Tuesday, September 27, 2011

Media Sosial berperan dalam Personal Brand

Thomas Friedman menyebutnya The World is Flat akibat 3 gelombang globalisasi. Globalisasi 1.0 terjadi dengan upaya negara yang menglobal yang kemudian kita kenal dengan penjajahan. Globalisasi 2.0 terjadi ketika perusahaan menglobal dengan membuka cabang ke berbagai penjuru. Globalisasi 3.0 terjadi dengan lahirnya internet dan social media yang memungkinkan individu untuk mengglobal.

Perkembangan brand (merek) pun bisa dilacak dengan mengamati perkembangan gelombang globalisasi tersebut. Brand yang awalnya urusan negara, menjadi urusan perusahaan, menjadi urusan personal. Lahirlah yang disebut personal brand. Kita kenal berbagai tokoh atau artis dengan jumlah fans yang bahkan bisa mengalahkan jumlah penduduk sebuah negara.

Mengapa personal brand lahir? Gelombang globalisasi 3.0 ditandai dengan ketidakpastian. Kakek nenek masih bisa merasakan kepastian, paling tidak kebanyakan mereka bisa bekerja di satu tempat selama puluhan tahun. Jaman sekarang semakin tidak pasti. Jangankan usaha kecil, perusahaan sekelas Nokia pun bisa melakukan PHK karyawan dalam jumlah besar.

Generasi saat ini semakin tinggi aspirasinya. Seorang teman yang baru lulus S1 dua tahun yang lalu, sudah pindah di 3 tempat kerja. Bukan sekedar mencari gaji yang lebih besar tapi juga kenyamanan bekerja. Berpindah-pindah tempat kerja sebelum menetap pada suatu posisi/profesi menjadi pola yang mudah ditemui. Sebuah upaya yang tentu saja berisiko yang bisa diminimalkan bila kita mempunyai personal brand yang kuat.
Big companies understand the importance of brands. Today, in the Age of the Individual, you have to be your own brand. Here's what it takes to be the CEO of Me Inc. Tom Peters

Karir bukan lagi tanggung jawab organisasi/tempat kerja. Karir adalah tanggung jawab masing-masing personal, atau disebut sebagai karir protean. Tanggung jawab kita untuk belajar, berkembang dan mengenalkan kemampuan terbaik kita pada banyak orang. Bukan lagi menunggu dikirim training, tapi pro aktif mengikuti training yang bisa menggenapi passion kita dengan sebuah keterampilan. Bukan lagi dikirim ke konferensi, tapi berinisiatif terlibat dalam pertemuan komunitas-komunitas. Saatnya kita menjadi pemimpin perusahaan bernama "Aku".

Personal brand  adalah apa yang dipercakapkan orang lain tentang apa yang kita miliki, apa yang kita lakukan,  dan siapa diri kita. Pada masa lalu pun sebenarnya telah ada personal brand yang terjadi secara alami. Kita mengenal sebutan yang diberikan pada orang lain pada diri kita, seperti si bandel, si pipi tembem, si kalkulator (ingat Rawon Kalkulator?). Ada yang bermakna negatif, ada pula yang positif. Dari kasus positif itu dimodel menjadi personal brand yang ada pada saat ini.

Bila bukan kita, maka orang lain yang akan melabel dan membentuk personal brand kita. Pilihan ada di tangan kita. Kita bebas melakukan apapun, bebas mengenakan apapun, bebas menjadi siapapun. Tanggung jawab brand ada ditangan kita sendiri.

Apa saja komponen Personal Brand? Kita bisa meminjam metafor restoran untuk melukiskan komponennya. Ada dapur, tempat semua bahan disiapkan menjadi masakan. Ada tempat makan, tempat makanan diantar dan disantap oleh pengunjung restoran. Dalam personal brand, dapur adalah internal brand. Sementara, tempat makan adalah eksternal brand. Personal brand yang kuat itu ketika kualitas internal brand terekspresikan dengan efektif menjadi eksternal brand.

Internal brand yang kuat tapi eksternal brand lemah itu ibarat bijih emas yang masih terpendam. Eksternal brand yang kuat tapi internal brand lemah itu ya yang kita kenal sebagai politik pencitraan elit partai kita. Tantangan kita adalah menemukan diri terbaik kita (internal brand) dan mengkomunikasikannya secara efektif. Personal brand itu berkelanjutan, sepanjang kita hidup maka kita berada dalam proses menjadi, menjadi diri terbaik kita pada akhir kehidupan nanti.


Ada 2 jalan bagi perusahaan dalam menghadapi penggunaan media sosial oleh karyawaannya, blokir atau kelola. Saatnya mengelola dengan Social Media Policy yang tepat.

Dulu pada suatu masa ketika telepon rumah masih berjaya. Tersebutlah sebuah rumah kontrakan yang dihuni oleh teman-temanku. Di awal kontrak, mereka membiarkan penggunaan telepon kontrakan (rumah). Setelah sebulan berjalan, ternyata rekening telepon membengkak tanpa diketahui siapa penyebabnya.

Mulailah dibuat aturan, buat yang nelepon silahkan menaruh uang di sebelah telepon. Setelah sebulan berjalan, rekening semakin besar tapi pemasukan dari uang di kotak tidak memadai. Mulailah diperketat, telepon digembok di bagian tombol angkanya dan pemakaian telepon hanya untuk kepentingan bersama. Selamat deh……untuk 2 – 3 bulan ke depan.

Bulan ke empat, rekening membengkak lagi. Selidik punya selidik meski digembok ternyata bisa disiasati. Akhirnya, mereka memutus telepon.

Telepon pada cerita diatas bisa diibaratkan sebagai media sosial bagi perusahaan saat ini. Selama ini penggunaan media sosial oleh karyawan masih menjadi kontroversi, seputar apakah Facebook di Kantor: Produktif atau Kontra Produktif?. Bahkan sampai ada kasus pemecatan karena sebuah tweet, sehingga bisa dikatakan Tweetmu Harimaumu.

Solusi yang banyak diambil perusahaan adalah memblokir penggunaan media sosial melalui internet kantor. Tapi bila belajar dari cerita telepon kontrakan, blokir bukan solusi yang efektif. Apalagi sekarang orang mengakses media sosial lebih banyak dari hp/bb.

Semua pihak harus mau belajar menggunakan media sosial secara bijak. Karyawan belajar menggunakan media sosial untuk membangun personal brand, bukannya seenaknya sendiri yang justru bisa membuat dirinya dipecat. Tapi manajemen juga harus mau belajar membuat kebijakan yang lebih bijak. Bukan sekedar blokir, tapi mengelola penggunaan media memungkinkan karyawan tetap dapat berekspresi dan perusahaan tetap terjaga nama baiknya.

Aku sendiri belum pernah punya kesempatan terlibat dalam penyusunan Social Media Policy (yah alias belum pernah dapat orderan *mringis). Tetapi aku mencetuskan konsep Human Capital 3.0 yang menuntutku belajar tentang kebijakan tersebut. Kebetulan kemarin melihat sebuah video keren yang memaparkan inti Social Media Policy dan akhirnya menulislah posting ini.

Aku mencoba merumuskan poin yang perlu ada dalam sebuah Social Media Policy berdasarkan sumber Thesocialbusinessbook.comMashable.com, dan IBM.com. Demikian 10 poin tersebut
  1. Perjelas tujuan penggunaan media sosial. Penggunaan media sosial di perusahaan sebatas fasilitas bersosialisasi, terintegrasi dengan marketing, organisasi pembelajaran atau budaya organisasi. Karyawan perlu tahu harapan dari perusahaan terhadap pengggunaan media sosial.
  2. Bangun kesadaran bahwa media sosial dilihat banyak orang. Kadang karyawan merasa menulis hanya untuk dirinya sendiri. Untuk itu, penting mengingatkan bahwa informasi yang kita posting di media sosial bisa dilihat banyak orang dan bertahan dalam waktu lama.
  3. Bersikap jujur. Informasi berlimpah di dunia online, semua orang bisa dengan mudah memverifikasi kebenaran suatu informasi. Oleh karena itu, penting untuk bersikap jujur dan tidak manipulatif.
  4. Menjaga rahasia dan informasi penting perusahaan.Pastikan informasi yang diposting berstatus bisa disebarluaskan. Bila belum ada kepastian, lebih baik tidak diposting.
  5. Menghargai hak cipta ketika memposting sebuah karya. Pastikan sudah mendapat persetujuan atau mempunyai hak untuk menggunakan sebuah karya.
  6. Tunjukkan sikap respek terhadap siapapun. Respek terhadap orang lain maka orang lain akan respek terhadap diri kita.
  7. Jaga privacy diri sendiri maupun orang lain. Tidak ada yang suka privacynya dibeberkan begitu saja.
  8. Bangun rasa percaya dan tanggung jawab. Setiap karyawan adalah model yang dipercaya penuh oleh perusahaan untuk tampil di media sosial.
  9. Perjelas pandangan karyawan hanya mewakili diri sendiri. Pastikan kapasitas berpendapat sebagai personal atau mewakili perusahaan. Bila menulis pendapat pribadi di blog, berilah catatan bahwa itu tidak mewakili pendapat perusahaan.
  10. Dorong untuk mengekspresikan nilai budaya perusahaan. Media sosial adalah tempat mengekspresikan siapa diri kita dan sekaligus dimana kita bekerja.

Sepuluh poin itu mungkin hal-hal yang perlu dimasukkan dalam Social Media Policy. Perlu diingat untuk membuatnya cukup singkat yang memudahkan karyawan untuk membacanya. Dengan kebijakan yang tepat, media sosial justru bisa bermanfaat banyak buat perusahaan maupun karyawan. Tantangannya kembali lagi, kesediaan karyawan dan manajemen bersedia belajar menggunakan media sosial.



 
Jorganizer Hamdani
024-7060.9694 (flexy)
hope 4 the best n prepare 4 the worst
knowing is nothing without applying

1 comment:

  1. Excellent beat ! I wish to apprentice even as you amend your web site, how could i subscribe for a blog website?
    The account helped me a acceptable deal. I have
    been tiny bit acquainted of this your broadcast offered brilliant transparent idea

    My website: marketing dictionary

    ReplyDelete

Tak ada gading yang tak retak, saran dan kritik akan kami terima dengan senang hati. Anda sopan kami segan.

Followers