Friday, April 1, 2011

Suka dan Duka Trainer

Seorang sahabat di dunia maya bertanya pada saya, "Apa rasanya jadi trainer dan pembicara motivasil? Bagaimana saya dapat menjadi salah satunya?" Jawaban dari pertanyaan itu, bisa menjadi satu buku tersendiri.

Di antara sukanya, adalah kemungkinan yang makin besar bagi saya untuk melakukan sharing, berbagi manfaat, dan menolong orang lain - dan sekaligus menolong diri sendiri. Positioning seperti ini, menempatkan saya pada keadaan yang memungkinkan diri saya memenuhi kebutuhan dasar dan sekalligus kebutuhan puncak - yaitu artikulasi dan aktualisasi diri. Secera lebih sederhana lagi, kesukaan itu ada pada fenomena ini: Menjalani hobi dan dibayar.

Di antara dukanya, adalah peluang dan kemungkinan melakukan kesalahan dalam berbicara atau mengajarkan sesuatu kepada orang banyak, dan mungkin saya akan menanggung dosa-dosa mereka yang mengikuti ajaran saya. Semoga saya terhindar dari kedukaan yang demikian. Aamiin...

Kali ini saya sharing yang sederhana saja. Sesuatu yang sederhana, tapi sangat mendasar sifatnya.

Seperti yang dikatakan oleh Steve Jobs di atas, mulailah menjatuhkan pilihan kehidupan pada apa-apa yang kita senang melakukannya, dan pada apa-apa yang menjadikan diri kita senang karena melakukannya . Pilihlah yang baik, yang kebaikannya berpengaruh pada banyak orang. Dan seperti yang diungkap oleh Frank Oppenheimer, mengajar adalah salah satu cara terbaik untuk belajar. Di dalamnya, termasuk segala pelajaran guna menyelesaikan dan menemukan solusi untuk berbagai masalah dan persoalan pribadi.

Perhatikan mereka yang sukses dan berhasil, yang menyenangi apa yang mereka lakukan dan mendapatkan kesenangan dari apa yang mereka lakukan.

Para pengusaha sukses adalah pembicara dan trainer yang sukses. Pemimpin yang besar pengaruhnya adalah pembicara dan trainer yang berhasil. Penjual yang berhasil adalah mereka yang berhasil mendidik klien dan kustomernya. Orang tua yang berhasil adalah contoh, pembicara, dan pelatih yang berhasil. Siapapun diri kita yang sukses dan berhasil, adalah pembicara dan trainer yang berhasil bagi diri sendiri.

Jika saya menelusuri kehidupan dan jejak pribadi saya, saya sendiri tak pernah menyangka bahwa saya yang awalnya adalah seorang akuntan dan auditor keuangan, bisa bermuara menjadi seorang pembicara dan trainer motivasi. Dengan segala penghargaan kepada sejarah kehidupan saya, yang telah menjadi mozaik-mozaik kehidupan saya, saya mengucapkan Ahamdulillah.

Apa yang saya tahu sebelum hari ini dan sampai hari ini, adalah mengikuti aspirasi, inspirasi, dan semangat dari dalam diri saya sendiri. Bagaimana memahami semua ini?

Manusia adalah makhluk yang terus bergerak hingga di ujung usianya. Pergerakan itu di antaranya dipicu oleh kebutuhan-kebutuhan di dalam kehidupan. Abraham Maslow mengungkapkan hirarki kebutuhan manusia itu sebagai berikut (dan berbagai variasinya dari para pakar lain yang kurang lebih mencerminkan hal yang sama):

1. Kebutuhan fisiologis/dasar.
2. Kebutuhan akan rasa aman dan tentram.
3. Kebutuhan untuk dicintai dan disayangi.
4. Kebutuhan untuk dihargai.
5. Kebutuhan untuk aktualisasi diri.

Semua kebutuhan di atas, membentuk sebuah piramida yang mengerucut dan menajam dari nomor satu ke nomor lima.

Mengapa "hirarki"? Karena semua itu secara empirik alias pengalaman, adalah proses yang berurutan.

Mengapa "berurutan"? Karena semua itu cenderung mengikuti perjalanan usia.

Maka, tidakkah kita menyadari, bahwa perjalanan menuju diri sebagai "pembicara dan trainer" adalah sebuah perjalanan yang "otomatis"?

cepat atau lambat, seseorang akan sampai ke posisi yang memungkinkan dirinya bergeser menjadi pembicara atau trainer. Siapapun mereka yang fokus dalam menyukai apa yang dikerjakannya, akan bermuara menjadi penulis, pembicara, atau trainer. Seorang penyanyi, akan sampai ke suatu titik di mana ia akan memandang bahwa dirinya perlu menularkan kemampuan menyanyinya. Pada saatnya, seorang pelukis akan tiba pada suatu masa di mana ia merasa perlu mengaktualisasi diri dengan mengajari orang lain tentang segala keahlian berseninya. Begitu pula yang terjadi dengan segala profesi dan jenjang karir di dalam kehidupan setiap orang.

Bagaimana memuluskan perjalanan yang aslinya dan alamiahnya "otomatis" ini?

Sadarilah bahwa cepat atau lambat, kita akan semakin matang di dalam kedewasaan mental dan usia fisik. Sadarilah bahwa cepat atau lambat, setiap kita akan menjadi pembicara atau trainer, setidaknya bagi anak-anak kita sendiri di rumah. Sadarilah, bahwa jika kita menyukai dan menikmati apa yang kita lakukan di dalam profesi atau karir yang kita jalani, maka suatu saat kita akan dipersepsi sebagai senior (dalam usia, keahlian, dan pengalaman) oleh kehidupan itu sendiri. Di titik ini, lingkungan dan masyarakat di sekitar kita akan mulai menjadikan kita sebagai salah satu referensi, menjadi tempat bertanya, curhat, atau meminta nasihat. Kita akan mulai diminta untuk berbicara, kita akan mulai diminta untuk bersuara.

Lebih dari semua itu, sadarilah dan hargai sepantasnya segala semangat, aspirasi, dan inspirasi dari dalam diri sendiri. Setiap kita pasti memiliki idealisme tentang sesuatu atau banyak hal. Manusia adalah makhluk idealis. Jangan sepelekan semua pantulan dari dalam diri itu, geserlah menjadi impian dan harapan. Jangan remehkan semua itu, dan biarkan diri ini larut ke dalamnya secara alamiah, mengikuti perkembangan usia dan perkembangan kebutuhan.

Pen-sabotase terbesar dari langkah menuju ke titik yang lebih tinggi ini, adalah keterkungkungan diri kita pada kebutuhan yang sifatnya dasar saja. Siapapun yang hanya berpikir, berniat, berfokus, dan bekerja semata-mata untuk kebutuhan dasar saja (makan-minum, pakaian, rumah, mobil, harta dan kekayaan semata), akan mendapatkan apa yang ia pikirkan, niatkan, fokuskan, dan kerjakan itu. Padahal, semua itu akan tumbuh dan menumbuhkan kebutuhan berikutnya sejalan dengan perjalanan usia.

Segala hal berhubungan erat dengan niat kita. Kita perlu menyadari, bahwa hidup ini bukan untuk semua itu, melainkan semua itu adalah demi kehidupan. Kita hidup untuk kehidupan. Kehidupan di "sini" dan kehidupan di "sana". Hidup ini adalah bagian dari perjalanan. Dunia ini perhentian sementara. Kita tak mengumpulkan bekal hanya untuk bertahan di halte. Mau tidak mau, perjalanan akan dilanjutkan.

Aspirasi, inspirasi, dan semangat, alias idealisme, memiliki nuansa yang lebih tinggi dari sekedar kebutuhan dasar. Inilah, yang jika kita resapi dengan baik dan penuh kesadaran, akan menempatkan diri dan kehidupan kita menjadi lebih alamiah, sesuai pertumbuhan usia, sesuai perkembangan kedewasaan dan kebijaksanaan kita, yang masing-masingnya memiliki kebutuhan yang berbeda-beda. Kesadaran ini, akan mengaktivasi bergulirnya spiral besar kehidupan.

Kuncinya adalah terus dan tetap belajar. Semakin kita belajar, semakin kita memperkaya khasanah kehidupan. Semakin kaya kita akan khasanah kehidupan, maka kehidupan akan semakin meminta kita untuk berbagi dan mengaktualisasi diri. Beginilah hukum kehidupan. Diri kita adalah gerbang pelaluan. Apa-apa akan menjadi rizki, ketika ia sampai ke tempatnya. Apa yang masuk, perlu dikeluarkan. Diri ini, cuma wadah kecil bagi kehidupan. Normalnya, kita hanya makan sehari tiga kali. Itupun, harus dikeluarkan lagi. Fenomena yang sama, juga berlaku untuk kebijaksanaan kehidupan, untuk ilmu, dan untuk pengetahuan. Tidak menyalurkannya ke tempat yang memerlukan, hanya akan membuat kita sakit.

Kuncinya, tidak terjebak hanya untuk memenuhi kebutuhan dasar. Jika kita paksakan, sejalan dengan usia dan tuntutan alamiah kehidupan dengan segala kebutuhannya untuk makin dewasa dan makin bijaksana, kita akan mulai menemukan lubang-lubang kekosongan di dalam kehidupan. Teruslah belajar, nikmati apa yang kita jalani, buktikan bahwa dunia ini kaya, indah, baik, dan penuh (fullfilled). Hidup, adalah untuk TUMBUH.

Dengan tetap menjadi pembelajar, sejalan dengan waktu kita akan secara otomatis menjadi trainer dan pembicara. Selanjutnya, kita hanya perlu menentukan "wilayah kerja". Menjadi pembicara dan trainer bagi diri sendiri, bagi keluarga, atau bagi orang banyak. Tak ada yang salah dengan semua itu, sebab semua itu hanya soal pilihan. Dan apapun piihan kita, kita akan pasti berujung sebagai pembicara dan trainer. Sebab, dengan menjadi pembelajar yang terus mengasah ilmu dan keahlian, dalam rangka mengisi kehidupan yang makin berarti, suara kita (yang semoga mewakili suara Tuhan) akan makin didengar dan perlu digemakan ke seantero alam semesta ciptaan-Nya. Alam semesta telah mendahului kita. Pohon dan binatang terus bertasbih. Semua memujinya. Hanya manusia dan jin, yang diberi kesempatan untuk belajar dan bertualang terlebih dahulu, dan diberi secukup waktu untuk dapat sampai ke pemujaan dan penyembahan yang sama kepada Tuhan. Hidup ini untuk itu bukan?

Teruslah belajar. Setiap kita sudah ditetapkan oleh takdir kemanusiaan, untuk akhirnya muncul sebagai pembicara dan trainer.

So, dakwah itu memang wajib.

No comments:

Post a Comment

Tak ada gading yang tak retak, saran dan kritik akan kami terima dengan senang hati. Anda sopan kami segan.

Followers