Ini tentang sejarah sebagai ilmu menyurat masa lalu dan menggurat masa depan. Atau dalam frase umum dikenal dengan, 'Sejarah Berulang' atawa 'Pola Sejarah'. Berikut adalah--kalau memang dapat dikategorikan demikian--sebuah percontohan dari pola sejarah yang berulang tersebut. Wabil khusus dalam Sejarah Indonesia.
Sepanjang sejarah Indonesia pada sekitar satu abad silam, antara Indonesia dan negeri Sakura, Jepang, telah berlangsung serial peristiwa-peristiwa sejarah yang berkalikali terjadi: sebanyak tiga kali periode dengan kurun tiga dekade sekali. Diantaranya adalah periode dekade 1940-an, 1970-an dan 2000-an. Dari tiga kali tiga dekade tersebut, Negeri kelahiran Doraemon itu, entah karena berkat kekuatan benda ajaib 'Pintu Kemana Saja'-nya atau 'Baling-balaing Bambu'-nya, yang pasti Mereka telah berhasil bertandangan ke negeri si Unyil dari Desa Sukamaju di Indonesia Raya ini.
Kehadiran Negeri Matahari Terbit di Tanah-Air Nusantara melaui bidang-bidang, aspek-aspek, variabel-variabel yang berbedaan dalam tiga periode itu. Pada kurun perdana, dekade 1940-an, Mereka hadir dengan kekuatan persenjataan militer alias Politik-Militer-Pendudukan di Indonesia. Pendudukan militer ini telah direncanakan untuk direbut dari kolonial Belanda jauh-jauh hari. Bahkan misi ekspansi dan pendudukan macem itu telah dimulai Jepang sejak dekade awal abad keduapuluh yakni dengan mengusai Korea sejak 1910 (hingga tiga setengah dekade lamanya), kemudian bergerak ke selatan: Asia Tenggara, Negeri-Negeri Bawah Angin antara lain Hindia Belandda.
Pada kurun kedua, dekade 1970-an, Mereka bertopengkan Politik-Ekonomi-Investasi. Pada masa ini, Kita teringat dengan Peristiwa MALARI 1974, sebuah pergolakan politik dan aksi massa. Protes tersebut antaralain berdasar atas dominasi investasi ekonomi Jepang di dalam kancah perekonomian Orde Baru yang tengah getol-getolnya membangun, merevitalisasi dan menstabilisasi kekuatan finansial negara yang sempat ambruk dari rezim lama. Dan ketiga, Mereka mengenakan Strategi Kebudayaan dengan jargon yang umum disebut para pengamat: 'Japan Culture Wave'. Dengan menggunakan kekuatan budaya, Mereka menyajikan produk-produk kebudayaan kepada khalayak muda Indonesia antara lain komik serial gaya manga, langgam musikalitas Rock a la Jepang alias J-Rock, dan kostum atawa tatabusana Harajuku.
Sepertinya, sebelum bercokol, Mereka telah merancang skema kurunik skala jauh demi langgengnya Kuasa atas negeri-negeri berkembang (dalam hal ini Indonesia). Jadi, tidak ujuk-ujuk Mereka mencengkram melainkan berangsur-angsur hingga kulminasi pada bilangan tiga dekade itu. Dan kini, 2012, sebuah kurun dekade baru (kedua) dari milenium ketiga, Kita sungguh terpana dengan gelombang Koreanisasi, terutama dalam blantika musik dan serial drama televisi. Bahkan, di Jepang sekalipun, negara yang dulu pernah menjajah korea tigapuluhlima tahun lamanya, turut terjangkit K-Pop. Kini, sejarah berbalik, gelombang dimulai dengan produk budaya, bukan lagi politik militer, macem Jepang dulu. Dan, disini, ada semacam karma bagi Jepang, Korea berhasil menjejalkan proyek kebudayaannya di Tanah Samurai. Pun arus K-Pop ini juga menjalar ke negara-negara Asia Tenggara, dan tidak kalah heboh, Negeri Kita. Akankah terjadi sebuah masa hegemoni baru berdasarkan penerawangan pola-pola silam (dengan skala periodik pula) itu dengan lakon Koreanisasi?
Boy Sejarawan; 024-70609694
No comments:
Post a Comment
Tak ada gading yang tak retak, saran dan kritik akan kami terima dengan senang hati. Anda sopan kami segan.