Thursday, May 9, 2013

Pesona kekaisaran tua di Kyoto

Salah seorang teman yang pernah tinggal di Jepang berkata pada saya, "Kalau Tokyo itu seperti Jakarta, Kyoto lebih seperti Yogya." Saya pun makin bersemangat merencanakan liburan ke Jepang, untuk merasakan dua kota dengan atmosfer berbeda itu.

Ternyata, saya memang langsung jatuh cinta dengan Kyoto, kota yang merupakan ibu kota kekaisaran Jepang selama lebih dari seribu tahun, sebelum akhirnya berpindah ke Tokyo (yang waktu itu masih bernama Edo).

Dari Tokyo ke Kyoto saya naik kereta Shinkansen dan langsung melihat perbedaan dua kota tersebut. Jumlah gedung tinggi di Kyoto tidak sebanyak di Tokyo. Masyarakatnya juga terlihat lebih santai — mengayuh sepeda untuk pergi ke kantor atau sekolah.

Apalah artinya ke Kyoto tanpa berkunjung ke kuil-kuilnya. Andai punya waktu seminggu penuh pun tidak akan mampu mengunjungi semua kuil di kota ini. Apalagi hanya beberapa hari, seperti saya. Akhirnya, terpaksa saya harus memilih beberapa saja.

Salah satu kuil yang berada di tengah kota bernama Higashi Honganji. Kuil ini sangat dekat dari Stasiun Kyoto, bisa dicapai dengan berjalan kaki selama 5-10 menit. Kuil yang dibangun atas perintah Shogun Tokugawa Ieyasu pada tahun 1602 ini masih terlihat gagah. Memang semua kuil di Jepang selalu terawat dengan baik, renovasi senantiasa dilakukan tanpa mengurangi karakteristik aslinya.


Kiyomizu-dera adalah kuil favorit wisatawan.


Keesokan harinya, menggunakan bus umum, saya mengunjungi sebuah kuil lain, yaitu Kiyomizu-dera. Kuil ini ibaratnya objek wisata wajib yang dikunjungi bila Anda berada di Kyoto. Setibanya di sana, memang terlihat betapa populer kuil ini. Banyak rombongan karyawisata murid-murid sekolah SMP maupun SMA, wisatawan domestik, maupun turis internasional seperti saya.

Seperti layaknya banyak kuil yang dibangun pada masa Heian, Kiyomizu-dera juga memiliki warna dominan merah. Kuil yang dibangun pada tahun 798 ini berada di puncak bukit. Dari bagian taman, saya bisa menikmati pemandangan kota Kyoto. Saat itu udara cerah sehingga pandangan hampir-hampir tak terhalang. Masuk ke kompleks kuil tidak dipungut biaya, tiket hanya dipungut bagi mereka yang masuk ke bagian dalam. Kebanyakan pengunjung adalah orang Jepang yang hendak berdoa.

Saya tidak hanya menikmati pemandangan kompleks kuilnya, namun juga perkampungan di sekitar kuil. Di gang-gang tersebut berderet para penjual suvenir, makanan khas Jepang, jimat, serta kedai-kedai teh yang masih menonjolkan aspek tradisi. Sungguh luar biasa negara maju yang satu ini, tidak pernah melepaskan diri dari akarnya!


Kuil Kinkakuji berlapis emas murni.


Kuil lain yang menjadi favorit saya adalah Kinkakuji, sering juga disebut Kuil Paviliun Emas. Bangunan utamanya terdiri dari tiga tingkat, dengan dua tingkat teratas dilapisi emas murni. Selain bangunan yang dilapisi emas, Paviliun Emas ini juga sangat menarik karena lokasinya di tepi sebuah kolam buatan. Taman di sekelilingnya ditata sangat apik dengan desain zaman Muromachi.

Masih "bersaudara" dengan Kinkakuji adalah sebuah kuil bernama Ginkakuji. Bila Kinkakuji adalah Paviliun Emas, Ginkakuji artinya Paviliun Perak. Sama seperti Kinkakuji, Ginkakuji juga berdiri di tepi kolam dengan dikelilingi taman. Pengunjung dapat mengelilingi kompleks kuil dengan mengikuti jalan setapak tempat kami menikmati keindahan bangunan dan taman-tamannya.


Gerbang Istana Kaisar Kyoto.


Lokasi lain yang sempat saya kunjungi adalah Istana Kekaisaran Kyoto. Bangunan besar ini berada di tengah sebuah taman — mungkin lebih tepatnya hutan buatan. Dari jalan raya saya harus berjalan melewati jalanan berkerikil. Kompleks hutan istana ini tampaknya menjadi salah satu lokasi favorit masyarakat setempat berlari, bersepeda, mengajak anjing jalan-jalan, atau tempat bermain anak.

Salah satu hal yang sangat mengesankan di Jepang adalah walaupun berada di kompleks yang sudah tua, semuanya tertata rapi dan sangat bersih. Pengunjung sangat banyak, namun tidak terlihat sampah berserakan. Selain itu, fasilitas umum sepeti toilet juga sangat bersih dan modern.

Masih banyak tempat di Kyoto yang sebenarnya ingin saya kunjungi, sayang waktu terbatas. Mungkin lain kali ada kesempatan lagi mendatangi kota cantik di Lembah Yamashiro ini!

Artikel di tulis oleh Olenka Priyadarsani [ed: Boy 024-7060.9694]

No comments:

Post a Comment

Tak ada gading yang tak retak, saran dan kritik akan kami terima dengan senang hati. Anda sopan kami segan.

Followers