Waduh nak, nanti aja ya belinya ya.., sekarang lagi tanggung bulan ni*..," Kalimat tersebut terkesan akrab di telinga kita. Ya, memang akrab bukan karena kita suka menggunakan kalimat itu namun kita terpaksa mengeluarkan kalimat tersebut. Hal itu disebabkan oleh kenyataan bahwa pemasukan atau gaji yang kita terima ternyata hanya mampu "menghidupi" kita selama 20 hari atau bahkan kurang dari itu dalam sebulan.
Ya, ini adalah fakta yang terjadi, sering kali kita merasa gaji belum cukup, masih kurang, jangankan untuk ditabung atau investasi, memenuhi keinginan kita saja masih kurang, ya sekali lagi masih kurang!.
Lalu pertanyaan selanjutnya adalah berapa besar gaji yang wajar bagi kita?
Pembaca yang bijak, untuk menjawabnya alangkah baiknya jika kita melakukan
evaluasi dan introspeksi secara jujur, untuk itu silahkan untuk menjawab
beberapa pertanyaan dibawah ini dan catatlah hasilnya:
1. Sudah berapa lamakah (tahun dan bulan) saya telah menerima gaji?;
2. Sudah berapa kali saya mengalami kenaikan gaji?;
3. Berapa rupiahkah saat pertama saya kita menerima gaji? Berapa rupiahkah
besar gaji saya saat ini?;
4. Apakah saya selalu membayar cicilan utang setiap bulan?;
5. Adakah bagian dari gaji yang dapat disimpan untuk investasi?
6. Apakah saat ini saya mengalami defisit (gaji tidak dapat bertahan sampai
akhir bulan)?, jika jawabnya ‘tidak’ maka kami ucapkan selamat namun jika
jawabanya‘ya’ maka disinilah letak permasalahannya.
Bagi anda yang menjawab ‘ya’ maka langkah selanjutnya adalah lakukan valuasi
penghasilan anda, dalam melakukan valuasi, jawabannya hanya ada tiga
kelompok, yakni:
1. Tahapan yang buruk (*Poor Income Valuation*);
2. Tahapan yang wajar (*Fair Income Valuation*);
3. Tahapan yang ideal (*Ideal Income Valuation*). Nah berikut ini adalah
penjelasan serta solusinya dari kelompok - kelompok tersebut :
*Tahapan yang buruk (Poor Income Valuation*): adalah tahapan dimana kondisi
total pengeluaran lebih besar dari penghasilan atau dikenal dengan istilah
"Besar Pasak dari Tiang", dalam kondisi ini arus kas menjadi defisit atau
negatif disertai dengan bobot cicilan hutang perbulan diatas 45 persen dari
total penghasilan. Perhatikan contoh berikut (tabel 1):
Tabel 1 uraian pengeluaran per bulan, mencakup:
• Besar penghasilan,
• Pengeluaran diluar cicilan utang,
• Cicilan utang tiap bulan,
• Surplus atau defisit penghasilan,
• Surplus atau defisit cicilan utang
No
Uraian per bulan
Besarnya
Bobot VS Pendapatan
1
Penghasilan *Bersih (saat ini)* *Take home pay*
* Rp 8,000,000 *
86.49%
2
Pengeluaran (diluar cicilan utang)
Rp 5,000,000
54.05%
3
Cicilan utang
Rp 4,250,000
45.95%
4
Total pengeluaran = 2+3
Rp 9,250,000
100.00%
5
Surplus (defisit) pengeluaran = 1 – 4
Rp (1,250,000)
-13.51%
6
Surplus (defisit) cicilan utang = (1*30%) – 3
Rp (1,850,000)
-23.13%
Dalam contoh kasus diatas terlihat bahwa: 1. Pengeluaran (defisit) Rp
1.250.000. 2. Cicilan utang melebihi batas wajar maksimal per bulan yakni
defisit Rp 1.850.000 atau berlebih sebesar 23,13 persen dari batas maksimal
cicilan utang yakni 30 persen atau sebesar Rp 2.400.000.
Ini berarti bahwa, pada kasus tersebut, yang bersangkutan berpotensi untuk
menutupi defisit (kekurangan) dengan cara menambah utang. Hmm.., berpotensi
untuk ‘gali lubang tutup lubang’, awas hati-hati jika kebesaran lubangnya
akan mudah untuk terjerumus!. Utang tersebut biasanya didapat dari Kartu
Kredit, Kredit Tanpa Agunan (KTA) atau dengan jenis utang yang lain. Cara
tersebut sangat berbahaya dan tidak dapat dibenarkan.
Saya katakan bahwa kondisi dan kebiasan ini wajib dihentikan, stop sesegera
mungkin. Saran saya adalah sebaiknya pada kondisi ini segera minta bantuan
dana, ingat bantuan dan bukan pinjaman untuk jangka waktu yang pendek. Atau
usahakan untuk melakukan pinjaman lunak jangka panjang, kelak akan
dikembalikan jika telah ada kemampuan.
Jaminan pinjaman tersebut apa? jika ada properti bisa dilakukan jaminan
namun jika tidak ada apapun maka satu-satunya cara adalah jaminan pribadi
(diri sendiri), ini bisa dilakukan dengan menghubungi dari relasi ataupun
keluarga yang sangat dekat.
Nah kiat anda pun harus jelas, dalam waktu bersamaan sebelum anda meminjam
atau meminta bantuan, anda juga harus mencari solusi dengan tujuan agar
terjadi peningkatan *income *hal itu dapat dilakukan dengan cara:
a) Walaupun anda masih bekerja, anda wajib untuk mencari pemasukan tambahan
(melalui usaha dengan modal pinjaman kepada relasi atau keluarga terdekat
tersebut) lakukan studi kelayakan yang akurat dan objektif agar potensi
keberhasilan usaha anda menjadi lebih besar dari kemungkinan gagalnya;
b) Berupaya agar gaji bertambah dengan cara pindah bekerja atau melakukan
kerja yang lebih giat lagi (utamanya bagi tenaga penjual atau salesman)
sehingga komisi atau bonus bertambah;
c) Menekan pengeluaran rutin (melakukan efisiensi) dengan ketat;
d) Jangan lupa melakukan manajemen resiko melalui asuransi jiwa dengan
memiliki Uang Pertanggungan yang cukup untuk mengembalikan pinjaman tersebut
(ingat kematian pasti akan datang, namun tidak diketahui waktunya);
e) Sebagai masukan adalah asuransi jiwa tipe YRT (*Yearly Renewable Term*)
bukan yang lain, sebagai contoh seorang pria tidak merokok usia 35 tahun,
uang pertanggungan Rp 500 juta, kisaran premi pada asuransi YRT per tahun
adalah sebesar Rp 1,5 juta hingga Rp 1,75 juta.
Selanjutnya, anda wajib mengubah menuju tahapan yang wajar, berikut
penjelasannya:
*Tahapan yang wajar (Fair Income Valuation)*: adalah kondisi dimana anda
tidak defisit, besar cicilan utang masih berada diatas 30 persen dari
pendapatan, namun yang bersangkutan mampu untuk melakukan investasi demi
kesejahteraan dia dan keluarganya kelak, porsi investasi minimal adalah
sebesar 10 persen dari penghasilan. Kemudian adalah bagaimana kita mengubah
dari kondisi yang buruk (*poor income valuation*) menjadi kondisi yang wajar
(*fair income valuation*), nah untuk kasus diatas berapa besar *income *yang
wajar tersebut?, berikut adalah formulasi valuasi penghasilan wajar, yakni:
*Total pengeluaran dalam kondisi defisit / 90 persen*
Mengapa pembagi harus 90 persen? Hal ini disebabkan karena untuk mencapai
zona kebebasan finansial atau anda menjadi lebih kaya maka wajib menyisihkan
penghasilan minimal 10 persen dan ditempatkan pada investasi yang tepat
serta yang bersangkutan juga harus menjaga cicilan utang terus menurun
hingga makin mendekati batasan maksimal 30 persen dari pendapatan anda.
Sehingga contoh kasus (tabel 1 diatas) penghasilan menjadi Rp 10.277.777.
Atau untuk jelasnya silahkan perhatikan tabel berikut
Tabel 2:
Valuasi Penghasilan *Wajar (saat nanti)*
Besarnya
Bobot VS Pendapatan
7
Pendapatan Bersih Wajar
* Rp 10,277,777 *
100.00%
8
Dana yg di Investasikan (wajib)
Rp 1,027,778
10.00%
9
Pengeluaran (diluar cicilan utang)
Rp 5,000,000
48.65%
10
Cicilan utang
Rp 4,250,000
41.35%
11
Total pengeluaran = 8+9+10
Rp 10,277,778
100.00%
12
Surplus (defisit) pengeluaran = 7 – 11
Rp (0)
0.00%
13
Surplus (defisit) cicilan utang = (7*30%) – 10
Rp (1,166,667)
-11.35%
Analisa: dari tabel terlihat bahwa defisit sudah nol dan cicilan utang
menurun dari bobot terhadap penghasilan dari 45,95 persen menjadi 41,35
persen. Kondisi ini sudah lebih baik walau belum menjadi tahapan yang ideal
(*Ideal Income Valuation*).
*Tahapan terakhir adalah Tahapan yang ideal (Ideal Income Valuation)*: pada
tahapan ini individu/keluarga tersebut sudah berada pada koridor keuangan
yang sehat, yakni sesuai tabel:
Tabel 3:
Valuasi Penghasilan *Ideal (saat nanti)*
Besarnya
Bobot VS Pendapatan
14
Pendapatan Bersih Ideal
* Rp 19,166,667 *
100.00%
15
Dana yg di Investasikan (wajib)
Rp 1,916,667
10.00%
16
Pengeluaran (diluar cicilan hutang)
Rp 5,000,000
26.09%
17
Cicilan hutang
Rp 4,250,000
22.17%
18
Total pengeluaran = 15+16+17
Rp 11,166,667
58.26%
19
Surplus (defisit) pengeluaran = 14 - 18
Rp 8,000,000
41.74%
20
Surplus (defisit) cicilan hutang = (14*30%) - 17
Rp 1,500,000
7,83%
21
Dana yang di Investasikan (tambahan)
Rp 8,000,000
41.74%
Adapun formulasi Valuasi Penghasilan Ideal adalah:
*Cicilan utang perbulan/30 persen + Pengeluaran (di luar cicilan utang)*
Analisa: terlihat bahwa bobot cicilan hutang telah mencapai kurang dari 30
persen yaitu 22,17 persen serta terjadi surplus pendapatan sebesar 41,74
persen dan ada kelebihan dana yang dapat ditambahkan untuk investasi sebesar
Rp 8.000.000 atau 41,74 persen.
Pertanyaan selanjutnya adalah bagaimana saya mendapatkan tambahan
penghasilan tersebut?, jawabannya sudah tertera pada artikel ini yaitu
berupa kiat anda sebelum meminjam atau meminta bantuan dana (butir a hingga
e). Hal ini memang tidak mudah namun setidaknya juga bukan sesuatu yang
mustahil. Setidaknya anda sudah mengetahui batasan penghasilan yang sehat
sesuai dengan kondisi anda.
Pada contoh kasus ini penghasilan yang defisit sebesar Rp 8.000.000,- harus
diperbesar menjadi surplus dalam kisaran Rp 10.277.777 hingga Rp 19.166.167
agar yang bersangkutan dapat menjadi bertambah kaya di kemudian hari.
Sekedar informasi penghasilan dan cicilan utang yang dimaksud disini adalah
dapat merupakan penghasilan dan cicilan uutang gabungan (suami & istri).
Namun sebaliknya secara realistis kita harus siap dan wajib melakukan
'pengetatan super ekstra' terhadap pengeluaran jika proyeksi untuk
mendapatkan penghasilan tambahan belum nampak, walaupun dana bantuan telah
tersedia.