Wednesday, April 27, 2011

CUSTOMER EVANGELIST

Di lingkungan gereja kita lazim mengenal istilah evangelis, yaitu orang-orang yang terpanggil untuk mengabarkan kebaikan Injil kepada semua orang. Mereka berkhotbah di mana-mana, melakukan kegiatan kemanusiaan, dan mendoakan sesama untuk menyebarkan ajaran-ajaran luhur yang ada di Injil. Namun, di dunia pemasaran, beberapa bulan terakhir saya mulai mendengar beberapa buku memperkenalkan istilah baru: customer evangelist. Binatang apa lagi ini?

Saya sangat suka membaca buku. Pertama-tama, karena memang saya haus pengetahuan baru yang ada di dalam buku, di samping pekerjaan memang menuntut saya banyak membaca buku. Setiap kali saya selesai membaca buku, dan buku tersebut membawa insight dan inspirasi baru, saya selalu ingin menceritakan isinya kepada siapa pun. Rasanya hati ini tak kuasa menahan untuk ‘mengabarkan’ kebaikan-kebaikan buku tersebut. Dan ujung-ujungnya, saya selalu merekomendasi teman atau siapa pun yang saya temui untuk membeli buku tersebut.

Saat ini, misalnya, saya lagi getol-getolnya membaca buku The Da Vinci Code. Merasa terinspirasi oleh buku tersebut, di mana pun dan kapan pun, saya selalu ingin menceritakan kehebatan isi buku ini. Di rumah, di kantor, di seminar (karena saya sering berseminar), tanpa sadar saya selalu menceritakan buku tersebut. Padahal saya bukanlah salesman dari buku itu dan tak punya kaitan apa pun dengan penulis dan penerbitnya. Tanpa sadar saya menjadi ‘evangelis’ bagi buku tersebut. Saya mati-matian mempromosikan buku itu ke semua orang layaknya para evangelis mengabarkan keluhuran Injil.

Apa yang saya lakukan sesungguhnya merupakan hal yang biasa-biasa saja. Seperti halnya saya, pada dasarnya para pelanggan adalah evangelis. Mereka selalu suka bercerita kepada siapa pun mengenai film yang baru saja mereka tonton, ponsel canggih yang baru ia beli, restoran enak yang secara rutin mereka kunjungi, atau layanan bank dengan senyum teller yang memikat. Sering kita tak sadar bahwa kita adalah evangelis untuk merek-merek yang kita cintai.

‘We are encouraging our clients to fly Southwest Airlines. We are buying more stock... and we stand ready to do anything else to help. Count on our continuing support.’ Itu adalah bunyi surat yang ditulis oleh Ann McGee-Cooper, pelanggan fanatik Southwest Airlines, kepada CEO perusahaan penerbangan paling profitable di AS itu. Surat tersebut ditulis menyusul peristiwa 11 September 2001, yang kita tahu nyaris mematikan bisnis penerbangan di seluruh dunia. Isi surat itu merupakan semacam ‘sumpah’ dari seorang pelanggan yang cinta setengah mati kepada Southwest Airlines untuk membantu memulihkan perusahaan penerbangan tersebut dari kebinasaan akibat terorisme.

Seperti halnya Ann McGee-Cooper, seorang customer evangelist tak hanya seorang loyal customer. Loyal customer adalah pelanggan yang secara rutin membeli merek Anda. Memang, seorang customer evangelist bisa dipastikan adalah seorang loyal customer. Namun, seorang loyal customer belum tentu seorang customer evangelist. Lalu (sekali lagi) binatang seperti apa sesungguhnya customer evangelist ini? Berikut ini beberapa cirinya.

Pertama-tama, mereka percaya luar-dalam akan produk Anda. Mereka memiliki keyakinan yang tak terbantahkan (true believer) kalau sudah bicara menyangkut merek Anda. Mereka memiliki ‘hubungan batin’ dengan si merek, dan hubungannya sering tak terbatas hubungan emosional, tetapi juga hubungan spiritual. Mereka tak hanya sekadar loyal customer, tetapi lebih jauh dari itu, selalu merekomendasikan merek Anda ke sebanyak mungkin orang lain. Customer evangelist is your volunteer salespersons. Mereka membeli merek Anda sebagai sebuah ‘hadiah istimewa’ untuk dipersembahkan ke orang lain.

Menariknya, mereka tak hanya memuji habis-habisan merek Anda, tetapi juga sebaliknya, mengkritik habis-habisan kalau memang ada sesuatu yang tak beres. Rasanya mereka tak rela kalau merek Anda memiliki cacat, sesedikit apa pun cacat itu. Mereka adalah advocator sejati bagi merek Anda baik di kala berada di puncak kesuksesan maupun ketika merek Anda binasa, seperti yang dilakukan oleh Ann McGee-Cooper terhadap Southwest Airlines.

Memiliki customer evangelist adalah berkah yang tak ada tandingannya. Era mass marketing telah berlalu. Strategi pemasaran mutakhir saat ini tak lagi diarahkan untuk secara ngawur menciptakan jutaan pelanggan. Anda punya jutaan pelanggan, tetapi tak akan ada gunanya kalau mereka enak saja keluar-masuk menggunakan merek Anda. Akan lebih efisien dan fokus jika Anda cukup punya beberapa customer evangelist yang memiliki daya mempengaruhi (sphere of influence) yang luas ke pelanggan lain. Komunitas yang solid yang terdiri dari hanya segelintir customer evangelist jauh lebih berharga dan powerful dibanding jutaan pelanggan massal yang sulit dipegang.

Harus diingat, customer recommendation dan customer referral saat ini merupakan marketing tool yang bisa dikatakan paling ampuh untuk menggaet pelanggan. Coba saja simak hasil survei dari Euro RSCG tahun 2001 lalu mengenai daya mempengaruhi pelanggan dalam mendorong pembelian terhadap produk teknologi.

Survei ini menemukan bahwa pelanggan umumnya mendapatkan informasi produk sekitar 13% dari iklan, 20% dari internet, dan (menariknya) sekitar 34% berasal dari word of mouth . Survei tersebut juga menemukan bahwa ketertarikan pelanggan yang tinggi dipicu oleh: 1% dari billboard, 4% dari iklan TV, 4% dari iklan cetak, dan (sekali lagi) sekitar 40% anjuran dan referral dari rekan atau keluarga.

Melihat hasil survei tersebut, pertanyaan kritisnya adalah: bagaimana Anda bisa menghasilkan customer recommendation dan customer referral kalau Anda tak memiliki cukup customer evangelist? Dengan memiliki komunitas customer evangelist yang solid, maka strategi pemasaran yang Anda jalankan akan sangat efisien dan fokus.

Saya sering menggambarkan strategi pemasaran yang efisien ini layaknya sniper alias penembak jitu, dan bukan Rambo. Kalau Anda pernah menonton film Rambo, di situ digambarkan si perkasa Rambo bertubi-tubi menumpahkan peluru tanpa tahu jelas siapa sasarannya. Akibatnya, tiga ratus peluru yang keluar dari moncong senjata hanya menghasilkan 5-10 musuh terbunuh. Itu beda dengan sniper yang dengan cermat mengeluarkan satu peluru untuk satu musuh yang tertembak.

Menempatkan customer evangelist di dalam core strategy Anda merupakan langkah yang efisien layaknya sniper karena Anda fokus mengelola para customer evangelist yang akan menjadi volunteer salesperson Anda untuk menggaet pelanggan. Anda tak butuh iklan TV atau iklan di koran yang kita tahu kini kelewat mahal, dengan efektivitas yang makin kecil. Anda cukup menyebarkan buzz dan customer referral mengenai produk Anda di dalam jaringan customer evangelist yang Anda bangun.

Kalau customer evangelist sangat strategis bagi strategi pemasaran, pertanyaannya adalah: bagaimana menciptakan customer evangelist ini? Ada beberapa buku yang menganjurkan konsep mengenai hal ini, tetapi saya mencoba merangkumnya menjadi tiga poin berikut.

PERTAMA adalah rajin mengumpulkan customer feedback dan seintensif mungkin menyebarkan dan membagi pengetahuan mengenai merek Anda kepada pelanggan. Di sini pengalaman Napster di dunia rekaman bisa dijadikan contoh.

KEDUA, membangun jaringan word of mouth di seputar produk Anda. Melalui word of mouth, kebaikan-kebaikan dari merek Anda akan bisa demikian cepat tersebar di antara pelanggan prospek Anda. Untuk menciptakan word of mouth tentu saja tidak mudah. Anda harus mampu menciptakan memorable experience kepada pelanggan inti Anda yang kemudian mendorong pelanggan inti tersebut membicarakan kebaikan merek Anda ke orang lain. Namun harus diingat, word of mouth tak hanya menyebarkan kebaikan-kebaikan merek Anda tetapi juga kejelekan-kejelekannya. Karena itu, dalam mengelola word of mouth ini Anda harus ekstra hati-hati.

KETIGA, dan terpenting, adalah menciptakan komunitas pelanggan yang kokoh. Customer base yang loyal adalah modal yang sangat bagus bagi Anda untuk membangun komunitas customer evangelist yang kokoh. Bagi saya, membangun komunitas pelanggan merupakan cara yang paling ampuh untuk membentuk customer evangelist ini karena, dengan adanya komunitas, relationship antara merek dan pelanggan bisa dijalankan secara sangat intensif, bahkan intim.

1 comment:

  1. I absolutely love your site.. Very nice colors & theme.

    Did you develop this web site yourself? Please reply back
    as I'm looking to create my own personal blog and want to find out where you got this from or just what the theme is called.
    Kudos!

    Also visit my web page ... free home renovation

    ReplyDelete

Tak ada gading yang tak retak, saran dan kritik akan kami terima dengan senang hati. Anda sopan kami segan.

Followers