Tulisan ini bukan bermaksud membahas hewan kura-kura yang jalannya amat lamban. Tetapi, mengulas investasi yang hasilnya amat lamban, alias mirip kura-kura. Tapi, kura-kura yang lamban bukan berarti selamanya jelek. Bagaimana maksudnya?
Setiap investor pasti menginginkan investasinya membuahkan hasil yang besar. Semakin besar hasil investasi, semakin menarik bagi investor. Dan kalau bisa, investasi tersebut tidak memiliki risiko. Jadi, imbal hasil besar, tapi minim risiko. Adakah investasi semacam itu?
Jawaban konkretnya, investasi seperti itu hanya ada dalam brosur-brosur penawaran investasi. Namun, sepanjang sejarah peradaban manusia, belum pernah ada investasi yang bisa memberikan return tinggi dengan risiko rendah. Itu sebabnya, di semua sekolah keuangan dan investasi ada istilah ”high return, high risk”. Imbal hasil berbanding lurus dengan risikonya. Semakin besar ekspektasi terhadap imbal hasil, semakin tinggi pula risiko yang melekat dalam investasi dimaksud.
Moral ceritanya adalah jangan pernah bermimpi memperoleh imbal hasil investasi yang tinggi secara seketika, kecuali Anda berkenan menanggung risiko yang tinggi pula. Oleh karena itu, imbal hasil investasi mestinya dicapai secara bertahap. Boleh saja agak ”lamban”, tapi secara pasti imbal hasil besar akan Anda peroleh. Seperti apa caranya?
Seperti layaknya mengendarai mobil menuju suatu lokasi. Anda pasti sudah mengenal karakter mobil Anda, apakah sering mogok atau memang kelas mobil balap atau mobil kebanyakan. Jika Anda memiliki mobil balap, pasti kemampuan Anda mengendarai mobil luar biasa dan di atas rata-rata pengendara lain. Kecuali, kebetulan Anda memiliki uang banyak dan mampu membeli mobil balap. Kalau seperti ini, tetap saja mobil balap Anda tidak bisa dipacu atau Anda akan mengalami kecelakaan karena, maaf, kemampuan menyetir Anda belum memadai untuk mengendarai mobil balap.
Demikian pula dengan investasi. Anda tidak akan pernah sukses berinvestasi jika tidak memahami karakter jenis investasi yang dipilih. Atau, Anda tidak memiliki pengetahuan yang cukup mengenai investasi dimaksud. Jadi, imbal hasil yang diinginkan, sebagai analogi tujuan dari ”mengendarai” investasi, sangatlah bergantung dari pengetahuan Anda tentang investasi tersebut, bukan sekadar karena punya banyak uang untuk diinvestasikan.
Tujuan investasi
Dengan metafora seperti itu, langkah awal dalam berinvestasi adalah pastikan tujuan berinvestasi dan pastikan Anda memahami jenis investasi yang akan dipilih. Lalu, berapa lama tujuan investasi itu akan dicapai. Apakah Anda akan menggunakan kendaraan investasi ala ”kura-kura” atau investasi ala ”mobil balap”. Jika Anda tergolong investor pemula, maka investasi ala ”kura-kura” bukan berarti lebih jelek ketimbang investasi ala ”mobil balap”. Lantas, bagaimana wujud investasi ala ”kura-kura” dan bagaimana pula investasi ala ”mobil balap”?
Investasi ala ”kura-kura” adalah investasi yang konservatif. Tetapi bukan berarti seluruh dana yang Anda miliki mesti ditempatkan dalam bentuk deposito berjangka. Anda tetap bisa memilih produk-produk yang tersedia di pasar modal, seperti saham, obligasi ritel, maupun reksa dana. Hanya saja, pilihan pada produk tersebut mesti dilakukan secara selektif dan perilaku Anda dalam berinvestasi juga mesti alon-alon. Artinya, kalau membeli saham bukan dimaksudkan untuk ”beli hari ini jual besok”. Tidak perlu secepat itu, seperti ”mobil balap”. Anda beli beberapa saham yang fundamentalnya baik. Lalu targetkan untuk memperoleh capital gain dalam persentase tertentu, misalnya naik 15-20 persen dalam setahun. Maka jual kembali saham tersebut setelah capital gain itu tercapai.
Demikian juga dengan reksa dana dan obligasi ritel. Tujuan Anda berinvestasi bukanlah untuk ”berdagang”, melainkan mengharapkan imbal hasil tertentu dalam kurun waktu yang cukup lama. Dengan pola seperti ini, investasi Anda akan lebih minim risikonya dan tujuan mencapai imbal hasil memadai relatif akan tercapai.
Mobil balap
Sementara, investasi ala “mobil balap” adalah investasi agresif. Investasi jenis ini memungkinkan investor mencapai tujuan secara cepat, tetapi berpeluang mengalami kecelakaan. Contoh konkretnya adalah, jika berinvestasi di saham, karakter-nya adalah saham untuk trading. Dan belum tentu memiliki fundamental bagus, melainkan lebih didasarkan atas pergerakan harga saham. Lebih mengerikan lagi, investasi ala ”mobil balap”, terkadang tidak didasari oleh logika investasi. Misalnya, ikut serta dalam investasi money game dan lain sebagainya karena semata-mata tergiur dengan investasi yang ditawarkan oleh kalangan tertentu. Padahal itu belum tentu investasi, melainkan upaya tipu menipu belaka.
Dari paparan di atas jelas, jika Anda tergolong investor pemula dan masih dalam tahap pembelajaran berinvestasi, sebaiknya tidak mencoba-coba melakukan investasi ala ”mobil balap”. Akan jauh lebih baik berinvestasi secara perlahan, lebih konservatif. Walaupun imbal hasil yang diperoleh tidak terlalu besar, tapi investasi yang Anda lakukan akan sampai pada tujuan.
Lantas, bagaimana portofolio investasi ala ”kura-kura”? Bisa dimulai dengan menempatkan komposisi konservatif, yakni 30 persen dalam bentuk tabungan/deposito, lalu 50 persen di obligasi ritel dan reksa dana, sisanya yang 20 persen boleh di saham. Selanjutnya, penempatan deposito itu sendiri sebaiknya dilakukan di bank yang berskala besar. Sementara untuk obligasi ritel tentunya yang diterbitkan oleh pemerintah. Sedangkan untuk reksa dana dapat dimulai dengan reksa dana fixed income yang dikeluarkan oleh manajer investasi berskala besar.
Terakhir untuk saham, tujuan pembeliannya adalah untuk dipegang dalam kurun waktu yang cukup lama. Anda cukup membeli beberapa saham saja dan kemudian biarkan harganya bertumbuh, sampai suatu ketika Anda jual kembali setelah mengalami kenaikan harga sekitar 15 persen. Selamat berinvestasi.
No comments:
Post a Comment
Tak ada gading yang tak retak, saran dan kritik akan kami terima dengan senang hati. Anda sopan kami segan.