Obsesi yang tidak sampai menjadi beban yang sangat berat buat generasi
penerus kita, karena itu kita harus sadar bahwa jamannya berbeda, cara
pandang berbeda dan impian kita pun berbeda. Jadi yang penting tut wuri
handayani jangan sok jadi komandan yang bisanya cuma merintah ini itu
padahal terbukti kita sendiri tidak mampu.
Pak Budi menegur anaknya, 'Jono, kenapa kamu tidak bisa seperti Bobby
yang nilai ulangannya tidak ada warna merahnya?'
'Jangan salahkan aku dong, Bobby kan mempunyai ayah yang pintar.' Jawab Jono santai.
Begitulah cara pandang kita berbeda dengan cara pandang anak kita. Kita pada dasarnya memiliki dua alat memandang, yaitu mata kepala dan mata batin. Pandangan mata kepala terhalang oleh dinding dan jarak. Pesawat terbang yang begitu besar, nampak sangat kecil oleh mata kepala. Bintang-bintang galaksi yang sangat besar nampak hanya kerlap kerlip kecil oleh mata kepala. Nah pandangan mata batin menembus sekat ruang dan waktu. Pandangan mata batin itulah yang disebut ma`rifat, orang yang memiliki ma`rifat disebut `arif. bukan arif dalam bahasa Indonesia.
Asal kata bahasa Arabnya `arofa â€"ma`rifat -`arif-ma`ruf yang arti dasarnya adalah kenal. Kenal berbeda dengan tahu. Tahu bersifat kognitif, bersifat pengetahuan, berbasis pengamatan atau teori. Sedangkan kenal sudah bersifat afektif berbasis pengalaman langsung. Ada seorang wanita yang sudah hidup bersama dengan suaminya selama 20 tahun, ternyata ia belum mengenal siapa sesungguhnya suaminya itu. Ia dibuat terkaget-kaget setelah mengenal siapa sesungguhnya manusia yang sudah seranjang selama duapuluh tahun, karena selama ini ia keliru pandang atau tertipu oleh penampilan lahir.
`Arif bukan hanya horizontal tetapi juga vertikal. Orang yang secara vertikal sudah `arif disebut mencapai ma`rifat, yaitu mengenal Allah, bukan sekedar tahu ada Allah.
Oleh karena seorang `arif sudah mengenal Tuhannya sebagai Yang Maha Baik, maka ia tabah ketika menerima kegagalan atau musibah, karena boleh jadi musibah itu hanya sekedar ujian yang diberikan Allah kepadanya. Ia sadar-sesadarnya bahwa kesulitan adalah bagian dari sistem kehidupan. Ia sadar bahwa Allah Subhanahu Wa Ta'ala
menciptakan sistem hukum dimana tidak ada gelap yang selamanya, setiap habis gelap pasti terbit terang.
Begitupun dalam hidup, dibalik kesulitan ada kemudahan. Orang arif tetap tersenyum dalam kesulitan, bersiap kecewa dan sedihpun tanpa kata-kata, karena ia melihat makronya kehidupan, bukan mikronya.
Sedangkan orang yang belum `arif mudah frustrasi, mengeluh dalam kesulitan, tidak siap kecewa, dan jika bersedih ia ungkapkan dengan berbagai kata cacian,karena ia hanya bisa melihat kehidupan secara mikro dengan dirinya menjadi pusat perhatian. Kata hadis Nabi, seorang `arif adalah juga orang yang sudah mengenali siapa dirinya dalam struktur makro, horizontal dan vertikal, maka iapun tahu diri.
Jika orang sudah benar-benar mengenal siapa dirinya, pasti ia mengenal siapa Tuhannya, "man `arofa nafsahu `arofa robbahu" (Ali bin Abi Abi Thalib)
Historian Indonesia
maspank@yahoo.com
02470609694
No comments:
Post a Comment
Tak ada gading yang tak retak, saran dan kritik akan kami terima dengan senang hati. Anda sopan kami segan.