Tuesday, April 24, 2012

Mengenal Istilah "Outcome Thinking".

Outcome Thinking merupakan satu dari empat filosofi Neuro Linguistic Programming (NLP). Dasar pemikiran utamanya ada dua. Pertama bila seseorang berada pada kondisi yang tidak diinginkannya (present/problem state), ia harus merespon dengan bertanya: kondisi seperti apa yang diinginkannya (desired state)?

Mencari solusi untuk mengatasi setiap problem adalah seperti berpikir di luar kotak, sebaliknya, semakin lama terpaku pada persoalan atau hal-hal yang tidak diinginkan dapat membuat persoalan menjadi semakin berat dan sulit ditangani. Sebagai contoh, bila seseorang sedang menderita sakit kepala, ia dapat memilih untuk terus-menerus merasakan penderitaannya hingga rasa sakit itu menjadi hiperbola atau meminum obat penahan sakit, kemudian mengalihkan pikirannya pada hal-hal yang menyenangkan agar dapat "melupakan" gangguan sakit kepala tersebut.

Kedua; melibatkan kecerdasan pikiran alpha sehingga kita dapat menjiwainya. Bila kita telah dapat menjiwai apa yang kita inginkan—meskipun belum terjadi, maka keinginan tersebut akan berbalik menuntun perilaku kita. Gol adalah apa yang kita rancang dengan menggunakan kecerdasan kognitif, analisis, dan logis, sedangkan outcomes adalah akibat atau hasil dari tercapainya suatu gol. Supaya peryataan gol dapat diterapkan maka perlu disusun dalam format yang terstruktur yang disebut well-formed dan mengikuti modus operandi pikiran alpha yang cerdas.

Cara menyenangkan yang sering saya gunakan untuk mengilustrasikan goal dengan outcome adalah dehidrasi di siang yang terik, segelas air yang memberi efek kesegaran. Bayangkanlah bahwa Anda sedang berkelana di padang pasir dan suatu malam Anda tertidur pulas, dan tidak tahu kalau seseorang telah mencuri persediaan air minum Anda. Keesokan harinya Anda melanjutkan perjalanan. Karena teriknya matahari di padang pasir tak terperikan, Anda segera mengalami dehidrasi, luar biasa haus; kerongkongan Anda kering, mulut Anda terasa tebal, lidah Anda terasa kaku dan bibir-bibir Anda mulai meretak. Anda berada dalam problem state dan jelas Anda menginginkan—sangat menginginkan—air! Anda tahu bagaimana rasanya air segar membasahi bibir-bibir, mulut dan melewati kerongkongan Anda (future pace). Gol atau tujuan Anda sangat jelas: air! Anda beruntung, bertemu dengan rombongan kafilah dan mereka memberi Anda sekendi air. Gol Anda tercapai. Setelah meminum secukupnya, Anda merasa segar (outcome).

Berdasarkan arah pencapaiannya, goldapat dibedakan menjadi dua; yang pertama adalah Outcome goal: tempat tujuan yang mana Anda sedang bergerak mendekatinya [Anda menginginkan air minum]. Dan yang kedua process goal: yakni usaha Anda mencapai gol tersebut,  bagaimana Anda dapat tiba di tempat tujuan [upaya mendapatkan air]; outcome goal Anda.  Outcome goal kita nyatakan dalam visi misi, lalu dipecah menjadi gol yang dapat kita proses. Bagian ini kita akan memfokuskan pembahasan pada process goal.

Suatu outcome dapat disebut well-formed bilamana memenuhi kriteria-kriteria: pernyataan positif dan spesifik; dirancang atas inisitif sendiri dan dapat diusahakan sendiri; memiliki konteks yang jelas, kapan dan di mana—tanggal, lokasi yang jelas—akan dicapai atau terlaksananya.

Positif dan spesifik

Bayangkan situasi ini;  seseorang—bos atau pasangan, misalnya—memberikan Anda daftar belanja, lalu meminta Anda pergi ke toserba. Setibanya di sana Anda baru sadar bila daftar tersebut bukannya berisi barang-barang yang hendak dibeli, melainkan yang tidak dan jangan dibeli. Reaksi Anda pasti beda dengan reaksi orang lainnya; barangkali ada yang justru membelikan barang-barang yang disuruh jangan dibeli; misalnya pada daftar tertulis: Jangan beli deterjen, tidak mau beli shampo, dilarang beli keset kaki dan seterusnya, tetapi justru barang-barang itu yang Anda beli. Barangkali reaksi orang lainnya; bingung saja, tidak membeli apa-apa. Barangkali orang lainnya lagi akan berusaha menelepon si penyuruh, dan bila tidak dapat mengontak, akan meninggalkan pesan pendek.

Pikiran cerdas kita—orang lain boleh menyebutnya pikiran bawah sadar atau pikiran tidak sadar—hanya dapat menerima pesan yang dinyatakan dengan kalimat positif.  Bila tidak, pikiran cerdas akan merespon seperti ilustrasi di atas; membuang kata-kata negatif (jangan, tidak mau, dilarang), bingung, atau berusaha mengirimkan pesan—bukan dengan SMS, melainkan mutung alias tidak termotivasi untuk merespon.

Pada contoh saya ingin menjadi trainer dan konsultan bisnis tersohor, tentu saja harus didukung dengan gol-gol lain di antaranya yang terpenting tentu saja stamina. Fisik yang prima sangat amat dibutuhkan agar sanggup berdiri berjam-jam sambil berbicara terus-menerus. Tujuan utama saya tidak akan tercapai jika saya kehabisan nafas di tengah-tengah suatu training. Selain itu, saya perlu memiliki pikiran yang jernih, kreatif dan cepat menemukan solusi terhadap situasi sulit yang mungkin saja terjadi. Saya memberi kesempatan kepada pikiran cerdas saya untuk menggolkannya dengan mengirimkan pesan positif : saya fit, stamina prima, pikiran jernih, saya menjawab setiap pertanyaan dengan sigap, memberikan solusi yang tepat dan bergembira. Pikiran cerdas kita menerima pernyataan apapun yang terus-menerus diulang sebagai fakta dan kebenaran. Juga beroperasi berdasarkan hukum daya tarik(law of attraction) terhadap sinyal yang terus menerus kita kirimkan. Sebab itulah, kita akan mendapatkan apa yang sungguh-sungguh kita inginkan dan yang kita impi-impikan.

Sebaliknya bila diijinkan terus-menerus memikirkan yang tidak kita inginkan; tidak mau gemuk, tidak mau sakit, tidak mau lupa, maka sinyal yang bolak-balik membakar syaraf-syaraf otak kita adalah kata-kata "gemuk", "sakit", "lupa". Untuk memperjelas hal ini sekarang bayangkan seekor kuda putih. Bayangkan terus! Kuda putih…kuda putih…kuda putih…dan sekarang berhenti membayangkan kuda putih! Apa yang terjadi? Untuk tidak lagi membayangkan kuda putih, kita harus melewati proses membayangkannya terlebih dahulu.

Jelas bukan bahwa gol dan outcome harus dinyatakan dengan pernyataan positif? Contoh lain; gol Anda adalah menjadi seorang presenter yang terkenal dengan honor puluhan juta Rupiah sekali naik panggung. Namun saat ini Anda masih "demam panggung" alias grogi di depan orang banyak, maka salah-satu gol kecil Anda adalah mengatasi perasaan grogi tersebut. Sinyal apa yang akan Anda kirimkan kepada pikiran bawah sadar Anda?

"Aku tidak boleh grogi kalau sedang berada di atas panggung." Pernyataan ini negatif, dengan kata lain tidak well-formed, bukannya Anda menjadi tidak grogi malah Anda harus memikirkan dan mengalami, merasakan terebih dahulu bagaimana Anda berdiri di atas panggung dengan perasaan tersiksa, mulut terkunci atau berbicara terbata-bata dan lupa teks pidato yang telah dihafalkan sebelumnya!
"Aku harus dapat mengatasi penyakit demam panggung ini."

Masih tidak well-formed juga! Meskipun kalimat di atas adalah kalimat positif, tetapi Anda tidak dapat mencapai apa yang tidak menjadi keinginan Anda! Anda tidak dapat mencapai: ketenangan, percaya diri, nyaman dan yakin itu dengan "mengatasi demam panggung". Karena itu nyatakanlah dengan pernyataan yang dapat diterima oleh pikiran cerdas Anda: "Aku merasa nyaman, enjoy ketika sedang berdiri di atas panggung, di hadapan penonton. Aku percaya diri dan tenang.

Kata-kata yang cerdas dan menghibur mengalir lancar." Dan jika terus-menerus membayangkan diri Anda berdiri di atas panggung dengan sikap demikian, lama-kelamaan pikiran cerdas Anda akan menerimanya sebagai kenyataan; memang seperti itulah pribadi Anda.  Di saat Anda benar-benar berdiri di atas panggung maka Anda akan beraksi persis seperti yang selama ini Anda pikirkan berulang-ulang.

Salah-satu alasan gol utama atau tujuan besar kita perlu diturunkan (chunking down) menjadi gol-gol kecil adalah supaya kita dapat mengirimkan pesan-pesan spesifik kepada pikiran cerdas kita dan mendapatkan evidence (bukti) melalui penginderaan. Anda dapat melakukan percobaan kecil dengan mengirimkan pesan kepada pikiran cerdas sebelum tidur; pukul berapa Anda ingin bangun keesokannya. Nyatakan secara positif dan spesifik, "aku bangun dari tempat tidur pukul lima pagi." Jika Anda melakukan eksperimen ini secara betul, Anda tak pernah membutuhkan weker. Hal ini telah saya praktekkan selama bertahun-tahun, bila memerlukan bangun pagi, saya dapat bangun pada jam tertentu yang telah saya set sebelum tidur, dan bila tidak memerlukan bangun pagi, saya akan tidur hingga kebutuhan tubuh untuk beristirahat terpenuhi.

Kesimpulannya; untuk setiap gol yang Anda rancang; nyatakan secara positif dan juga spesifik. Seperti dikatakan Robert Dilts, kita tidak bisa menyetop sebuah taksi dan tidak memberikan alamat yang hendak dituju dengan jelas serta spesifik. Supir taksi akan selalu bertanya, "Ke mana?" dan Anda tidak dapat menjawab, "Pergi dari tempat yang tidak aku inginkan ini." Maka supir taksi itu akan terus mendesak hingga Anda memberikan tempat yang akan dituju secara jelas dan spesifik atau ia menolak melayani Anda.

inisiatif dan kendali

Gol harus dibuat atas inisiatif pribadi dan sepenuhnya di bawah kendali penggagasnya. Jaka Tingkir tidak dapat mencegah Sultan Trenggana mengusir dan memecatnya ketika ia melakukan kesalahan, namun ia dapat berupaya menjadikan dirinya layak dan pantas untuk diterima kembali. Lina tidak dapat berharap bosnya berinisiatif menaikkan gajinya, namun ia dapat membuat prestasi yang mengesankan bosnya dan membuat sang bos merasa "berutang budi" padanya.
Salah-satu faktor yang menunjang kesuksesan kita adalah komunikasi dan relasi dengan orang lain. Katakanlah bahwa Anda merasa dicuekin oleh seseorang, padahal masukan, saran maupun kritik dari orang ini sangat penting bagi Anda. Maka tidak ada pilihan, Anda harus mengatasi masalah ini segera. Bagaimana Anda menyatakan gol ini?

"Aku mau dia peduli pada apa yang aku lakukan." Tentu Anda tidak akan berhasil, sebab tidak mungkin bagi Anda untuk  berharap—menghendaki—seseorang mengubah perilakunya. Anda tidak punya kendali atas orang lain. Tidak peduli siapapun dia, adik, anak, bawahan, pembantu dan bahkan orang yang hidupnya sepenuhnya di bawah kekuasaan Anda sekalipun, Anda tidak dapat mengendalikan sikapnya terhadap Anda. Anda dapat mengancam, menekan dan memaksa, tetapi hasilnya tidak akan pernah seperti yang Anda harapkan.  Apa yang dapat Anda lakukan adalah mencari tahu mengapa orang ini tidak peduli kepada Anda? Mengapa dia tidak memberikan perhatian, tidak memberikan feedback lagi? Anda boleh saja memiliki kekuasaan tetapi Anda tetap tidak bisa mengendalikan orang lain seperti halnya Anda tidak bisa menghentikan hujan, tetapi Anda dapat berinisiatif memakai jas hujan atau payung. Anda tidak dapat mengubah arah bertiupnya angin, tetapi Anda dapat mengubah posisi layar Anda.

Setelah Anda memahami masalah di balik sikapnya, Anda dapat menyusun gol yang dapat Anda kelola dan kendalikan secara efektif. "Aku akan bersikap lebih ramah kepadanya. Menegur terlebih dahulu bila bertemu. Aku akan menjawab pertanyaannya dengan santun dan profesional". Jika itu yang dapat Anda lakukan, maka pernyataan gol Anda akan kurang lebih berbunyi: Memperbaiki hubungan dengan A mulai besok pagi, dalam waktu satu minggu hubungan kami meningkat ke level di mana ia bersedia terbuka terhadap saya dan memberikan masukannya yang sangat penting bagi saya.

ruang dan waktu

Selain spesifik seperti diskusi kita pada bagian sebelumnya, gol atau outcome hendaknya dibuat sesuai konteks. Contoh: gol Anda adalah nyaman di atas panggung, konteksnya terjadi kapan, di mana, dan bagaimana sifat acaranya?  Kejelasan konteks akan memudahkan kita untuk mengukur kemajuan yang dicapai.

Anda pernah menonton balap mobil melalui siaran langsung? Bayangkan di masa sebelum televisi berkembang seperti sekarang ini,  penonton tidak tahu siapa yang akan memenangkan balapan tersebut, dan terpaksa menunggu hingga mobil pertama memasuki garis finish. Namun dengan laporan pandangan mata yang up to date seperti sekarang, kita sudah bisa mengikuti penampilan tiap-tiap pembalap sepanjang balapan itu berlangsung. Demikian pula halnya perjalanan transformasi dari keadaan sekarang menuju keadaan yang diinginkan, kita tidak akan tahu hasilnya kecuali kita mendapatkan masukan-masukan yang berguna dan segera. Menunggu hingga mencapai garis finis akan sangat merisaukan dan penuh ketidakpastian.

Perjalanan dari present state menuju desired state tidak akan selamanya lancar. Seperti telah kita identifikasikan sebelumnya, tidak jarang terjadi set-back (kemunduran), meleset dari rencana atau perkiraan kita semula. Perjalanan saya dari present state sebagai pegawai kantoran (tahun 2005) menuju desired state (menjadi trainer dan konsultan mandiri tahun 2007) mengalami berbagai fase. Pertama adalah fase persiapan, di antaranya saya mengambil berbagai sertifikasi, menyiapkan calon pengganti saya di perusahaan, dan menyiapkan keuangan. Karena beberapa set-back, waktu yang direncanakan sebelumnya, yakni 1 Januari 2007 terpaksa dimundurkan hingga 1 Oktober 2008. Fase berikutnya, dari segi bisnis terjadi sedikit deviasi, namun dari segi kapabilitas sebagai trainer, saya sangat puas karena mengalami peningkatan luar biasa, hal tersebut dapat saya ketahui dari feedback yang diberikan oleh para peserta dan perusahaan pengguna jasa pelatihan saya. Selain berupa evaluasi tertulis,  feedback dapat pula saya kalibrasi dari sikap dan perilaku peserta selama mengikuti pelatihan. Namun yang tak kalah pentingnya adalah feedback dari pikiran cerdas kita, sejalan dengan peningkatan kapabilitas (dalam hal ini semakin mendekatkan saya pada gol utama), saya merasa semakin nyaman melakukan pekerjaan ini. Kesadaran akan hal ini sangat penting, sebab memantapkan dan menyemangati hati saya.

Kita telah tahu bahwa tidak mungkin merancang suatu gol yang berada di luar kendali kita. Sebagai orang tua saya ingin anak saya berprestasi, tetapi saya tidak mungkin merancang gol: "Anak-anak mendapat nilai A+ semester ini," Yang dapat saya lakukan adalah merancang gol: "Membantu anak-anak belajar dua jam setiap hari." Inisiatif datang dari diri saya dan saya dapat mengendalikan perilaku, sikap dan suasana yang tepat untuk kegiatan belajar.

Kita tidak dapat mengendalikan bagaimana orang-orang bersikap, tetapi tentu saja kita dapat merancang gol: memperbaiki relasi dengan orang lain, misalnya rekan kerja, bawahan, atasan, pasangan hidup, orang tua dan anak-anak. Bagaimana mengukur kemajuan kita? Pertama-tama tentu saja perubahan sikap dan perilaku pihak lainnya. Dan ukuran lain berupa perasaan nyaman yang kita rasakan ketika berhubungan dengan pihak-pihak lain itu. 

Sumber Daya dan Hambatan

Perjalanan dari present state menuju desired state membutuhkan mental pemenang, berbagai sumber daya seperti materi, tenaga, waktu, bantuan, dan dukungan orang lain, juga keteladanan (role model).  Kabar baiknya adalah bahwa semua sumber daya yang kita butuhkan untuk mencapai sukses ini telah tersedia bagi kita.  Kebanyakan hal yang kita persepsikan sebagai sumber daya tak lain tak bukan adalah produk dari kebijaksanaan kita memanfaatkannya.

Ketika sedang mengetik bagian ini dan memikirkan analogi apa yang tepat untuk menggambarkan kejelian menemukan dan kebijaksanaan menggunakan sumber daya untuk mendukung pencapaian gol-gol kita, saya teringat cerita berikut ini yang pernah saya baca di masa kanak-kanak dulu.

Sepasang ayam sedang mengais-ais di kebun sang petani, "Hei, lihat apa yang aku temukan!" Seru ayam betina tiba-tiba. Ayam jantan mendekat untuk melihat apa yang telah diketemukan oleh ayam betina itu, dan ia berseru dengan nada meremehkan, "Ah, hanya sebutir padi!" Serunya, "dimakan saja!" Katanya lebih lanjut.

Ayam betina tidak menyahut, ia punya rencana lain. Hanya sebutir padi, dimakan juga tidak mengenyangkan. Lebih baik aku tanam saja. Pikirnya. Dengan sepasang cakarnya ia menggemburkan sebidang kecil tanah lalu menanamkan butir padi itu di situ. Beberapa hari kemudian, butir padi itu telah bertunas, dan makin hari semakin tinggi dan besar. Tidak lama kemudian, berbulirlah padi itu. Tentu saja ayam betina itu sangat bersuka-cita.

Menyaksikan betapa usaha ayam betina telah membawa hasil, ayam jantan juga ingin menanam biji-bijian apapun dapat ditemukannya. Suatu hari ia menemukan sebutir mutiara ketika mengais di bawah jendela rumah petani. Ayam jantan yang tidak mengerti kalau benda tersebut adalah mutiara dan tidak dapat tumbuh jika ditanam, segera menggemburkan sepetak kecil tanah untuk menanam benda tersebut. Ketika ia sedang giat-giatnya menggaruk tanah dengan sepasang cakarnya itu terdengarlah istri petani ribut-ribut mencari sebutir mutiaranya yang terjatuh dari untaian kalungnya yang terputus.

"Wah, gawat!" Seru ayam jantan "Harus lekas-lekas aku sembunyikan," pikirnya, tetapi terlambat, istri petani telah melihat mutiaranya yang hampir saja ditimbun ayam jantan dengan tanah.

"Hush!" Istri petani mencoba mengusir ayam jantan dan bermaksud mengambil mutiara itu. Ayam jantan yang panik mematok mutiara tersebut dan menelannya. Melihat hal itu istri petani menjadi marah. Ia menangkap ayam jantan dan menyembelihnya untuk mengeluarkan mutiara dari temboloknya. Berakhirlah hidup ayam jantan gara-gara sebutir mutiara. Benda berharga bagi istri petani tetapi membawa petaka bagi seekor ayam yang bodoh.

Waktu adalah sumber daya selanjutnya yang maha penting. Dalam konteks ini, kita tidak saja berbicara satuan waktu yang akan kita gunakan untuk mencapai gol, tetapi juga bagaimana mendapatkan cukup waktu untuk melakukan tindakan-tindakan yang mengarahkan kita kepada desired state. Kita sering kali mendengar orang mengeluh kekurangan waktu untuk melakukan ini dan itu. Tidak sedikit pula yang mengeluh betapa sulitnya mengelola waktu. Benarkah manusia dapat mengelola waktu? Bukankah kita semua diberikan jatah yang sama; 24 jam sehari? Kita 'kan tidak mungkin menambahkan satu menit apalagi satu jam, jadi apa yang dapat kita manage? Waktu itu untouchable!

Sesungguhnya kita tidak mungkin mengelola atau memanajemen waktu. Tetapi kita dapat memanajemen cara kita menggunakannya,  antara lain dengan membuat prioritas-prioritas. Ingatlah bahwa setiap detik waktu yang kita habiskan untuk melakukan kegiatan tertentu tidak tergantikan. Sama halnya dengan investasi di dalam bisnis, kalau keputusan investasi tepat, direncanakan dan dilaksanakan dengan baik, investasi akan kembali dalam bentuk return of investment. Demikian pula halnya waktu. Waktu yang terbuang untuk bermain-main tidak mungkin kembali kepada kita dalam bentuk manfaat.

Saya sering mendapat pertanyaan bagaimana saya membagi waktu mengingat selain bekerja full time—Senin sampai dengan Jumat—di perusahaan, saya juga menulis novel, mengajar dan melakukan konsultasi bisnis kepada beberapa klien perusahaan. Jawaban yang dapat saya berikan adalah saya merancang gol-gol, baik gol jangka pendek maupun jangka panjang, dan saya investasikan waktu yang 24 jam itu menurut prioritas masing-masing gol. Saya mengurangi menonton acara televisi, melakukan seleksi ketat DVD yang ditonton. Saya hanya membaca buku yang berhubungan dengan aktivitas saya, baik sebagai eksekutif keuangan perusahaan multinasional maupun sebagai business coach dan konsultan. Ketika terjebak kemacetan lalu-lintas saya selalu mendengarkan CD pengetahuan dan audio-book.

Bagaimana "memanfaatkan" orang lain untuk mencapai tujuan kita? Dalam konteks well-formed outcome, kita dianjurkan agar tidak tergantung kepada orang lain. Namun, dalam proses pencapaian gol, tidak jarang kita membutuhkan bantuan orang lain, terutama untuk memberikan masukan, dukungan moril dan bentuk bantuan lainnya. Jika mobil Anda mogok di tengah perjalanan, Anda memerlukan orang-orang lain untuk mendorongnya, tetapi Anda sendiri yang harus memegang stir, menginjak pedal gas dan melepaskan pedal kompling pada saat yang tepat. Kecakapan mendelegasikan tugas kepada orang-orang lain membantu kita menghemat sumber daya waktu.

Siapa yang dapat Anda jadikan role model atau teladan di bidang yang sedang Anda tekuni, atau bidang yang ingin dikuasai? Role model penting bagi kita jika kita dapat belajar hal-hal positif yang ada padanya. Modeling tidak berarti kita meniru dan menjadi duplikat role model, kita harus tetap menjadi pribadi yang unik. Untuk menjadi pemenang selain tidak perlu mengalahkan orang lain, juga tidak berarti kita harus menjadi orang lain.

Kualitas pribadi seperti apa yang Anda miliki dan yakini? Apakah kualitas tersebut merupakan sumber daya untuk pencapaian gol? Jika tinggi tubuh Anda hanya 1.5 meter, dan golAnda menjadi pemain basket tingkat dunia, mungkin tidak sesuai. Tinggi tubuh seperti itu mungkin dapat menjadi sumber daya yang tepat untuk main bowling? Dalam hal kualitas pribadi dan mental pemenang, setiap orang adalah unik, dan keunikan tersebut adalah sumber daya besar bagi orang bersangkutan kalau ia pandai-pandai memanfaatkannya.

Gunakan setiap sumber daya yang ada untuk melakukan leverage. Leverage adalah prinsip mencapai tingkat hasil setinggi-tingginya dengan usaha sekecil-kecilnya, dan dapat juga mengurangi usaha dalam melakukan hal-hal yang satu dan meningkatkan usaha untuk melakukan hal-hal lainnya. Contoh: Yang dikurangi menonton sinetron dan yang diperbanyak membaca buku; yang dikurangi berbelanja dan yang diperbanyak menabung dan sebagainya.
Sumber daya apa yang sudah Anda miliki? Sumber daya apa yang masih perlu diusahakan? Analisalah pertanyaan-pertanyaan ini sebaik-baiknya. Gol Anda memang harus luar biasa, tetapi menganalisa sumber daya dan hambatan dengan teliti akan menghindarkan Anda menetapkan target yang tidak realistis. Jika sumber daya yang Anda perlukan dipengaruhi oleh faktor-faktor eksternal di luar kendali Anda, lakukan analisa yang teliti segala kemungkinan yang berhubungan dengan faktor-faktor itu.

ekologi dan congruence

Manusia adalah makhluk sosial. Karena itu hampir tidak mungkin manusia di dunia ini benar-benar sanggup hidup sendirian. Kalau pernyataan ini benar untuk Anda, Anda harus memikirkan konsekuensi dari pencapaian suatu gol dalam cakupan sistem di mana Anda hidup, keluarga Anda, orang-orang yang Anda sayangi dan yang Anda pedulikan. Banyak di antara gol kita memerlukan pertimbangan orang lain. Gol memiliki rumah merupakan salah-satunya, apakah Anda dan anggota keluarga lain sependapat dan sekeinginan? Demikian juga gol mendapatkan pekerjaan baru, pindah tempat tinggal dan berlibur.

Seorang teman saya mendapatkan bea siswa belajar S2 di luar negeri. Bea siswa ini merupakan salah-satu cita-citanya sejak lama. Pada saat ia merancang gol tersebut, secara ekologi belum bermasalah. Saat itu ia masih bujangan dan baru lulus S1 serta belum mendapatkan pekerjaan.  Tetapi ketika akhirnya bea siswa ini disetujui beberapa selewat tiga tahun, keadaan telah jauh berbeda.  Ia telah menikah meskipun belum memiliki anak.

Karirnya di sebuah perusahaan farmasi, meskipun bukan dream job, cukup menjanjikan masa depan yang baik.  Jika ia menerima bea siswa dan meninggalkan pekerjaannya yang sekarang belum tentu ia akan mendapatkan pekerjaan yang setara meskipun ia lulus S2 dari luar negeri kelak.  Selain itu ia sedang mencicil sebuah rumah dan mobil yang tidak mungkin dibayar dengan uang saku yang diberikan lembaga pemberi bea siswa. Ia tidak mungkin mengajak istrinya menyertainya ke luar negeri. Selain tidak cukup biayanya, sang istri harus berada di dekat orang tuanya. Masalah klasik, bukan?

Ekologi adalah faktor yang harus dipertimbangkan baik pada saat Anda sedang melakukan perjalanan dari present state menuju desired state maupun ketika Anda telah mencapai tujuan. Dalam contoh di atas teman saya memang sukses mencapai golnya—mendapatkan bea siswa, tetapi jika ia menerimanya, akan terlalu besar pengorbanannya. Kadang-kadang tidak semua pencapaian membuat seseorang berbahagia, seperti Baginda Midas yang semula menginginkan apapun yang disentuhnya menjadi emas, akhirnya bersedih dan putus asa ketika sahabat dan orang-orang yang dikasihinya menjadi emas semua akibat sentuhannya.

Selain faktor ekologi, gol-gol kecil harus congruence dengan gol atau tujuan utama. Jika kita kembali pada kisah Jaka Tingkir yang tujuan utamanya adalah singgasana Demak, maka mempelajari ilmu silat dan ilmu perang adalah congruence. Seandainya, Jaka Tingkir mendalami ilmu pewayangan supaya menjadi ahli seperti halnya Ki Ageng Tingkir, sahabat dan saudara seperguruan ayahnya itu, maka kegiatan ataupun gol tersebut tidak congruence lagi.  Kalau Anda ingin menjadi petenis profesional, Anda harus berlatih dan mengikuti pertandingan-pertandingan tingkat amatir terlebih dahulu. Anda harus membuat goal untuk memenangkan kejuaraan-kejuaraan tenis yang Anda ikuti. Bukannya membuat gol untuk memenangkan kejuaraan binaraga pada musim kejuaraan tenis!

teruji dan terbukti

Di suatu tempat di semenanjung Kowloon, Hong Kong, terdapat sebuah batu di atas bukit. Dari kejauhan batu itu tampak seperti seorang wanita sedang duduk memandang ke arah laut lepas. Teman saya,  asli Hong Kong bercerita bahwa batu itu merupakan penjelmaan seorang istri yang sedang menantikan suaminya pulang dari menangkap ikan.

Selama bertahun-tahun perempuan itu selalu duduk di tempat yang sama menunggu suaminya pulang dari melaut dan ketika perahu suaminya merapat di dermaga, ia akan berlari-lari riang ke arah laut untuk menyambutnya. Hari demi hari berlalu hingga tak terhitung lagi berapa lama ia berperilaku seperti itu hingga suatu hari, perahu sang suami tidak pernah lagi kembali ke pantai. Entah apa yang telah menimpanya, sang istri tidak tahu, tetapi ia  meyakinkan dirinya, bahwa suatu saat layar perahu sang suami pasti akan muncul dari garis horizon, asal saja ia setia menanti.

Maka perempuan itu tetap duduk di situ dengan mata tak berkedip menatap ke arah laut lepas,  terus bervisualisasi perahu suaminya muncul sewaktu-waktu. Ia tidak merasakan haus atau lapar, tidak memedulikan panas atau dingin, terik atau hujan, tanpa merasa lelah ataupun putus asa dan akhirnya tanpa terasa pula ia telah berlaku demikian selama bertahun-tahun hingga ia membatu!

Dua atau tiga tahun yang lalu, seorang teman, sebut saja Mary bercerita, bahwa ia sedang melakukan suatu proyek visualisasi untuk mendapatkan sebuah kondominium di daerah Orchard Road, Singapore, dan mobil sport berkapasitas mesin 3.000 cc. Disebut proyek karena Mary melakukannya dengan semacam standar operational. Pertama-tama ia menetapkan apa yang diinginkannya, dalam hal ini kondo dan mobil super mewah. Kedua; mendapatkan informasi  lengkap dan mendetil tentang kedua aset tersebut, yaitu spesifikasi dan harganya. Langkah ketiga; mendapatkan beberapa gambar atau foto berukuran besar dan dicetak dengan solusi pixel tinggi sehingga terlihat jelas, indah juga menarik. Langkah keempat; foto-foto tersebut digantung di kamar tidur, posisinya di atur agar terlihat begitu Mary terbangun di pagi hari dan sebelum ia tertidur. Foto-foto lain ditempatkan di meja kerjanya untuk memotivasi dirinya agar menjual lebih banyak properti setiap harinya—omong-omong, teman ini berprofesi sebagai agen properti.

Mendengar cerita Mary, saya jadi teringat legenda istri yang  membatu di Kowloon itu.  Memang telah sering terbukti pikiran memiliki kekuatan luar biasa, namun tak pernah berhasil "menciptakan" materi secara langsung. Apa yang diperbuat Mary dan istri nelayan yang kini telah jadi batu itu barangkali berlebihan, Martha Beck, penulis buku dari Amerika Serikat yang baru-baru ini membagikan pengalamannya membuat vision board —semacam yang dibuat Mary—dalam sebuah artikel di www.oprah.com menulis bahwa setelah jadi, vision board tersebut sebaiknya dilupakan. Sebab yang sering terjadi adalah orang memperoleh apa yang pernah diimpi-impikannya bukan sesuatu yang sedang dipelototinya. Pendapatnya didukung kisah sepasang suami-istri yang baru pindah ke mansion baru mereka. Ketika sedang menyusun buku-buku ke atas rak di ruang baca yang luas dan nyaman, selembar kertas guntingan dari suatu majalah terjatuh di atas karpet. Sang istri memungutnya dan betapa takjubnya dia ketika melihat gambar tersebut ternyata adalah rumah impiannya 10 tahun yang lalu, kini rumah impian itu telah menjadi kenyataan—rumah baru mereka saat ini persis seperti yang ada pada gambar majalah itu.

Visualisasi tidak sama dengan future pace, bagian dari teknik outcome thinking approach ini. Harus diakui, visualisasi seperti yang dilakukan Mary cukup membantu dalam hal  membangun keinginan-keinginan yang selanjutnya memotivasi dirinya untuk mendapatkan keinginan tersebut. Future pace melibatkan sistem representasi persepsi terhadap realitas, yakni indera kita untuk melihat, mendengar dan merasakan bagaimana seseorang merespon perubahan yang tercipta ketika golnya tercapai pada suatu waktu di masa depan.

Alasan mengapa future pace efektif adalah disebabkan; teknik ini bekerja dengan mengaktifkan pengalaman-pengalaman yang terkumpul dalam deep structure pikiran, sistem penginderaan, kemampuan otak mendistorsi (kemampuan visualisasi didukung oleh kemampuan otak melakukan distorsi). dan memindahkannya ke level perilaku dari neurological. Agar menjadi jelas, mari kita gunakan rekaman salah-satu sesi coaching saya dengan klien; sebut saja Johny.

Pada sesi pertemuan pertama, Johny menceritakan bahwa ia pernah menginginkan mobil mewah dan ia telah melakukan visualisasi (hampir sama dengan yang dilakukan Mary). Awalnya ia sangat bersemangat, namun seiring berlalunya waktu ia akhirnya menyerah dan melupakan keinginan tersebut. Setelah membahas hal itu panjang lebar, kami menyimpulkan bahwa: Johny merancang golnya—membeli mobil mewah—sambil mengoperasikan conscious mind (pikiran sadarnya atau logikanya). Ketika ia melakukan visualisasi ia mengoperasikan pikiran subconsciousness (pikiran bawah sadar yang saya lebih suka menyebutnya pikiran cerdas atau pikiran alpha). Johny lupa—seperti halnya kebanyakan orang—, bahwa antara merancang gol dan memvisualisasikan ' diri keren mengendarai mobil tercepat di dunia' itu terdapat pertanyaan yang harus dijawab: Apa yang harus saya lakukan untuk mendapatkan mobil tersebut? Perlu pula diingat bahwa visualisasi sebenarnya merupakan salah satu teknik untuk meningkatkan kecerdasan perilaku, bukan sekedar mengirimkan sinyal ke universal.

Sebagai seorang manajer pemasaran di suatu perusahaan besar, sebenarnya Johny akan mendapatkan mobil idamannya jika diri dan timnya mencapai target. Karena Johny berhenti melakukan visualisasi, maka saya menduga ia tidak mencapai target penjualan tahun lalu,  dan ternyata dugaan saya benar. Apa yang semestinya dilakukan Johny? Saya menganjurkan agar; pertama, mengadopsi target penjualan perusahaan menjadi target atau gol pribadi. Setelah itu saya meminta Johny melakukan future pace, yakni mengarahkannya untuk melihat, mendengar, merasakan—sekarang—telah mencapai target penjualannya. Kutipan percakapan dalam sesi coaching tersebut, intinya bertujuan menggali outcomes atau efek apa yang akan terjadi pada Johny bilamana ia telah mencapai golnya.

Setelah terlebih dahulu membiarkan Johny duduk dengan rileks, saya bertanya kepadanya,"Saat ini kita berada di masa depan, persisnya tanggal…(menyebutkan tanggal yang telah dituliskan Johny sebelumnya), dan anda telah berhasil memimpin tim mencapai target penjualan…, apa yang anda lihat, dengar dan rasakan?"
"Saya melihat diri saya melangkah keluar dari ruangan bos, barusan beliau memberitahukan bahwa kami berhasil melampaui target tahun ini…"
"Bagus! Apa yang anda rasakan?" Tanya saya setelah Johny terdiam agak lama. Senyum tersungging di wajahnya.

"Saya merasa bangga." Jawabnya mantap. Walaupun mata saya yang terlatih untuk menangkap sinyal-sinyal penting yang mendukung jawabannya, saya ingin Johny sendiri merasakan—hingga terasuki—bahwa kebanggaan yang dirasakannya merupakan hasil kolaborasi antara pikiran sadar dan pikiran cerdasnya.
"Baiklah, saya ingin anda tarik nafas dalam-dalam dan masuk ke dalam inner zone anda, tadi anda mengatakan saya bangga, dan saya ingin anda menangkap sinyal yang dikirimkan subconsciousness kepada sistem representasi atau indera anda…(hening agak lama), dan di bagian mana dari tubuh anda yang memberitahukan kepada anda bahwa anda merasa bangga?"

Nafas Johny menjadi semakin teratur, perlahan ia meletakkan telapak tangannya di atas dada kiri. Namun mengingat pencapaian target penjualan tersebut tidak sepenuhnya dalam kendali Johny seorang, saya memintanya mendaftar semua hal yang dapat dijadikan sumber daya dan semua hal yang harus diantisipasi akan menghambatnya. Secara terpisah saya juga membantunya merancang gol "kecil" lain, yakni menjadi pemimpin tim yang efektif. Dengan proses yang sama saya memandunya melihat, mendengar dan merasakan outcome sebagai pemimpin yang efektif dan berdaya membawa timnya ke puncak sukses.

Anda pun dapat melakukan hal yang sama, tuliskan gol utama Anda, chunking down menjadi gol-gol yang dapat ditangani. Lakukan future pace; apa yang Anda lihat, dengar dan rasakan sebagai efek dari outcomes? Ijinkan diri Anda untuk merasakan koneksi pikiran conscious dan subconscious, ketika keduanya terhubung dalam keadaan congruent atau harmonis, Anda dapat merasakan sensasi tertentu pada bagian tertentu dari pada tubuh Anda. Sinyal-sinyal yang kita dapatkan dari proses future pace sangat penting, karena ia bekerja pada level pikiran alpha dan memandu kita hingga gol dan outcome tercapai.

1 comment:

Tak ada gading yang tak retak, saran dan kritik akan kami terima dengan senang hati. Anda sopan kami segan.

Followers