Monday, August 15, 2011

Unit Link bukan seperti Rekening Tabungan.

Salah kaprah menganggap unit link mirip seperti memiliki rekening tabungan

Dalam dunia asuransi dewasa ini, banyak dari kita mulai sadar untuk membeli produk asuransi yang dipopulerkan oleh produk-produk unit link. Namun sayangnya, akibat dari banyaknya gaya marketing unit link yang memasarkan sebagai instrumen investasi bahkan tabungan, kita jadinya banyak menganggap produk unit link adalah produk tabungan berbonus asuransi. Kita menyejajarkan produk unit link seperti membuka rekening bank dan menggunakannya untuk tujuan-tujuan jangka pendek. Efeknya, banyak dari kita yang kecewa karena awalnya mengharapkan bunga/untung (umumnya mengambil setelah 1-2 tahun) malah harus menghadapi kenyataan bahwa saldo yang terkumpul jauh lebih sedikit daripada dana yang kita setor, boro-boro mendapatkan bunga/untung.

Menyadari hal tersebut, saya ingin kita berhenti sejenak untuk menyadari apa itu sesungguhnya POLIS asuransi. Dari definisinya yang berkaitan dengan asuransi, polis berarti dokumen perjanjian/kesepakatan antara pihak penanggung dan tertanggung berkenaan dengan resiko yang hendak dipertanggungkan. Bentuk dari produk unit link adalah POLIS ASURANSI, bukan sertifikat/rekening investasi/tabungan. Kemudian mari kita telaah tentang FUNGSI DAN NILAI dari polis asuransi.

Fungsi utama dari polis asuransi adalah nilai polis yang bisa ditebus/diklaim ketika terjadi resiko/musibah yang dipertanggungkan sesuai dengan perjanjian di dalam polis. Sedangkan nilai polis asuransi adalah jumlah dana (uang pertanggunan/UP) yang bisa ditebus/diklaim sesuai dalam perjanjian yang tertulis di dalam polis. Jadi, menganggap polis asuransi sebagai instrumen investasi yang mencari keuntungan/bunga BUKANLAH fungsi utama dari polis tersebut.

Munculnya anggapan tersebut dari produk unit link saya anggap cukup wajar karena gaya pemasarannya memang menonjolkan instrumen investasinya yang dikaitkan dengan produk asuransi jiwa. Tentu sebagai (calon) nasabah kita tidak ingin premi yang kita bayar hangus begitu saja kalau tidak terjadi klaim. Atau hanya berupa nilai tunai yang hasilnya tidak seberapa setelah 10 tahun lebih menyetor dana (setara bunga deposito atau cuma balik modal atau bahkan kurang, ada yang dijamin ada yang tidak). Nah, perusahaan asuransi jiwa menangkap kebutuhan ini lalu menawarkan produk unit link dimana nilai tunainya dapat dioptimalkan melalui instrumen investasi yang mirip dengan reksa dana. Jadi, nasabah dapat menikmati nilai tunainya berkembang hampir selayaknya perkembangan reksa dana. Tentu nilai tunai itu tidak dijamin dan beserta resiko investasi yang harus ditanggung sendiri oleh nasabah.

Inilah yang menurut pengamatan saya masyarakat Indonesia mulai tertarik untuk membeli produk unit link karena ada keuntungan investasinya. Yang sayangnya membuat banyak dari kita malah fokus ke rencana investasinya bukan fokus ke produk asuransi jiwanya. Yang gawatnya banyak direncanakan untuk tujuan-tujuan investasi jangka pendek (1-3 tahun).

Jika hanya ingin murni berinvestasi, kita sebaiknya mempelajari bahwa berinvestasi di produk unit link tidak akan seoptimal berinvestasi di reksa dana. Bila tujuannya hanya itu, silahkan pilih produk-produk reksa dana atau instrumen investasi yang lainnya. Lalu apa dong sebenarnya produk unit link itu?

Mari kita kupas satu-demi satu supaya jelas apa itu sesungguhnya mahluk yang disebut unit link ini dan mengapa investasi di unit link tidak akan seoptimal investasi di reksa dana.

Unit link pada dasarnya adalah produk asuransi jiwa dengan PERTANGGUNGAN SEUMUR HIDUP (WHOLE LIFE). Biasanya seumur hidup diasumsikan oleh perusahaan asuransi sampai usia 99 tahun. Secara praktis, nilai polis atau yang biasa disebut sebagai uang pertanggungan (UP) meninggal, pasti akan kita terima karena sedikit sekali manusia yang berusia 99 tahun ke atas. Saya akan memberikan beberapa ilustrasi untuk menggambarkan manfaat dari asuransi jiwa bertipe whole life ini.

Andai kita membeli polis asuransi jiwa whole life senilai UP 300 jt (berikutnya akan saya sebut sebagai polis whole life). Sebenarnya apa yang kita dapatkan? Saya berani bilang yang kita dapatkan adalah berupa HARTA sejumlah 300 jt rupiah DIJAMIN. Seolah-olah kita menerima koper yang isinya penuh duit sebanyak 300 jt rupiah. Mungkin perumpamaan koper kurang tepat, tapi memang secara harafiah keluarga tertanggung yang membeli polis tersebut, telah memiliki dana 300 jt yang dapat ditebus ketika sang tertanggung terkena musibah meninggal dunia.

Bila kurang paham juga, anggap saja nilai polis 300 jt itu seolah-olah kita memiliki sertifikat tanah, logam mulia, obligasi, deposito seharga 300 jt. Kemudian andaikan pencari nafkah terkena musibah meninggal dunia. Ini juga merupakan musibah finansial bagi keluarganya (apalagi bila masih punya anak kecil-kecil). Tentu ketika terjadi musibah tersebut apa yang kita lakukan untuk menyambung hidup? Mulai menjual secara perlahan-lahan/sebagian dari aset-aset/sertifikat tersebut bukan? Selain tentunya mencari pekerjaan untuk mengganti penghasilan yang hilang.

Begitu pula dengan polis whole life senilai 300 jt. Ketika terjadi musibah finansial seperti ini, mirip seperti kita mulai menjual aset-aset, polis whole life akan kita tebus/klaim dan kita mendapatkan 300 jt tunai. Yang dananya bisa dipakai untuk menyambung hidup sembari mencari pekerjaan pengganti penghasilan yang hilang.
Yang menjadi perbedaan di sini adalah pada sifat asetnya. Aset-aset yang berupa portofolio investasi akan memberikan keuntungan bunga/perkembangan investasi seiiring waktu. Sedangkan aset yang berupa polis whole life tidak memberikan perkembangan investasi/bunga seiring waktu melainkan dana/UP yang DIJAMIN. Jadi, polis whole life juga merupakan aset yang sejajar dengan aset-aset finansial lainnya tapi memiliki perbedaan mendasar seperti yang telah saya sebutkan di atas.

Keuntungan mendasar membeli aset berupa polis whole life dibandingkan membeli aset instrumen investasi lainnya yaitu pada UP yang dijamin. Pada instrumen investasi seperti reksa dana, kita tidak bisa mengetahui secara pasti hasil yang didapat di masa depan. Berkembangnya dana kita di reksa dana akan seiring dengan waktu. Sedangkan pada polis whole life, kita bisa mengetahui secara pasti jumlah dana yang akan kita terima sampai usia kita 99 tahun. Jumlah dana yang akan kita terima akan tetap, tidak berubah berdasarkan waktu dan tidak ada dana yang akan kita terima bila kita masih hidup lebih dari 99 tahun (yang mana kemungkinannya kecil).

Intinya, tidak ada reksa dana atau portofolio investasi lain yang dapat mengembangkan dana seketika dan dijamin. Contoh, sama-sama dengan modal 350rb per bulan, reksa dana akan berkembang seiring waktu tapi polis whole life sudah memiliki nilai/dana sebesar UP 300 jt seketika polis itu berlaku.

Dari sini kita akan mempelajari bahwa strategi/perencanaan dalam berinvestasi di reksa dana akan sungguh berbeda dengan strategi/perencanaan dalam membeli polis whole life. Strategi dalam berinvestasi di reksa dana adalah memperhitungkan jangka waktu dan kinerja hasil/bunga yang didapatkan. Sedangkan strategi dalam membeli polis whole life adalah mempertimbangkan INFLASI dan mengkaitkannya dengan kemampuan membayar preminya.

Contoh strategi membeli polis whole life. Bila usia kita masih 30 tahun dan kita membeli polis senilai UP 300 jt. Maka dengan masa pertanggungan sampai usia 99 tahun kita harus memperhitungkan inflasi yang terjadi sampai 69 tahun ke depan. Alias kita harus memperhitungkan nilai 300 jt 69 tahun kemudian dikurangi inflasi untuk menghitung nilai yang sesungguhnya yang kita dapatkan. Dengan asumsi inflasi 10 persen maka nilai sesungguhnya yang kita dapatkan (saya hitung melalui excel dengan rumus PV), dibulatkan ke atas adalah 418rb rupiah. Dengan asumsi inflasi 5 persen nilai yang saya dapatkan dibulatkan ke atas adalah 10,36 jt rupiah. Asumsi ini diambil karena inflasi negara kita berayun antara 5-10 persen.

Tentu nilai tersebut sepertinya kecil sekali kurang bermanfaat. Karena itu saya akan mengambil angka harapan hidup yang realistis bagi kita misalnya 75 tahun. Semua saya bulatkan ke atas. Dengan asumsi inflasi 10 persen, nilainya menjadi 4,12 jt rupiah. Dengan asumsi inflasi 5 persen, nilainya menjadi 33,39 jt rupiah. Tengah-tengahnya asumsi inflasi 7,5 persen, nilainya menjadi 11,59 jt rupiah.

So, dengan dianugerahi umur panjang sampai 75 tahunan, nilai uang 300 jt kita hanya bernilai paling besar 33,4 jt dan paling kecil 4,1 jt. Ini adalah nilai uang yang secara praktis 'pasti' kita dapatkan.

Namun, hitungan di atas bukanlah manfaat yang kita cari dalam strategi/perencanaan untuk memenuhi fungsi proteksi finansial kita. Manfaat proteksi yang kita cari adalah manfaat dana dari UP bilamana kita terkena musibah meninggal namun kebutuhan finansial pokok bagi keluarga kita tidak bisa terpenuhi hanya dari tabungan/investasi.

Melanjutkan contoh sebelumnya, perencanaannya adalah jika kita terkena musibah meninggal, keluarga kita harus bisa membiayai kelangsungan hidupnya bahkan mungkin bisa mempertahankan gaya hidup mereka. Lingkup waktu proteksi yang harus kita perhatikan adalah selama keluarga kita (pasangan, anak, ortu) masih dalam tanggungan finansial kita si pencari nafkah. Jadi jangka waktunya dari usia kita 30 tahun sampai masa rata-rata pensiun kita yaitu 55 - 60 tahun.

Mari kita hitung nilai sekarang yang kita dapatkan per selang usia dengan inflasi 7,5 persen.

Usia Nilai sekarang yang didapat (PV)
(30-40) (300 jt - > 145,56 jt)
(41-50) (135,40 jt - > 70,62 jt)
(51-60) (65,70 jt - > 34,27 jt)

Itulah harga polis whole life yang bernilai UP 300 jt untuk proteksi selama kita berpenghasilan. Apa arti dana-dana tersebut untuk keluarga kita? Hal ini yang harus kita renungkan benar-benar manfaat apa yang akan dirasakan oleh keluarga kita bilamana kita terkena musibah meninggal agar kita dapat merasakan BARANG apa sih yang KITA BELI?

Sampai sejauh ini tentu kita sudah menyadari BETAPA BERBEDANYA perencanaan/strategi antara membeli instrumen investasi dengan membeli polis whole life (atau turunannya unit link). Investasi untuk mencari keuntungan, sedangkan polis whole life untuk mendapatkan keamanan finansial.

Mari kita kembali ke unit link. Seperti yang sudah saya katakan, unit link sejatinya adalah produk whole life dengan nilai tunai yang diinvestasikan kembali dalam instrumen investasi yang mirip dengan reksa dana. Saya ingin menjelaskan dulu apa yang dimaksud dengan nilai tunai.

Ketika seorang agen asuransi menyerahkan sebuah polis whole life senilai 300 jt ke suatu keluarga, yang diserahkannya adalah aset/harta senilai 300 jt yang dapat dicairkan/diklaim saat musibah meninggal terjadi, setara dengan jenis-jenis aset lainnya. Polis yang bernilai 300 jt tersebut tentunya bukan berbentuk dana cair yang bisa diambil kapan saja, melainkan terikat oleh perjanjian di dalam polis. Nasabah membayar premi berkala untuk menjaga polisnya selalu aktif/berlaku. Namun ternyata ada sisa premi, yaitu sisa dari premi yang terpotong dari segala biaya asuransi yang timbul. Nah sisa premi inilah yang disebut sebagai nilai tunai yang merupakan hak dari nasabah. Nilai tunai itu diinvestasikan kembali secara transparan bila itu adalah produk unit link, dan kurang transparan bila itu adalah nilai tunai dari produk whole life.

Dalam produk unit link, bahkan nasabah bisa menambah jumlah nilai tunainya yang diistilahkan sebagai top-up investasi (selain tentu saja top-up premi). Masalahnya, masyarakat kita malah lebih fokus untuk membesarkan nilai tunainya (disebut jumlah unit dalam jargon unit link) dan kurang merencanakan bagian asuransi jiwa whole lifenya. Kemudian mereka banyak kecewa karena hasil investasinya kurang optimal dibandingkan dengan misalnya reksa dana.

Inti permasalahannya terletak pada mekanisme produk unit link itu sendiri. Dimana sesungguhnya nilai tunai atau jumlah unit adalah CUMA SISA DANA yang terbentuk. Sebagai perbandingan, dalam produk whole life, nilai tunai itu CUMA DIANGGAP BONUS karena tidak klaim selama jangka waktu tersebut. Nilai tunai yang terbentuk di produk whole life biasanya bahkan cuma sebanyak setengah dari seluruh premi yang disetor.

Dalam produk unit link, mekanisme nilai tunai lebih fleksibel dan transparan. Dimana nasabah bisa menentukan besaran premi dan besaran top-up investasi. Transparan karena besaran biaya yang diambil juga jelas. Ada biaya akuisisi, biaya asuransi dan biaya administrasi per tahun. SISANYA baru sebagai nilai tunai yang dibelikan unit-unit investasi yang dipilih oleh nasabah.

Kalau kita malah fokus berinvestasi di unit link, apakah kita mau cuma mendapatkan pengembangan sisa-sisa premi saja? Walaupun kita bisa top-up nilai tunai/investasi, tetap saja dipotong dengan biaya asuransi yang berjalan seumur hidup. Sedangkan manfaat asuransi whole lifenya malah tidak kita rencanakan secara optimal?

So, kita sudah mempelajari bahwa begitu berbedanya merencanakan investasi dengan merencanakan asuransi whole life/unit link. Dengan demikian kita juga mengetahui bahwa berinvestasi di unit link tidak akan optimal. Maka mari resapi kembali apa itu asuransi whole life/unit link, buat perencanaan dengan fokus yang benar yaitu strategi mendapatkan proteksi finansial yang memadai.

Selamat berasuransi jiwa!

No comments:

Post a Comment

Tak ada gading yang tak retak, saran dan kritik akan kami terima dengan senang hati. Anda sopan kami segan.

Followers