Dalam sejarah modern, adalah Adolf Hitler (1889-1945) yang pertama kali
menggunakan mind manipulation atau manipulasi pikiran sebagai senjata.
Ibarat komputer, mind atau ”gugusan pikiran” manusia dapat dimanipulasi,
dapat di-hack, bahkan dapat disusupi virus untuk merusak seluruh
jaringannya.
*Perilaku manusia*
Dalam otobiografinya (Mein Kampf), Hitler menulis,
> ”Teknik propaganda secanggih apa pun tak akan berhasil bila hal yang
> terpenting tidak diperhatikan. Yaitu, membatasi kata-kata dan memperbanyak
> pengulangan.”
>
Kemungkinan besar, Hitler telah mempelajari penemuan Pavlov, ilmuwan asal
Rusia dan peraih hadiah Nobel 1904 untuk psikologi dan ilmu medis. Melalui
teorinya tentang conditioned reflex atau involuntary reflex action, sang
ilmuwan membuktikan, *”perilaku manusia dapat diatur atau dikondisikan” *sesuai
”proses pembelajaran yang diperolehnya”.
Sebenarnya Pavlov terinspirasi oleh law of association atau ”*hukum
keterkaitan*” yang banyak dibahas para pujangga dan ilmuwan sebelumnya.
Menurut hukum itu, ”*suatu kejadian*” dalam hidup manusia atau bentuk
kehidupan lain —tetapi tidak terbatas pada hewan dan tumbuhan—dapat
dikaitkan dengan ”*keadaan*” atau ”*perangsang*” atau ”*apa saja*” yang
sebenarnya tidak terkait secara langsung dengan kejadian itu.
Ketika seekor anjing diberi makanan, ia mengeluarkan air liur. Ini disebut
refleks yang lazim atau unconditioned reflex. Ia tak perlu menjalani proses
pembelajaran.
Namun, pada saat yang sama bila dibunyikan lonceng, terjadilah proses
pembelajaran. Anjing itu mulai ”mengaitkan” bunyi lonceng dengan makanan dan
air liurnya.
Setelah beberapa kali mengalami kejadian serupa, maka saat mendengar bunyi
lonceng, air liurnya keluar sendiri meski tidak diberi makanan. Ini disebut
conditioned reflex, refleks tak lazim. Keluarnya air liur itu tidak lazim,
tidak ada makanan. Namun, ia tetap mengeluarkan air liur.
Pembelajaran ini harus diulang beberapa kali agar ”*keterkaitan*” yang
dihendaki tertanam dalam gugusan pikiran atau mind hewan, atau... manusia!
Maka, tak salah bila Adolf Hitler menganjurkan ”*pengulangan*”. Dalam ilmu
psikologi dan neurologi modern, pengulangan atau repetition juga dikaitkan
dengan intensity. Apa yang hendak ditanam harus terus diulangi secara
intensif.
Demikian bila seekor anjing dapat mengeluarkan air liur yang sesungguhnya
tak lazim, manusia pun dapat dikondisikan, dipengaruhi untuk berbuat sesuatu
di luar kemauannya.
*Pengulangan*
Presiden Franklin Delano Roosevelt pernah menyangkal,
> ”Pengulangan tidak dapat mengubah kebohongan menjadi kebenaran.”
>
Betul, tetapi pengulangan dapat membuat orang percaya pada kebohongan.
Hitler membuktikan keabsahan sebuah pepatah lama dari Tibet,
> ”Bila diulangi terus-menerus, kebohongan pun akan dipercayai orang.”
>
Di antara kita mungkin ada yang masih ingat kasus iklan Old Joe yang
digunakan produsen rokok merek Camel pada tahun 1988. Saat itu, tokoh kartun
tersebut memang amat populer di kalangan remaja. Jelas, sang produsen ingin
membidik kelompok itu. Dan, mereka berhasil. Jumlah perokok remaja langsung
bertambah.
Saat itu, warga Amerika Serikat yang konon super power pun tidak sadar bila
gugusan pikiran mereka sedang dimanipulasi melalui iklan yang ditayangkan
berulang kali setiap hari dan di banyak media.
Hampir 10 tahun kemudian, setelah muncul desakan dari masyarakat dan LSM-LSM
yang ”*sadar*”, Federal Trade Commission dan Kongres AS baru tercerahkan dan
menyatakan bahwa periklanan seperti itu tidak etis dan tidak bermoral.
Camel pun mengalah dan menarik kembali iklan itu pada 1997. Hampir satu
dekade setelah iklan yang tidak etis dan tidak bermoral itu berjalan dan
menelan sekian banyak korban remaja. Sungguh amat disayangkan, ”periklanan
yang tidak etis dan tidak bermoral” seperti ini pun terjadi di negeri kita,
baik selama kampanye pemilihan umum maupun pemilihan presiden.
Saat saya membahas hal ini dengan seorang teman baik di salah satu lembaga
negara yang memiliki wewenang untuk menjatuhkan sanksi kepada para pelaku,
ia pun mengeluh: ”Apa yang dapat kami lakukan bila tidak ada keluhan dari
masyarakat?”
Siapakah masyarakat yang dimaksud?
Anda, dan saya. Adakah keberanian untuk bersuara bila keberhasilan yang
dicapai, atau kemenangan yang diraih dengan memanipulasi gugusan pikiran dan
otak sesama warga bangsa? Keberhasilan dan kemenangan seperti itu semu
adanya.
Saya berharap, saya berdoa, agar para menteri kita dalam kabinet mendatang,
para wakil rakyat, anggota MPR, dan pejabat lain, termasuk yang duduk dalam
KPU dan MK, Presiden, Wakil Presiden, dan rakyat Indonesia, sesama warga
negara, senantiasa diberkahi pikiran dan perasaan yang jernih. Tidak saling
memanipulasi dan mengeksploitasi, tetapi saling membantu untuk membangun
Indonesia Baru yang lebih beradab, lebih sopan, lebih santun, lebih
manusiawi.
Giliran Anda bertindak sesuai dengan nurani Anda.
*Anand Krishna Aktivis Spiritual; Penulis Lebih dari 120 Buku*