Friday, August 26, 2011

Tsunami Keuangan Global

Badai mulai bertiup. Berbeda dengan berbagai badai sebelumnya, badai  ekonomi kali ini dapat berakibat lebih parah.Saat ini, Amerika Serikat  (AS) dan banyak negara di Eropa hampir kehabisan daya moneter dan fiskal  untuk menghadapi atau menjinakkan badai ini.

Dunia akan menghadapi krisis yang lebih berbahaya daripada yang terjadi  pada 2008–2009. Demikian dikatakan Presiden Bank Dunia Robert Zoellick  pada 13 Agustus lalu. Dunia memang akan dilanda tsunami  keuangan/ekonomi. Bermula di AS dan Eropa, tsunami ini dapat berakibat  jauh ke Asia, termasuk Asia Tenggara.

Berbeda dengan 2008–2009, situasi politik dan sosial di banyak negara saat ini juga tidak menguntungkan. Bukan hanya di Timur Tengah, tetapi juga di beberapa negara seperti Norwegia, Inggris, dan China. Akibat krisis ekonomi, krisis sosial dan politik akan makin dalam.

Ditambah dengan krisis sosial dan politik, krisis ekonomi dapat  berlangsung lama, makin parah, dan mengglobal. Globalisasi menyebabkan tak satu negara pun terisolasi dari dampak yang terjadi di negara lain, termasuk untuk menghindar dari tsunami ekonomi global.

Kekuasaan Para Investor

Kalau kepercayaan investor pada pasar hilang, hancurlah pasar. Dengan globalisasi, kejatuhan satu pasar dapat cepat merambat ke pasar lain, bahkan di belahan dunia yang berbeda. Itulah yang terjadi pada pasar dunia sejak Jumat, 6 Agustus lalu, ketika peringkat kredit AS menurun.

Memang, perekonomian dunia sangat tergantung pada "kepercayaan" para investor, sekelompok kecil masyarakat yang bermain di pasar modal. Maka, di saat seperti sekarang ini,berbagai negara segera mengeluarkan "penghiburan". Mereka katakan,fundamental ekonomi mereka tetap baik.

Sistem keuangan mereka baik dan seterusnya.Tujuannya menenangkan para investor. Penghiburan juga terjadi pada awal 2008 ketika krisis keuangan mulai merebak di AS. Banyak orang di luar AS, termasuk di Asia Tenggara, yang mengatakan fundamental ekonomi mereka kuat.

Akan ada pemisahan (de-coupling), yaitu bahwa krisis di AS tak akan menjalar ke Asia Tenggara. Kenyataannya,AsiaTenggara juga terkena dampak krisis dengan dampak terhebat terlihat di Singapura. BulanAgustus 1997,ekonom dan pejabat Indonesia dan dunia masih selalu "menghibur" para investor bahwa fundamental ekonomi Indonesia baik, bahwa Indonesia tidak akan tertulari Thailand yang sudah terserang krisis keuangan.

Kenyataannya, tahun 1998, Indonesia mengalami krisis yang lebih parah dari Thailand. Maka, apakah saat ini para investor masih percaya pada berbagai "hiburan" yang dikatakan para pejabat keuangan? Dalam konteks ini, pernyataan jujur Presiden Bank Dunia justru perlu diikuti oleh para pejabat lain. Pernyataan jujur dapat membuat masyarakat bersiap dengan lebih baik.

Pertumbuhan Sektor Keuangan

Pertumbuhan sektor keuangan memang menakjubkan, melebihi peningkatan sektor produksi. Orang mendapatkan keuntungan dari sesuatu yang tidak nyata. Nilai modal dapat naik atau turun semata karena kepercayaan pasar tanpa terlalu terpengaruh oleh produksi.

Di kala ekonomi membaik, nilai modal dapat naik cepat walau produksi tidak banyak berubah. Artinya, orang dapat memperoleh keuntungan tanpa ada perubahan produksi. Mereka mendapatkan keuntungan dari berspekulasi. Para investor ini, termasuk di sektor tanah dan perumahan, menjadi pemain utama dalam perekonomian di mana pun di dunia,terutama mereka yang telah "modern"dan ingin menjadi "modern".

Akibatnya, krisis demi krisis terjadi terus.Semuanya bermula dari krisis keuangan. Celakanya, proses ini dapat terjadi dalam frekuensi yang makin cepat dan satu krisis dapat terjadi dalam waktu yang lebih lama. Krisis pun akan bersifat global dan bergabung dengan krisis sosial dan politik.

Selama sistem keuangan internasional dan di hampir semua negara di dunia tidak diubah dan masih tergantung pada sistem keuangan yang penuh spekulasi, maka datangnya tsunami ekonomi dunia hanya masalah waktu. Tsunami keuangan akan terjadi berulang kali.

Apa Langkah Indonesia?

Negara yang amat tergantung pada pasar dunia,apalagi negara kecil, akan selalu menjadi negara yang amat terkena akibat krisis.Negara semacam ini mengalami ketidakpastian yang tinggi karena tergantung pada kondisi dunia yang tak dapat mereka kuasai.

Maka, Indonesia dengan penduduk yang besar sudah seyogianya tidak terlalu tergantung pada perekonomian dunia. Jumlah penduduk yang besar merupakan pasar dan sumber faktor produksi dalam negeri yang besar. Indonesia hampir tidak merasakan dampak krisis global 2008–2009 karena ekonomi dalam negeri yang kuat.

Tidak berarti antiperekonomian dunia. Interaksi dengan perekonomian dunia perlu dilakukan. Tapi, yang utama adalah ekonomi dalam negeri. Pertumbuhan ekonomi tidak akan cepat, tetapi akan dapat lebih stabil tanpa akrobat ekonomi.

Selain itu, bersama G-20 , Indonesia dapat mengubah arsitektur sektor keuangan dunia untuk menjauhi spekulasi dan membawa sektor keuangan untuk mendorong produksi. Indonesia juga dapat memulai paradigma baru bahwa keberhasilan pembangunan tidak diukur dengan pertumbuhan ekonomi, tetapi sederet statistik lain yang mengukur kesejahteraan secara langsung.

Pertumbuhan ekonomi yang tinggi karena sumbangan sektor keuangan sudah sering berakhir dengan nestapa bagi semua orang, terutama yang bekerja di luar sektor keuangan dan yang miskin.

Dengan perubahan paradigma ini, diharapkan krisis dan bahkan tsunami keuangan dapat dielakkan. Kalaupun terjadi, dampaknya tidak mengglobal dan Indonesia dapat terhindar dari tsunami keuangan/ekonomi di negara lain

No comments:

Post a Comment

Tak ada gading yang tak retak, saran dan kritik akan kami terima dengan senang hati. Anda sopan kami segan.

Followers