VIVAnews - Fransisco Holgado, lelaki 66 tahun yang selalu berpakaian serba hitam dan memiliki dua kepribadian. Siang dia menjadi seorang ayah, malam dia menjadi pemburu pembunuh anaknya.
Ini adalah tahun ke 15 sejak anaknya, Juan Holgado, terbunuh dengan lebih dari 30 tusukan. Seperti dilansir dari laman Associated Press, Sabtu, 15 Januari 2011, Fransisco Holgado menghitung setiap tahun kematian anaknya tersebut di sebuah tembok di kota Jerez De La Frontera, Spanyol.
Pada tembok itu tertulis “14 tahun. Keadilan untuk Juan Holgado”. Holgado menimpa angka 14 tahun dengan cat putih dan menggantinya dengan angka 15 tahun. Selama itu pula, Holgado berjuang mencari pembunuh anaknya sampai ke sarang bromocorah di kota yang terletak di Spanyol selatan itu.
Holgado mengambil pensiun dini di kantornya demi melancarkan misinya. Istrinya bahkan menceraikannya, dan ketiga anaknya mulai mengacuhkannya. Dengan menggunakan wig murahan, kacamata dan sebuah topi, Holgado menyamar dan mendekati semua penjahat di lokasi tersebut.
“Apa yang harus seorang ayah lakukan? Seorang ayah yang anaknya dibunuh tidak bisa hanya duduk di rumah. Dia harus menemukan pembunuhnya, bahkan mengorbankan nyawanya jika diperlukan,” ujar Holgado yang setiap hari ziarah ke makam anaknya, dan sampai saat ini, Holgado masih mengenakan pakaian hitam-hitam, tanda berkabung.
Juan Holgado, 26, terbunuh pada 22 November 1995 saat bekerja di sebuah pompa bensin. Dia ditemukan bersimbah darah dengan puluhan tusukan. Pembunuhnya berhasil kabur setelah mengacak-acak toko di pompa bensin dan melarikan uang beberapa ratus dolar, beberapa pak rokok, dan beberapa botol minuman alkohol.
Penyelidikan kematiannya terbentur kurangnya barang bukti pada penyidikan. Tempat kejadian perkara (TKP) yang semula penuh dengan darah, pecahan kaca, dan bekas perkelahian telah dibersihkan pemilik pompa bensin. Beberapa fotografer dan wartawan juga merusak TKP. Sidik jari tersangka juga telah hilang tanpa bekas. Inilah yang menyebabkan pengadilan tidak bisa menangkap satu orang pun hingga saat ini.
Demi mendapatkan informasi dari lokasi kejahatan. Helgado menyamar menjadi Pepe. Dia berhasil berteman dengan para pengedar obat-obatan terlarang, perampok, dan pelacur. Semuanya demi mendapatkan informasi mengenai pelaku. Bak agen mata-mata, semua percakapan dengan mereka direkamnya dengan apik di sebuah kaset.
Terdapat puluhan rekaman dalam kaset berdurasi 60 menit. Empat orang tersangka telah berhasil dia tangkap, namun semuanya akhirnya dibebaskan karena kurang bukti. Seorang pemuda yang paling dicurigainya adalah Pedro Asencio, pemuda ini mengaku kepada Pepe telah membakar bajunya yang berlumuran darah kala itu, dia juga mengatakan akan membunuh Fransisco Helgado.
Namun bukannya melampiaskan kekesalannya pada Asencio, Helgado malah menyelamatkan nyawanya. Ketika itu keduanya tengah berkendara, Asencio yang tengah mabuk melihat seekor kelinci dan tiba-tiba mengejarnya. Mabuk, Asencio tercebur ke sungai dan meminta pertolongan. Helgado menolongnya tanpa pikir panjang.
“Apa yang harus aku lakukan? Jika dia tenggelam, tidak ada yang akan tahu pembunuhnya. Saya ingin melihat ini sampai akhir, saya tidak ingin setengah-setengah,” ujar Helgado.
Namun, Asencio dibebaskan karena kurang bukti. Saat ini, Asencio entah ke mana, Helgado terus mencari bukti pendukung.
Helgado terkenal karena kenekatannya di acara-acara publik. Dia pernah berdiri di tengah rel kereta untuk menghentikan kereta ke Madrid. Dia menempeli kota dengan poster dan mencoret-coret gedung menuntut keadilan.
Dia juga dua kali pernah mengganggu jalannya pertandingan sepakbola dengan berlari ke tengah lapangan membawa banner dan bunga carnation, yang berarti dia tidak akan melupakan anaknya. “Dia adalah pejuang yang gigih,” ujar kawan Helgado, Pablo Berrera, 33, seorang bartender.
No comments:
Post a Comment
Tak ada gading yang tak retak, saran dan kritik akan kami terima dengan senang hati. Anda sopan kami segan.