashirah (Q/75:14-15) .
Jika sifat Allah al Bashir mengandung arti Allah mampu melihat sesuatu secara total tanpa alat bantu, maka bashirah nya kita atau hati nurani kita juga dapat menembus dinding-dinding pembatas, secara internal melihat diri sendiri, introspeksi secara jujur dan hati nurani tidak bisa diajak berdusta, sedangkan secara ekternal, nurani dapat menerobos ke alam malakut bercengkerama dengan ruhaniyyun (malaikat atau arwah manusia) dan bahkan bisa bercengkerama dengan Allah Yang Maha Pengasih lagi Penyayang. D
Dengan sifat Nasut itulah kita pada suatu ketika rindu kepada Allah. Sifat Nasut itu bagaikan api yang selalu menyala ke atas. Orang yang sedang rindu kepada Allah, maka pandangannya selalu ke atas mencari Dia Yang Maha Tinggi di 'alam atas'. Kerinduan kepada ALlah itu memuncak ketika seseorang berhasil bekerja keras mensucikan jiwanya (tazkiyyat an nafs) hingga jiwanya mencapai tingkat nafs al muthma'innah, yakni jiwa yang tenang, atau ketika Allah berkenan mendekati hamba-hamba- Nya yang dikehendaki Nya sehingga orang itu dalam waktu cepat tersucikan jiwanya (Q/ 4:49)
Di sisi lain, Allah senantiasa merindukan kehadiran kita ke haribaan rahmat Nya. Allah sangat antausias menyongsong hambanya. Jika kita mendekati Allah dengan jalan kaki, maka Allah akan menyongsongnya dengan berlari. Itulah yang menyebabkan ada orang yang sudah sejak kecil menjadi muslim tetapi tak kunjung berkualitas, sementara ada orang yang belum lama menjadi muallaf tetapi sudah mencapai pencerahan Ilahiah, karena ia disongsong oleh Sang Khaliq. Di satu pihak, kita memang memiliki bakat kerinduan kepada Allah dan untuk itu ia berusaha naik ke atas(taraqqi) , di pihak lain, Allah yang merindukan kehadiran kita, berlari turun dari atas(tanazul) menyongsong setiap hambaNya yang berusaha keras mendekat (taqarrub). Ada tiga jalan yang kita bisa tempuh untuk menggapai cinta Allah.
Pertama: Thariqat as Syar`iy, jalan syari'at. Siapa saja yang berusaha keras konsisten mengikuti syari'at Islam, sholatnya, puasanya, berdagangnya, berpolitiknya, dan seluruh aspek hidupnya, maka dijamin ujungnya adalah dar al muqarrabin, wisma khusus untuk orang-orang dekat. Siapa saja yang secara konsisten mengikuti petunjuk Allah Subhanahu Wa Ta'ala dalam hidupnya, yakni mengikuti aturan Allah tentang halal-haram, mengerjakan perintahNya dan menjauhi larangan Nya, maka ia berpeluang untuk mendapatkan Cinta Allah Subhanahu Wa Ta'ala.
Kedua: Thariqat ahl az zikr, jalannya ahli zikir. Barang siapa yang dalam hidupnya selalu berzikir maka ia akan sampai ke tingkat dekat dengan Allah. Zikir artinya menyebut atau mengingat. Orang awam berzikir dengan mulutnya dalam bentuk menyebut asma Allah atau kalimah thayyibah, meski hatinya belum tentu ingat Allah. Lihatlah orang yang ikut zikir bersama Arifin Ilham, ia bisa menangis haru interospeksi. Jika zikir itu dipelihara, dikerjakan secara sistemik, maka lama-kelamaan hatinya menjadi dekat dengan Allah yang selalu disebutnya. Sementara orang khawas berzikir dengan hatinya. Keadaan apapun yang dihadapinya dalam hidup, hatinya tetap mengingat Allah. Ada beberapa tingkatan zikir, yaitu zikir jahr, zikir keras-keras, kemudian meningkat ke zikir khofiy, zikir yang tidak mengeluarkan suara tetapi penuh d dalam hati, kemudian tafakkur, berkelana secar ruhaniyyah merenungkan kebesaran Allah, dan yang tertinggi adalah tadabbur, yakni melihat benda atau
alampun langsung terbayang Sang Pencipta (tadabbur `alam).
Ketiga: Thariqat mujahidat as Syaqa, memilih jalan yang sulit. Bagi penganut jalan ini, hidup secara biasa itu berarti tidak tahu diri dan kurang bersyukur nikmat Allah. Ia paksakan dirinya mengerjakan yang sunnah karena yang wajib sudah lewatinya dengan riang gembira, ia haramkan untuk dirinya apa yang subhat. Ia lebih suka tidur di kasur yang sederhana, meski memiliki kamar yang mewah, ia memakan makanan yang tidak enak meski tersedia makanan lezat, ia pergi ke masjid dengan jalan kaki meski punya mobil, semua yang sulit menjadi pilihannya untuk menggapai cinta Allah. Baginya menempuh kesulitan dalam perjalanan mendekat kepada Allah itu satu kenikmatan, dan baginya pula, menggunakan fasilitas kemudahan dalam perjalanan rasanya malu dihadapan Allah. Jalan yang tidak mudah, tidak semua orang sanggup memilih jalan sulit untuk menggapai cinta Allah.
Artikel ini diambil dari sebuah milis dan blog, lalu disadur kembali oleh:
Koko Jorganizer: 024.7060.9694
Subscribe to:
Posts (Atom)