Seringkali dalam bisnis kita dihadapkan pada kondisi yang bukan lagi as usual. Kondisi itu kini lebih sering terjadi, karena semakin tingginya tingkat persaingan, tuntutan customer, pengaruh politik, ekonomi, sosial, dan budaya global yang sulit bagi para pelaku bisnis untuk menghindarinya.
Kondisi chaos, resesi dan atau depresi di suatu tempat dengan cepat akan berimbas pada wilayah lain yang jauh dari sumber masalah. Singkat kata, kini kita sudah selalu harus berhadapan dengan kondisi unusual, yang unpredictable, uncountable, dan hopelessness, yang menjadikan seluruh jurus dari kemampuan visioner, kemampuan manajerial maupun kemampuan teknikal yang ada menjadi tidak berarti, menjadi usang dan menjadi lampau atau bahkan menjadi generik. Teori-teori manajemen apapun menjadi lumpuh ketika harus diaplikasikan.
Dalam kondisi unusual dalam hal ini boleh juga disebut krisis multi dimensi, seluruh resources terkuras habis untuk dapat survive. Hampir seluruh pelaku bisnis menetapkan strategi survival, jarang yang mengambil strategi growth atau diversification. Memang ada bisnis yang tetap growth, namun secara agregat tidak cukup signifikan untuk memberikan kontribusi bagi global growth, regional growth dan national growth. Yang lebih sering terjadi adalah pelaku bisnis terpaksa melakukan liquidation. Sehingga kondisi krisis semakin mencengkeram kuat.
Terinspirasi dari Prof. DR Paul Ormerod dalam The Death of Economics, yang menganalisis tentang boom atau recession dalam suatu perekonomian hanya pada 2 (dua) parameter dasar yaitu unemployment dan inflation yang ternyata cukup ampuh dalam menganalisis Global Depression pada tahun 1930-an dan global oil crisis tahun 1973-1974, maka penulis mengetengahkan Tousled Yarn Philosophy (Filosofi Benang Kusut) sebagai alternatif Solusi Manajemen Bisnis dalam Kondisi Kritis atau Unusual.
Dalam kondisi kritis, seluruh resources terkuras habis, sementara result sering tidak kunjung sesuai dengan harapan. Ini karena dalam kondisi panik, semua distorsi dan degradasi diatasi dan diapresiasi dengan mengerahkan seluruh resources. Padahal kita harus lebih mengedepankan skala prioritas, untuk mengamanan resources yang memang sangat terbatas itu, apalagi dalam situasi yang sangat kritis.
Kondisi chaos atau krisis diibaratkan kondisi benang dalam keadaan kusut yang secara harfiah sulit untuk diurai lagi, sehingga lebih sering kita membuangnya karena useless. Padahal kalau kita tidak panik dan berpikir jernih kita akan dapat mengurai benang kusut tersebut, kembali menjadi useful.
Initial step dalam mengurai benang kusut adalah mencari dua ujung benangnya. Langkah ini merupakan critical activity, karena memberikan kontribusi terbesar bagi keberhasilan yang ingin dicapai. Berangkat dari 2 (dua) ujung benang yang telah ditemukan tersebut kita lakukan langkah penguraian, sampai benangnya lepas dari kondisi kekusutan. Tentu saja dalam penguraian tersebut sering kita jumpai kondisi berupa adanya bagian dari benang yang sangat kusut dan tertali mati, sehingga kita harus mengamputasi dan membuangnya khusus pada bagian yang sulit diurai tersebut dan kita sambung lagi setelah benang yang sulit diurai tersebut dibuang.
Berangkat dari filosofi tersebut penulis mencoba mentransformasikannya sebagai teori atau axioma dan mengaplikasikannya dalam manajemen bisnis yang penulis geluti, dan ternyata hasilnya cukup membanggakan.
Dalam tulisan sebelumnya penulis pernah mengedepankan tulisan tentang Faktor Kelola dan Faktor Kendali dalam Manajemen Mutu Untuk menerapkan filosofi (baca : teori) Benang Kusut, maka penulis mengedepankan lagi masalah Faktor Kelola sebagai acuan dasar yang harus dipilih dan ditetapkan sebagai 2 (dua) ujung benangnya. Initial step berupa pemilihan dan penetapan 2 (dua) faktor dari 12 (sebelas) Faktor Kelola yang paling krusial mempengaruhi atau penyebab dari krisis yang terjadi, itulah critical activity-nya. Kesalahan dalam menetapkan 2 (dua) faktor tersebut akan menyebabkan distorsi. Dengan hanya memilih 2 (dua) faktor saja di antara 12 (sebelas) faktor sebagai prioritas utama penanganan krisis akan sangat menghemat resources yang kita miliki. Setelah 2 faktor yang dipilih dari 12 faktor (komponen Faktor-faktor Kelola) kita tetapkan sebagai initial step, maka kita kemudian harus menguraikan dan mentransformasikannya dalam ujud parameter-parameter di masing-masing faktor. Untuk itu memang dibutuhkan kepiawaian dalam cascading dan deployment masing-masing faktor. Kemampuan analitis maupun intuitif merupakan kunci utama keberhasilan kita. 10 (sepuluh) faktor lain yang kebetulan tidak kita sentuh, secara alami akan mengikuti azas atau efek domino, dengan kata lain akan dapat terseret dan atau terurai masalahnya mengikuti 2 (dua) faktor dominan yang sudah ditetapkan sebagai 2 (dua) ujung benang.
Faktor-faktor Kelola dalam Bisnis
Berangkat dari Production Factors (Faktor-faktor Produksi) yang sering juga disebut sebagai 5 M (Man, Material, Method, Machine, dan Money), penulis kemudian mengedepankan 12 M yang penulis sebut sebagai Managing Factors (Faktor-faktor Kelola), yang merupakan faktor-faktor yang menurut penulis cukup komprehensif untuk disebut sebagai faktor-faktor yang dibutuhkan dalam pengelolaan bisnis. Faktor-faktor kelola penulis susun secara hierarchies, tidak boleh dibolak-balik. Dari 2 (dua) faktor di antara 12 (sebelas) faktor inilah yang harus ditetapkan sebagai Main Factors dalam Initial Step yang telah disebutkan di atas. Adapun Faktor-faktor Kelola (12 M) yang penulis maksud adalah :
1. Milieu
Parameter-parameternya adalah : stakeholder satisfaction index, ambang batas yang diijinkan baik fisik maupun Ipoleksosbud dari lingkungan, derajad antropolis bisnis dari lingkungan, dan lain-lain.
2. Market
Parameter-parameter dasar yang dapat dikembangkan adalah : sales progress, sales scorecard, customer satisfaction index, customer loyalty index, customer complaint, cost performance index, quotation success ratio, profitability, dan lain-lain.
3. Money
Adapun parameter-parameternya adalah : cost index, revenue, short-term liquidity ratios, capital structure and long-term solvency ratios, return on investment ratios, operating performance ratios, assets utilization ratios, profitability, dan lain-lain.
4. Management
Parameter-parameternya adalah : audit reports, management review, PMS, performance review, regular evaluations, dan lain-lain.
5. Manpower
Parameter-parameternya adalah : employee productivity index, man-hours per quantity, sales/staff, profit/staff, communication skill, competencies, dan lain-lain.
6. Motivation
Parameter-parameternya memang masih perlu kajian yang lebih intens. Untuk sementara yang dapat diketengahkan adalah : employee satisfaction index, attitude-behavioral index, leadership-followership ability, employee scorecard, dan lain-lain.
7. Material
Parameter-parameternya adalah : cost of quality, materials rejected rate, effectiveness, efficiency, material costs per quantity, material costs per revenue, dan lain-lain.
8. Machine and Mechanization
Parameter-parameternya adalah : equipment availability per performance, equipment breakdown time, maintenance cost per quantity, operation cost per quantity, effectiveness, efficiency, dan lain-lain
9. Measurement
Parameter-parameternya adalah : semua parameter yang ditetapkan dalam setiap faktor yang ada dalam Faktor-faktor Kelola ( 12 M ). Seluruh parameter harus dapat berguna untuk evaluasi, penyusunan strategi, dan decision making
10. Modern Information Method
Parameter-parameter untuk faktor ini masih belum dapat diajukan. Akan disampaikan dalam tatap muka.
11. Mounting Product Requirement
Parameter-parameternyapun belum dapat diajukan seperti halnya faktor ke sepuluh.
12. Magnate
Parameter untuk faktor ini belum dapat diajukan, seperti halnya fakor ke sepuluh.
Faktor ini sebenarnya merupakan extensi dari faktor ke-5 Manpower, namun lebih ke aplikasi atau parameter-parameter yang lebih stratejik dan taktikal, sementara dalam faktor Manpower di atas lebih kepada parameter yang operasional. Mengapa dipisahkan? Karena people dalam gelombang ke-empat peradaban manusia, yaitu era creativity, environment, dan culture, memerlukan ketangguhan people yang sangat prima. People merupakan faktor yang paling menentukan dalam mengolah resources dan menjalankan sistem. Apalagi era-nya sudah bukan era Human Resource Management, namun sudah masuk ke era Human Capital Management, yang matriksnya bukan dua dimensi lagi, tetapi tiga atau empat dimensi. (Catatan: tentang dimensi ini sudah dijelaskan dalam tulisan-tulisan sebelumnya).
Tentu saja dalam aplikasinya artikel ini perlu ditindaklanjuti dengan workshop atau pelatihan secara intensif, karena Tousled Yarn Philosophy disamping memerlukan kemampuan analitis dan intuitif juga memerlukan kemampuan cascading dan atau deployment yang dalam, karena pijakannya di samping berbasis pada Operational Excellence, juga sekaligus berbasis Innovation Excellence. Meskipun salah satu dari keduanya dapat saja diabaikan, tergantung dari jenis bisnisnya.
Penggunaan salah satu dari Institutional Performance Management, seperti the Balanced Scorecard dari Harvard, Amerika Serikat (1992), Prism dari Cambridge, Inggris (2002), Key Performance Indicator Manual dari Australia (1995), ISO series yang diprakarsai WTO (1986), Malcolm Baldridge National Quality Award dari Amerika Serikat (1987), Activity Based Management dari Amerika Serikat (1996), Good Corporate Governance, dan sebagainya, sangat dianjurkan. Bahkan Six Sigma, sebuah metode pengendalian kualitas produk yang semula berangkat dari pengendalian kualitas statistik di level lantai pabrik (shop floor), saat ini sudah memasuki area perbaikan kinerja di level stratejik dan organisasi.