Setelah membacakan teks Proklamasi yang terkenal itu, Soekarno menengadahkan kedua tangan. Matanya terpejam. Ia mendoakan bangsa yang baru saja lahir. 17 Agustus 1945.
"Bismillahirohmanirohim…
Ya Allah, Ya Tuhanku yang menciptakan segala bentuk kehidupan, yang merumuskan keadaan-keadaan, yang menentukan takdir dan menjadikan manusia hidup di dunia ini dengan segenap perdjoangannya..
Berikan kami kekuatan Ya Allah, untuk memulai sebagai bangsa, memulai kehidupan bersama diatas niat untuk merdeka, memulai sesuatu yang besar, yang maha dahsyat dimana kami sudah mengimpi-impikannya sejak awal mula…..
Berikan kami kemudahan dalam perdjoangan kami, agar kami menjadi bangsa yang terhormat, menjadi bangsa yang kaya, yang makmur dan dimana tidak ada kemiskinan yang memporak porandakan kehidupan, menjadi bangsa yang menghargai kemanusiaan dan menjadi bangsa yang paham akan hidup bersama dalam persatuan.
Pada hari ini ya Allah, kami akan memulai sebuah babak baru dari sebuah jaman baru, berikan kami jalan atas petunjukMu ya Allah, agar kami bisa yakin melangkah ke suatu arah dimana kami mungkin kelak akan gamang, akan ragu, akan takut tapi kami yakin ya Allah karena perlindunganMU maka kami yakin untuk melangkah."
DOA BUNG KARNO SESAAT SETELAH PROKLAMASI KEMERDEKAAN
Dibanding S.M. Kartosoewirjo, jelas Bung Karno lebih unggul pengetahuan keislamannya. Ini terlihat dari tulisan tulisannya, beberapa kali korespondensi dan perdebatannya dengan aktivis Islam macam A. Hassan yang terkumpul dalam buku Surat surat Dari Endeh dan Muhammad Natsir yang beberapa kali terlibat polemik dengan Soekarno di majalah-kalau tak salah-Pembela Islam.
Kartosoewirjo tak banyak meninggalkan catatan tentang pemikirannya tentang Islam kendati pun ia pernah menjadi pentolan PSII (Partai Sarekat Islam Indonesia) dan Masjumi, kecuali beberapa risalahnya tentang negara Islam yang diaktualisasikan dengan didirikannya Darul Islam (DI)/Tentara Islam Indonesia (TII) pada 7 Agustus 1949 di Malangbong Garut Jawa Barat.
Tulisan Bung Karno tentang Islam Sontolojo menurut saya adalah salah satu tulisan bertema agama yang menggetarkan. Ia tak segan segan mengkritik dari dalam perihal Islam yang tak berkemajuan. Islam yang kurang berani menantang jaman. Bahkan di usia 26 tahun ia dengan berani mensintesiskan tiga ideologi yang secara kasat mata bertolak belakang. Rumusan sintesa itu dikenal sebagai Nasionalisme, Agama, dan Komunisme.
Bagi Bung Karno, tiga ideologi itu dapat menjadi amunisi dapat meruntuhkan kolonialisme yang sedang mendera kebangsaan Indonesia. Bung Karno mungkin benar, karena pada waktu itu konteks waktu memang sedang berada dalam tahapan penjajahan yang telah bercokol lama. Diperlukan formula ampuh agar imperialisme itu usai. Dan Bung Karno ingin menyingkirkan perbedaan ideologi ideologi itu untuk sementara, guna menghapus penjajahan yang ingin segera disudahinya.
Soekarno adalah simbol nasionalis sejati, bahkan di akhir kejatuhannya ia dikait kaitkan dengan kelompok kiri komunis yang menjadi tumbal peralihan dari orde lama ke orde baru.
Walau begitu, mungkin tak banyak orang tahu bahwa sesaat setelah membacakan Proklamasi Kemerdekaan Indonesia 17 Agustus 1945 di Pegangsaan Timur 56 bersama Hatta, ia sendirilah yang membaca doanya. Tanpa teks.
wah mantap bung! boleh minta sumbernya?
ReplyDelete