Thursday, December 22, 2011

Independensi OJK harus bebas intervensi dan netral

Jakarta (ANTARA) - Menteri Keuangan Agus Martowardojo menegaskan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) harus tetap menjaga independensi dari segala upaya intervensi dalam melaksanakan tugas dan wewenang sebagai lembaga pengaturan serta pengawasan sektor jasa keuangan.
"OJK perlu melakukan harmonisasi dan memiliki relasi dengan otoritas lain, moneter dan fiskal, agar bekerja lebih baik, namun tetap melaksanakan tugas bebas dari campur tangan pihak lain," ujarnya dalam seminar nasional OJK di Jakarta, Rabu.
Menkeu mengatakan, substansi pembentukan lembaga pengaturan dan pengawasan sektor jasa keuangan yang independen menjadi salah satu pembahasan rumit dalam perumusan UU nomor 21 tahun 2011 tentang OJK.
Namun, pemerintah serta panitia khusus RUU OJK DPR RI berhasil melahirkan UU yang memungkinkan keseluruhan kegiatan di dalam sektor jasa keuangan dapat terselenggara secara teratur, adil, transparan dan akuntabel melalui pembentukan lembaga independen.
Pembentukan OJK yang independen tersebut, katanya, diharapkan dapat mewujudkan sistem keuangan yang tumbuh berkelanjutan dan stabil serta melindungi kepentingan konsumen yang diwujudkan melalui sistem pengaturan dan pengawasan terintegrasi.
 
"Jadi OJK memang ada diluar pemerintah dan dalam menjalankan tugas pokok serta fungsinya harus independen, tetapi walau independen tetap harus melakukan kerjasama yang sebaik-baiknya," ujar Menkeu.
Menkeu optimistis kerja sama dengan otoritas lain seperti Kementerian Keuangan, Bank Indonesia serta Lembaga Penjamin Simpanan akan tetap terjaga dengan terbentuknya OJK, apalagi sektor jasa keuangan merupakan sistem yang kompleks.
"Di dalam penyesuaian OJK, nanti akan jelas sekali kerjasama dan sistem komunikasi antara OJK dengan otoritas moneter, otoritas fiskal maupun LPS, bentuk koordinasinya akan baik dan akan menjaga kepentingan serta prudential makro maupun mikro, ini menjadi pesan pelaksanaan OJK," katanya.
Menkeu mengatakan, OJK akan memiliki sembilan anggota Dewan Komisioner yang bersifat kolektif kolegial dan memiliki hak suara yang sama.
"Pemerintah akan melakukan tindakan-tindakan dalam waktu segera untuk mengimplementasi UU OJK tersebut, dan untuk pertama kali, pemerintah akan membentuk panitia seleksi calon dewan komisioner," kata Menkeu.
 
Menurut Menkeu, untuk menjamin efektifitas pelaksanaan tugas OJK, pembiayaan dan anggaran lembaga ini akan bersumber dari APBN dan atau pungutan dari pihak yang melakukan kegiatan dalam sektor jasa keuangan.
"Sebagai bentuk akuntabilitas dalam perencanaan maupun penggunaan anggaran, anggaran OJK wajib terlebih dahulu memperoleh persetujuan dari DPR," katanya.
Menkeu mengharapkan, transisi dari peralihan pengaturan dan pengawasan sektor jasa keuangan terkait penyelenggaraan tugas, aset, dokumen, kepegawaian, peraturan perundangan serta pembiayaan kepada OJK dapat berjalan dengan baik.
Pada 31 Desember 2012, fungsi, tugas dan wewenang pengaturan dan pengawasan kegiatan jasa keuangan di sektor pasar modal, perasuransian, dana pensiun, lembaga pembiayaan dan lembaga jasa keuangan lain beralih dari Bapepam LK ke OJK.
Kemudian, pada 31 Desember 2013, peralihan yang sama dilakukan untuk pengaturan dan pengawasan kegiatan jasa keuangan di sektor perbankan dari Bank Indonesia ke OJK.
 
 
Jika proses transisi dalam tugas pengawasan oleh Bank Indonesia ke dalam mekanisme kerja Otoritas Jasa Keuangan (OJK) tidak dilakukan dengan tepat, maka keberadaan lembaga ini bisa terancam.
Kondisi ini bisa terjadi karena perekonomian global saat ini tengah krisis, sehingga memerlukan perhatian yang lebih dari Bank Indonesia sebagai otoritas moneter yang bertanggung jawab menjaga kestabilan nilai tukar mata uang dan inflasi, kata Deputi Gubernur Bank Indonesia (BI) Muliaman D. Hadad.
Muliaman menyampaikan hal itu dalam pidatonya pada acara seminar Perbanas `Pekerjaan Rumah bagi OJK` di Jakarta, Rabu.
Karena itu masa transisi kerja OJK harus dilakukan dengan baik dan tepat agar tidak mengganggu pengawasan, pesan Muliaman.
"Tantangan OJK ke depan sangat berat, seperti membangun budaya dan membangun SDM-nya sendiri, karena itu memerlukan proses yang panjang. Syukur-syukur tidak ada krisis lagi menimpa, kalau ada krisis balik lagi ke tempat awal," ujarnya.
Muliaman juga menyatakan pekerjaan BI untuk melakukan transisi itu tidaklah mudah, cara mendekati persoalan dan membangun mekanisme juga tidak mudah. "Jadi masa transisi ini paling penting, karena dapat mengganggu kestabilan sektor keuangan yang lagi berjalan saat ini," katanya.
Menurut Muliaman, dari sisi pengawasan ini menjadi penting, termasuk bagaimana koordinasi yang harus dibangun khususnya dengan bank sentral. "Komunikasi dan koordinasi tidak bisa dianggap ringan, sehingga pengambil keputusan bisa tepat," tuturnya.
Ia menjelaskan hadirnya UU OJK akan mengambil alih fungsi pengawasan yang ada pada perbankan mikro dari Bank Indonesia (BI).
"Akan ada sekitar 1.000 pegawai BI di bawah pengawasan yang akan migrasi ke lembaga OJK tersebut, dan perlu ada proses kultur pengawasan dengan prinsip yang hati-hati dalam menjalankannya," ujarnya.
OJK juga dapat dihantui oleh krisis global yang terjadi saat ini, ujarnya. Jika pengawasan perbankan nantinya ada di tangan BI, maka semua pengawai di pengawasan harus mendapatkan pelatihan yang lebih dan ada pelatihan ulang.
Muliaman menambahkan, agar OJK berjalan sesuai yang diinginkan, maka harus ada industri yang modern. Karena OJK akan berhubungan dengan pasar, sehingga perlu ada koordinasi BI dan OJK yang merupakan hal penting di dalamnya.
 
 
Menteri Keuangan Agus Martowardojo menjamin indepedensi Otoritas Jasa Keuangan (OJK) yang akan segera dibentuk, meski dalam organisasi baru ini ada perwakilan pemerintah dan Bank Indonesia.
"Keberadaan wakil ex-officio ini tak menjadikan OJK sebagai bagian dari kekuasaan pemerintah," ujarnya saat membuka seminar Era Baru Pengawasan Sektor Keuangan di kantor Kementerian Keuangan, Rabu, 21 Desember 2011.
Agus menegaskan perwakilan dari pemerintah dan Bank Indonesia akan memfasilitasi OJK untuk berinteraksi dengan pemegang kebijakan lain, terutama otoritas fiskal dan moneter. Perwakilan pemerintah menjamin koordinasi, kerja sama, dan harmonisasi kebijakan fiskal, moneter, ataupun kebijakan terkait dengan jasa keuangan.
"Ini untuk memastikan terperliharanya kepentingan nasional dalam rangka persaingan global," kata dia. Agus meminta OJK menjaga stabilitas sistem keuangan untuk pencegahan dan penanganan krisis. Dalam undang-undang OJK juga diatur dasar hukum protokol koordinasi dalam pencegahan dan penanganan krisis serta kerja sama dengan lembaga dalam negeri dan luar negeri.
"Sektor keuangan itu suatu sistem yang kompleks, tak hanya beberapa lembaga, tapi juga bagian dari suatu sistem keuangan global," ujar dia.
Sebelumnya,Wakil Presiden Boediono menegaskan Undang-Undang OJK akan menentukan arah bidang keuangan Indonesia. Lembaga ini cukup ampuh sebagai satu otoritas pengawas karena digagas sejak awal mula krisis melanda Tanah Air melalui rancangan undang undang Bank Indonesia baru yang diusulkan di era kepemimpinan Presiden B.J. Habiebie. "Krisis pada waktu itu menerpa perbankan, dan sistim pengawasan ada kelemahan," ujarnya.
Pengalaman krisis membuat ada pergeseran kewenangan bank sentral. Bank Sentral diperlukan untuk supervisi krisis sistemik.
 


 
Jorganizer Hamdani
024-7060.9694 (flexy)
hope 4 the best n prepare 4 the worst
knowing is nothing without applying

No comments:

Post a Comment

Tak ada gading yang tak retak, saran dan kritik akan kami terima dengan senang hati. Anda sopan kami segan.

Followers