Showing posts with label Belajar dari Kerakyatan Brasil. Show all posts
Showing posts with label Belajar dari Kerakyatan Brasil. Show all posts

Monday, November 8, 2010

Belajar dari Kerakyatan Brasil

Dilam Rousseff dari Partai Pekerja (Partindo Trabalhadores) menjadi wanita presiden pertama Brasil setelah menang pada putaran kedua pemilihan umum. Pada 31 Oktober, Dilma mengalahkan Jose Serra dari Partai Sosial Demokrat Brasil. Dilma yang lahir pada tahun 1947 dan seorang ekonom itu mengalahkan Jose yang lahir tahun 1942 dan juga seorang ekonom lulusan Universitas Cornell dengan 56 persen lawan 44 persen.


Apa yang dapat kita pelajari dari pemilihan umum dan perubahan politik serta ekonomi Brasil yang kini merupakan kekuatan ekonomi baru di dunia di antara Negara BRIC (Brasil, Rusia, India dan China)?

Pada awal Oktober lalu, saya mengunjungi Brasil dan mempelajari pengelolaan konservasi Amazon dalam perjananan menuju Peru untuk sebuah konferensi tentang kelautan. Di Amerika Latin ini, saya berdiskusi dengan para ekonom dan politisi tentang pekembangan ekonomi dan politik Amerika Latin, termasuk Brasil.

Kerakyatan

Perubahan besar yang terjadi di Brasil tidak lepas dari dua tokoh utama mereka. Yang pertama adalah Fernando Henrique Cardoso (FHC) yang berasal dari Partai Sosial Demokrat Brasil (PSDB) dan Luiz Inacio Lula da Silva (Lula) yang berasal dari Partido Trabalhadores (PT). Yang menarik adalah kedua partai itu beraliran kerakyatan. Dalam terminologi buku teks disebut sebagai partai kiri atau harian Kompas meyebutnya sebagai sosialisme baru. PSPB beralitan sosial demokrat yang dikenal sebagai partai kiri-tengah, sementara PT lebih kiri lagi meskipun bukan kiri ortodoks.

Angin globalisasi dan demokratisasi pada tahun 1980-an ikut menerpa Brasil. Sejak kejatuhan rezim diktator militer sayap kanan tahun 1985 (Larry Rohter, 2010), Brasil memasuki era demokrasi. Tahun-tahun awal Brasil penuh dengan kesulitan ekonomi, inflasi membubung tinggi. Baru sejak kepemimpinan FHC dengan PSDB dan dilanjutkan oleh Lula dengan PT, situasi ekonomi politik menjadi stabil dan ekonomi tumbuh pesat dengan pendekatan baru yang lebih dikenal sebagai ekonomi pasar sosial. Sebuah pendekatan kerakyatan, yang tidak membiarkan ekonomi pasar tanpa kontrol. Diperlukan peran dan intervensi negara yang memadahi untuk membantu rakyat kecil yang lemah. Sebuah pendekatan prorakyat yang demokratis.

Pada zaman militer otoriter, FHC dan Lula berjuang bersama. FHC ke luar negeri, berada di pengasingan dan memperoleh gelar PhD FHC sangat terkenal dengan tulisannya tentang teori ketergantungan yang mempergunakan perspektif kritis terhadap kapitalisme dalam melihat pembangunan di dunia ketiga. Sementara Lula berjuang di dalam negeri sebagai pemimpin buruh dan kemudian ditangkap oleh pemrintahan militer.

Sejak era demokrasi dimulai, FHC mendirikan PSDB dan Lula mendirikan PT. Mereka berdua terlibat dalam persaingan menjadi presiden. FHC terpilih sebagai presiden pada tahun 1994 dan bertahan hingga dua periode. Baru pada tahun 2002, Lula terpilih sebagai presiden menggantikan FHC. Lula juga menjadi presiden selama dua periode dan Dilma yang bekas gerilyawan adalah calon yang diajukan oleh Lula dari PT, sementara Jose Serra yang lama hidup di pengasingan diajukan oleh PSDB.

Di sinilah menariknya kompetisi politik di Brasil yang didominasi oleh partai kerakyatan dan tokoh perjuangan. Bahkan, Marina Silva, seorang tokoh politik wanita yang berasal dari Green Party, tadinya adalah tokoh PT. Dalam pemilihan putaran pertama pada awal Oktober, Dilma memperoleh 47 persen, Jose 33 persen, dan Marina 20 persen. Jelas kita melihat kancah politik di Brasil didominasi oleh partai kerakyatan.

Mengurangi kemiskinan

Dari berbagai macam sumber, kita melihat bahwa perkembangan dan kemajuan ekonomi di Brasil tumbuh dengan pesat. Saat ini, gross national income per capita Brasil secara nominal adalah 8.040 dolar AS dan berdasarkan paritas daya beli adalah 10.260 dolar AS. Betapa hebatnya ekonomi negara dengan penduduk sekitar 200 juta jiwa ini dibandingkan dengan kondisinya sekitar 30 tahun lalu yang pendapatan perkapitanya sekitar 1.000 dolar AS dan dengan ketimpangan dan kemiskinan yang luar biasa.

Program mengatasi kemiskinan dilakukan serius, menurut televisi Perancis FRACE 24, ketika menyiarkan kemenangan Dilma, pemerintahan Lula mengangkat sekitar 29 juta jiwa penduduk keluar dari kemiskinan. Sementara itu, program reformasi agraria dijalankan secara konsisten. Lewat program reformasi agraria, juga bantuan langsung kepada keluarga dan kemudahan kredit terhadap kelompok kecil, banyak masalah kemiskinan diatasi. Menurut Institute of Apllied economic research (IPEA), bila mengikuti pengurangan kemiskinan di tahun 2003 sampai dengan tahun 2008, diperkirakan pada tahun 2016 tingkat kemiskinan di Brasil akan berkurang tajam menjadi 4 persen, sama dengan negara maju.

IPEA mengatakan bahwa tahun 1995, 43,3 persen penduduk miskin dan 20,9 persen melarat. Tahun 2008 turun tajam menjadi 28,8 persen dan 10,5 persen. Namun, studi itu juga mengingatkan, meskipun kemiskinan jauh berkurang, distribusi pendapatan masih menjadi masalah serius di Brasil.

Banyak persamaan Indonesia dengan Brasil. Namun, kita kurang memiliki konsistensi. Seolah-olah kerakyatan tapi implementasinya kapitalistik, seolah-olah demokratis tapi praktiknya monopolistis. Saatnya kita memetik yang baik dari Brasil meskipun Brasil bukanlah negara sempurna. Masih banyak terdengar korupsi di banyak bidang. Namun, program kerakyatan dan kemandiriannya berjalan secara konsisten. Seyogianya kita bisa lebih maju. (Fadel Muhammad, Doktor Ilmu Administrasi Negara dari Universitas Gadjah Mada, Kompas, 5/11/2010)

---------

Tak henti-hentinya negeri ini dirundung bencana betubi-tubi, silih berganti. Apa gerangan alam kemudian menderita sakit dan sudah tidak sabar lagi melihat tingkah laku kita, para penghuninya dan atau para pemimpin negara ini tidak amanah? Sehingga air yang seharusnya memberikan kesegaran dan kehidupan ternyata berlari sekencang-kencangnya, tak terkendali dan menabrak apa saja hingga luluh lantak, membawa ratusan korban nyawa. Lihat banjir bandang di Wasior, tsunami di Mentawai, dan banjir di Ibukota Jakarta. Gunung yang semestinya lambang keagungan, memberi kesuburan tanah pertanian penduduk di sekitarnya dan sebagai sumber mata air, ternyata mengalami sakit, demam dan mengigil. Sehingga gunung Merapi dan yang lain harus pusing, mual, batuk2 dan akhirnya muntah2. Apa gerangan yang telah terjadi alam di bumi negeri ini? Jawabannya ada di dalam relung hati kita yang paling dalam. Sebagai bahan refleksi dan introspeksi diri dan komunitas saat ini.

Kini saatnya negara mengurusi para korban bencana dengan sekuat tenaga, daya, usaha, pikiran dan dana. Tidak ada yang perlu ditunda dan dikaji, tetapi semua harus dilakukan dengan kesungguhan dan sepenuh hati.

Walaupun terdahului oleh bencana, diingatkan oleh alam, kini saatnya pula negara memikirkan dan tidak mengabaikan kehidupan rakyatnya, mendorong ekonomi mikro, mempermudah kredit usaha mikro, kelompok2 usaha kecil, mendorong pemberdayaan rakyat di pelosok-pelosok negeri ini agar lebih maju lagi. Di lain pihak pemerintah hendaknya berusaha keras memberantas korupsi, meninggalkan perilaku korup, dan berjuang keras mengusahakan kemajuan kehidupan rakyat. Hidup selaras dan berani berkorban untuk rakyat serta mengemban amanah penderitaan rakyat. Menjadi teladan dalam segala kehidupan adalah tujuan utama. Bila beberapa hal di atas dapat diusahakan dengan baik, maka kebahagiaan dan kemuliaan pemimpin akan diraihnya. Di sisi lain kebahagiaan dan kesejahteraan rakyat bersama para pemimpin pun akan saling berpelukan erat dan bercium-ciuman.

Menuju Indonesia sejahtera, maju dan bermartabat.

Followers