Friday, July 29, 2011

CHAMPIONS, KUNCI KEMENANGAN PERUSAHAAN

Saya sedang berdiri di depan cermin untuk memberikan sentuhan terakhir pada posisi simpul dasi agar terlihat lebih rapi.

“Mantap!” Ucap saya dalam hati setelah menggeser simpul itu beberapa milimeter ke arah kiri. Saya tersenyum bahagia merasakan diri saya - dalam balutan setelan jas hitam, kemeja cream, dan dasi merah hati – dipenuhi energi, siap untuk memberikan pelatihan di hari itu.

“YES!” Kali ini saya benar-benar berteriak, sigap melayangkan tinju kanan ke udara, untuk “mengunci” limpahan energi yang saya rasakan.

Merasa sangat siap, saya melirik jam tangan dan menyadari ternyata saya masih mempunyai waktu satu setengah jam sebelum memulai pelatihan - dan saya sudah sarapan pagi. Saya putuskan untuk keluar dari kamar hotel untuk berjalan-jalan melihat public area di hotel ini sambil menuju ke arah function room dimana pelatihan akan diadakan.

Koridor yang saya telusuri terlihat sangat bersih, termasuk karpet yang melapisi lantainya. Karpet itu sangat terawat sehingga kelembutannya masih terjaga walaupun dari warnanya menunjukkan usia pakai yang cukup lama. Dari elevator yang tak kalah bersih, saya turun menuju lantai mezzanine. Lantai mezzanine tampak lengang. Semua yang ada di lantai inipun luar biasa bersih. Kayu pagar pembatas lantai sangat mengkilat. Saya sempatkan diri mengusap bagian bawah pagar itu dengan jari telunjuk – “kebiasaan” sewaktu masih menjadi hotelier – untuk menemukan bahwa pagar itu 100% bersih.

“Hmm.. saya mulai menyukai hotel ini.”

Saya berjalan perlahan ke arah tangga yang mengarah ke lantai lobby. Sampai diujung tangga saya melihat seorang public area attendant (catatan: pegawai hotel yang bertugas menjaga kebersihan area-area publik di suatu hotel) sedang membersihkan pegangan tangga.

Saya berjalan, turun perlahan ke arahnya. Public area attendant itu berhenti melakukan pekerjaannya dan menengok ke atas, ke arah saya. Kami bertatapan mata sebentar sebelum akhirnya dia kembali menunduk dan meneruskan pekerjaannya. Ketika saya sampai cukup dekat dengannya saya menyempatkan diri menyapanya, “Selamat pagi mas.”

Public area attendant itu kembali menengok ke arah saya, memaksakan sebuah senyuman dan anggukan kemudian kembali asyik dengan pekerjaannya, membiarkan saya berlalu.

“Hmm.. saya mulai..”

Sahabat, apakah masih ingat tulisan saya bertajuk 1 Faktor Penjamin Loyalitas Pelanggan? Ingat jugakah tentang faktor-faktor kepuasan pelanggan yang diajukan oleh professor Noriyaki Kano melalui Kano modelnya? Tentunya sahabat masih ingat juga tentang satu faktor tambahan yang saya ajukan, hubungan emosional atau emotional connection? Terima kasih bila sahabat masih ingat. Saya akan ulas dengan singkat faktor-faktor yang ada pada Kano model plus faktor yang saya ajukan.

Kano model mengungkapkan bahwa ada tiga faktor dalam produk atau jasa yang mempengaruhi kepuasan pelanggan. Faktor pertama disebut basic factor yang keberadaannya tidak mengakibatkan pelanggan puas terhadap suatu produk atau jasa. Sementara ketiadaannya pasti menyebabkan pelanggan kecewa terhadap produk atau jasa itu. Contoh dari basic factor adalah AC yang bekerja dengan baik di kamar hotel tempat kita menginap. Faktor kedua adalah performance factor yang keberadaannya CUKUP bisa menambah kepuasan pelanggan sementara ketiadaannya juga tidak terlalu menyebabkan pelanggan kecewa. Penyediaan sambungan internet berkecepatan tinggi yang GRATIS di kamar hotel bintang lima bisa jadi contoh untuk performance factor. Faktor terakhir dalam Kano model adalah excitement factor atau satisfier. Ini adalah faktor WOW! Keberadaan faktor ini akan melejitkan kepuasan pelanggan sementara ketiadaannya tidak berpengaruh apapun terhadap kepuasan pelanggan. Contoh excitement factor ini adalah upgrade kamar tanpa biaya tambahan plus penyediaan free flow hot drinks and snack ketika pihak hotel tahu kita menginap untuk menyelesaikan suatu pekerjaan penting dan kita sering bekerja sampai larut di kamar hotel kita.

Perfomance dan excitement factor dari Kano model mempunyai musuh alami, yaitu waktu. Waktu yang akan membuat pengharapan pelanggan semakin tinggi sehingga “kehebohan” performance maupun excitement factor perlahan akan berkurang. Untuk mengantisipasi pengaruh waktu terhadap kepuasan pelanggan, saya mengajukan satu faktor yang saya sebut emotional connection. Ini adalah faktor yang sepenuhnya bergantung kepada kemampuan setiap karyawan untuk mengelola suatu interaksi yang tulus, bermakna dan bermanfaat bagi pelanggan sehingga menimbulkan ikatan-ikatan emosional antara karyawan (perusahaan) dengan pelanggan. Faktor emotional connection inilah yang memastikan loyalitas pelanggan.

Pertanyaan selanjutnya adalah, “Karyawan seperti apa yang mampu memberikan emotional connection itu?”

Terinspirasi oleh 3 faktor kepuasan pelanggan pada Kano model ditambah faktor emotional connection, saya mengembangkan empat kelompok karyawan dalam konteks kepuasan pelanggan. Pengelompokkan ini saya beri nama OISS Model.

Nama saya bukan Oiss. OISS saya gunakan sebagai nama karena dalam “mengukur” para karyawan, untuk memasukkan mereka dalam masing-masing kelompok yang saya buat, saya menilai ORIENTASI mereka terhadap pelanggan, INTERAKSI mereka dengan pelanggan, SOLUSI yang mereka berikan, dan SURPRISE yang secara kreatif mereka hadirkan. Dengan menilai OISS itu saya membagi karyawan ke dalam empat kelompok utama, yaitu Participants, Talents, Competitors, dan Champions.

Kita akan mulai mempelajari masing-masing kelompok ini. Agar lebih mudah memahami OISS Model, bayangkan bahwa kita sedang melihat lomba marathon yang diikuti oleh banyak sekali peserta.

Mereka yang berada dalam kelompok Participants adalah karyawan-karyawan yang rendah orientasi terhadap pelanggan. Orientasi utama mereka adalah melakukan dan menyelesaikan pekerjaan karena memang seperti itu yang dituntut oleh pihak yang membayar mereka. Mereka tidak mempunyai rasa percaya diri yang cukup untuk berinteraksi dengan pelanggan. Semakin “jauh” mereka dari pelanggan, semakin baik menurut mereka. Ketika pelanggan mendapatkan masalah, mereka yang berada dalam kelompok Participants cenderung menghindar karena, masih menurut mereka, tidak paham bagaimana harus membantu menyelesaikan masalah itu. Jangan terlalu berharap juga bahwa mereka bisa memberikan surprise-surprise menyenangkan untuk pelanggan kita. Ibarat lomba marathon tadi, mereka adalah sebagian besar peserta yang mengikuti lomba hanya sekedar untuk berpartisipasi. Kebanyakan dari mereka tidak mencapai garis finish. Sebagian mencapai garis finish ketika lomba telah usai dan seluruh panitia sudah pulang kembali ke rumah.

Talents adalah kelompok kedua dimana karyawan pada kelompok ini mempunyai orientasi dasar yang cukup pada pelanggan. Secara sadar mereka mengerti bahwa tugas utama mereka adalah memastikan kepuasan pelanggan. Dalam hal interaksi mereka sudah mampu secara tulus tersenyum dan menyapa pelanggan serta, sesekali, menanyakan kabar beberapa pelanggan yang sering mereka lihat. Memberikan solusi masih belum mampu mereka lakukan secara otomatis. Mereka belum mampu mengantisipasi kebutuhan pelanggan akan sebuah bantuan. Ya, mereka mesti “dipencet dulu” dalam hal memberi solusi. Memberikan pelayanan yang surprising belum masuk ke dalam kamus pelayanan para talents ini. Dalam analogi lomba marathon mereka ini adalah beberapa peserta yang mempunyai bakat alami tetapi belum benar-benar terasah sehingga masih belum “diperhitungkan” dalam lomba.

Kelompok ketiga adalah para Competitors. Melihat mereka dari “kaca mata” lomba marathon, mereka adalah peserta yang benar-benar mempunyai kemampuan lari jarak jauh dan mereka pasti mencapai garis finish kecuali ada faktor X, seperti cedera dan lainnya. Dalam konteks pelayanan pelanggan, orientasi mereka terhadap pelanggan sudah sangat luar biasa. Interaksi dengan pelangganpun sudah sangat baik. Solusi bisa mereka berikan dengan baik kepada pelanggan yang memerlukan dan bahkan mereka juga mampu melakukannya sebelum diminta oleh pelanggan. Mereka HANYA belum PeDe dalam hal memberi surprise. Terkadang mereka merasa kurang kreatif dalam hal ini. Memiliki banyak karyawan dalam kelompok ini akan memberi daya saing yang bagus bagi usaha kita.

Kelompok keempat dihuni oleh para champions. Bila mereka adalah pelari marathon maka mereka bukan lagi sekedar bersaing tapi mereka benar-benar berlari untuk menjadi juara. Para karyawan champions ini bagaikan magnit bagi para pelanggan kita. Mereka mempunyai orientasi hebat terhadap kepuasan pelanggan. Interaksipun “mengalir” secara otomatis sehingga pelanggan akan selalu merasa nyaman dilayani oleh mereka. Memberi solusi adalah salah satu keahlian mereka. Surprise? Ini yang membedakan mereka dari para Competitors. Mereka selalu mampu memberi added value melalui surprise-surprise yang mereka berikan pada pelanggan. Ya, para Champions selalu mampu membangun emotional connections dengan para pelanggan sehingga, bila usaha kita memiliki banyak karyawan seperti ini, maka usaha kita akan selalu menjadi juara!

Keberadaan para karyawan dari kelompok Champions memang sangat didambakan oleh banyak perusahaan. Sayangnya, masih banyak perusahaan yang menganggap karyawan dari kelompok Champions ini “dilahirkan”. Bukan! Para karyawan dari kelompok Champions ini dulunya adalah para Participants yang kemudian dikembangkan menjadi para Talents. Keseriusan perusahaan untuk memastikan kemenangan dalam persaingan bisnis membuat mereka terus mengembangkan para Talents sehingga mereka mampu meningkat menjadi para Competitors. Kesinambungan proses pengembanganlah yang akhirnya memastikan puncak prestasi mereka dengan menjadi karyawan Champions.

Salah satu buku favorit saya, dan saya banyak mengambil inspirasi darinya dalam keterlibatan saya di dunia service culture, adalah karya Tom Peters yang berjudul A Passion For Excellence, The Leadership Difference. Di dalam buku itu berkali-kali Tom Peters - yang juga merupakan co-author dari buku terkenal In Search Of Excellence – menyatatakan bahwa segala macam bentuk teknik tidak pernah bisa menghasilkan produk dan layanan yang berkualitas karena yang bisa melakukan semua itu adalah manusia yang diberdayakan (dikembangkan dan diberi kepercayaan). Ini berarti bahwa perusahaan yang sedang mencari “kesempurnaan” dalam hasil bisnis mereka, perlu lebih memfokuskan upaya pada pembentukan para Champions di dalam perusahaan mereka.

Masih ingat public area attendant yang saya temui sedang membersihkan tangga lantai mezzanine di hotel tempat saya menginap? Silahkan dianalisa, kira-kira, dia masuk kelompok yang mana. Sementara, sebagai penutup tulisan ini, saya akan memberikan satu cerita tentang karyawan dari kategori champions.

Hari menjelang sore di perbatasan Johor Baru, Malaysia, dan Singapura. Saya tengah antri untuk mendapatkan ijin memasuki Singapura kembali, setelah seharian menjelajah Johor Baru. Hari itu antrian cukup panjang karena weekend. Untungnya saya memperhatikan pegawai imigrasi sangat cekatan dalam melayani para pelancong sehingga saya tidak mengalami “tekanan waktu” selama antri. Tanpa terasa, giliran saya dilayani hampir tiba. Saat ini sang petuga imigrasi sedang melayani pasangan backpacker berpaspor Belanda yang antri di depan saya.

Saya senang melihat petugas imigrasi tersebut. Dia sangat ramah. Bahkan setelah menyapa dua backpacker tadi, dia menyempatkan diri melihat ke arah saya, tersenyum, dan mengatakan, “I’ll be with you in a minute.” Kemudian ia kembali melayani para backpackers Eropa tadi. Tiba-tiba ia melihat pada sang pria dan berkata, “Wow. Today’s your birthday. Should’ve told me earlier LAH. I could’ve brought you some birthday cake.”

Pasangan backpacker tadi tertawa mendengar ucapan sang pegawai imigrasi. Surprise! Surprise! Sang pegawai imigrasi melongok dari jendela booth, ke arah saya dan para pelancong yang antri di belakang saya dan ia berkata lantang, “This gentlemen is having his birthday today. Can you all please join me in singing a birthday song as a gift to him? After three .. 1, 2, 3 ..” Sang pegawai imigrasi memimpin para pelancong yang antri untuk menyanyikan lagu happy birthday bagi backpacker Belanda tadi dan kamipun bernyanyi. Saya tidak tahu perasaan si backpacker itu tapi saya lihat dia tampak berkaca-kaca sambil tersenyum lebar serta terus menerus berkata, “Thank you.”

Sang pegawai imigrasi tersebut contoh seorang karyawan yang termasuk dalam kelompok champions! Walaupun ia tidak berada pada suatu perusahaan komersial, keberadaannya bisa memberi nilai plus pada citra imigrasi Singapura. Bayangkan bila ada banyak Champions seperti itu yang bekerja di supermarket, bank, hotel, travel agent, dealer, developer, atau bahkan perusahaan manufacture kita. Tentu perusahaan kita akan menjadi champion juga!

No comments:

Post a Comment

Tak ada gading yang tak retak, saran dan kritik akan kami terima dengan senang hati. Anda sopan kami segan.

Followers