Saturday, May 1, 2010

BUMN tak Produktif Harus Digabung atau Dihapus

Penerimaan dividen dari 142 Badan Usaha Milik Negara (BUMN) ternyata hanya didominasi oleh 25 BUMN besar. Hal ini tentu menjadi PR (pekerjaan rumah) yang harus ditangani Kementerian Negara BUMN.

Lantas apa langkah yang akan diambil agar BUMN pun bisa menguntungkan? Deputi Kementerian Negara BUMN Bidang Usaha Jasa Lainnya, Muchayat, memaparkan rencananya dalam perbincangan dengan wartawan Republika, Yasmina Hasni, dan pewarta foto, Pandega Citrabangsa, berikut ini.Bagaimana Anda menilai kinerja BUMN saat ini?Kinerja BUMN yang di bawah saya ada 37 badan, waktu saya masuk 2006, hampir lebih dari separuhnya mengalami masalah pelik. Baik dari segi cash flow maupun equity-nya bermasalah. Akhirnya, saya coba analisis masalahnya, ternyata ada beberapa yang perlu kita cermati. Pertama ukuran bisnisnya yang tak tepat. Kedua, fixed cost-nya terlalu tinggi. Ketiga, sumber daya manusianya kurang kompeten. Selain itu bidang riset dan pengembangan juga tidak pernah dijadikan alat untuk mengembangkan usaha.Tiga hal tersebut mengakibatkan efisiensi yang rendah. Sehingga tidak kompetitif. Satu contoh misalnya Perusahan Umum Perumahan Nasional (Perum Perumnas), cashflow-nya negatif, jadi rugi terus. Karyawannya terlalu banyak. Selain itu, sektor aneka industri, seperti PT Sandang (Industri Sandang Nusantara, red), Industri Soda Indonesia (ISI) dan PT Iglas juga bermasalah.Setelah saya telaah satu persatu dari prospek bisnisnya, ISI tidak bisa dipertahankan karena market share-nya yang rendah, tidak kompetitif untuk bersaing dengan industri-industri soda. Maka saya sarankan untuk dilikuidasi. Sementara yang lainnya saya seriusi. Yakni PT Iglas, PT Sandang, dan Perumnas.Apa sektor yang harus mendapat perhatian lebih?Dari 142 BUMN, penerimaan dividennya hanya didomisasi oleh 25 BUMN besar. Sementara yang lainnya tidak ada, malah rugi. Maka ke depannya, akan dibuat hingga 40-50 BUMN saja, dengan penggabungan dan penutupan BUMN yang kurang produktif. Karena arahnya seperti itu, maka sejak kini harus dianalisis.Jika diamati, BUMN yang bisa didorong sebagai penghasil devisa itu cukup banyak. Satu contoh misalnya perbankan. Jadi, BUMN yang akan dilaga baik dalam level regional maupun global yakni perbankan, asuransi, pembiayaan.Selain itu perkebunan, jasa konstruksi, dan industri farmasi juga mumpuni. Jasa-jasa lain, misalnya penerbangan, surveyor, kemudian industri-industri berat seperti gas, baja, dan semen pun dianggap mampu bersaing dengan internasional. Maka kita arahkan dorongan ke perusahaan yang ukurannya tepat dan efisiensinya tinggi, sehingga bisa bersaing dengan perusahaan asing. Perusahaan-perusahaan itu juga akan diarahkan pada privatisasi. Sementara yang PSO (Public Service Obligation) dan strategis juga jangan ditinggalkan, namun tidak diberikan dorongan terlalu keras.Lantas, bagaimana persaingan antara BUMN dan asing?Kita belum bisa mengukur, karena bisnisnya BUMN sekarang belum terukur. Apakah Semen Gresik dengan kapasitas sekitar 7 juta ton itu sudah ukuran pabrik yang tepat? Itu kan belum bisa diukur. Yang jelas ketika Semen Gresik itu kita invetasikan, ternyata tumbuh. Maka yang terpenting kini bukan kapasitasnya, tapi untungnya. Harga sahamnya juga tumbuh, nah sekarang mulai ekspansi. Jadi masih banyak BUMN yang bisa...


Artikel diambil publikasi online Koran Republika.
05 Oktober 2009 pukul 01:02:00
Hasil Wawancara dgn Deputi Kementrian BUMN.

Penyadur kembali: Koko Jorganizer, 024.7060.9694

No comments:

Post a Comment

Tak ada gading yang tak retak, saran dan kritik akan kami terima dengan senang hati. Anda sopan kami segan.

Followers