Friday, March 18, 2011

PERDAGANGAN DERIVATIF: Menguntungkan atau merugikan?

Pengertian Derivatif (derivatives) secara umum adalah sebuah instrumen keuangan (financial instrument) yang nilainya diturunkan atau didasarkan pada nilai dari aktiva, instrument, atau komoditas yang lain.

Definisi ini bisa didapat di berbagai situs di internet maupun buku-buku teks. Secara ringkas, bisa dikatakan bahwa derivative hanya ada kalau aktiva, instrumen, atau komoditas lain sebagai instrumen utamanya ada. Contoh dari derivatif adalah opsi right.

Sebagai ilustrasi dapat dikemukakan contoh sebagai berikut: ada seorang pengusaha impor kopi yang bisa membeli opsi right dengan harga tertentu untuk membeli kopi dari Brasil dengan kurs yang sudah ditetapkan sebelumnya, misal Rp9.500/USD, yang akan dibayarkan 6 bulan kemudian. Opsi ini bisa dieksekusi atau tidak tergantung dari situasi yang dihadapi pengusaha tersebut 6 bulan kemudian. Kalau kurs pada waktu 6 bulan kemudian ternyata Rp8.500/USD, maka akan lebih menguntungkan bagi pengusaha tersebut untuk tidak mengeksekusi opsi right-nya karena kurs pasar lebih murah. Namun, pengusaha tersebut menderita kerugian karena telah mengeluarkan uang untuk membeli opsi right 6 bulan sebelumnya. Sedangkan apabila sebaliknya yang terjadi, misal kurs 6 bulan kemudian adalah 1 USD=Rp 10.500, maka pengusaha tersebut bisa mengeksekusi opsi right yang dimilikinya karena kurs opsi lebih murah.

Selain pengertian derivative, ada satu istilah yang berkaitan erat dengan derivative yaitu “manajemen risiko”. Manajemen risiko dapat didefinisikan sebagai proses keseluruhan untuk mengidentifikasi, mengendalikan, dan meminimalkan pengaruh dari ketidakpastian suatu kejadian. Tujuan dari manajemen risiko adalah untuk mengurangi risiko yang dihadapi oleh suatu perusahaan dan untuk meminimalkan kerugian Keuangan (financial losses) yang mungkin timbul akibat suatu transaksi bisnis. Jika dikaitkan dengan contoh di atas, maka bisa dikatakan bahwa pengusaha tersebut berusaha meminimalkan kerugian akibat fluktuasi kurs dengan membeli opsi right. Kerugian maksimal yang mungkin ditanggung oleh pengusaha tersebut adalah sejumlah harga opsi right-nya yaitu dalam situasi kurs Rupiah menguat.

Banyak perusahaan, khususnya di dunia perbankan, yang bangkrut atau mengalami kesulitan Keuangan akibat melakukan transaksi dengan menggunakan instrument derivative. Kasus yang paling terkenal mungkin adalah bangkrutnya bank dagang tertua di Inggris, Barings, pada tahun 1995. Bank Barings dinyatakan bangkrut setelah ekuitasnya gagal menutupi kerugian sejumlah USD 1 milyar akibat perdagangan derivative yang dilakukan oleh salah seorang pegawainya, Nick Leeson. Kasus lainnya adalah krisis Keuangan yang dialami oleh National Australian Bank (NAB) pada Januari 2004 yang juga diakibatkan oleh transaksi derivative yang tidak bijak. Menurut sebuah laporan independent dari PriceWaterhouseCoopers (PwC) tentang kasus tersebut, kerugian yang diderita oleh NAB akibat transaksi derivative antara September 2003 sampai Januari 2004 mencapai USD 360 juta.

Berdasarkan hal tersebut di atas, timbul beberapa pertanyaan yang mungkin mengusik para pemain di pasar uang mengenai perdagangan derivative:

1. Apakah perdagangan derivative menguntungkan atau merugikan bagi perusahaan?
2. Masih bermanfaatkah penggunaan derivative oleh perusahaan sebagai bagian dari manajemen risiko?

Kedua pertanyaan mendasar ini perlu dicarikan jawabannya karena dengan mulai ramainya perdagangan derivative, para pemain di pasar derivative harus lebih berhati-hati dan me.
Solusi

Para pakar Keuangan terpecah menjadi dua dalam hal perdagangan derivative. Beberapa mengatakan bahwa perdagangan derivative berguna dan menguntungkan pemegang saham, namun ada pula yang masih mempertanyakan manfaat dari perdagangan derivative.

Walmsley (1998) percaya bahwa paling tidak ada empat kegunaan derivative yaitu: pengalihan risiko (risk tansfer), peningkatan likuiditas (liquidity improvement), penciptaan kredit (credit creation), dan penciptaan ekuitas (equity creation). Dengan menggunakan derivative maka investor atau pengusaha dapat mengalihkan risiko keuangannya karena mereka telah melindungi diri dari ketidakpastian (hedging the risk). Karena derivative dapat dengan mudah diperdagangkan di pasar uang, maka derivative dipercaya sebagai instrument yang likuid (mudah cair) karena investor atau pengusaha dapat meng-uang-kan derivative di pasar uang dengan relative cepat di kala mereka membutuhkan uang. Derivatif juga dapat menciptakan kredit dan ekuitas karena instrument derivative memperluas sumber kredit dan ekuitas dengan menciptakan jenis kredit dan ekuitas yang baru. Walmsley menegaskan bahwa manfaat penciptaan kredit dan ekuitas ini timbul karena investor dan pengusaha memiliki lebih banyak instrument Keuangan yang bisa dipilih.

Meskipun Walmsley mengakui bahwa ada juga kelemahan dari derivative, seperti bisa menimbulkan ketidakstabilan, tapi Walmsley berkesimpulan: “On balance, however, the innovations that have been made are almost certainly beneficial for the system as a whole” yang terjemahannya kurang lebih adalah bahwa secara umum derivative yang ada sebagai inovasi instrument Keuangan dapat dipastikan akan menguntungkan untuk sistem (keuangan) secara keseluruhan.

Karimova (2002) juga sependapat dengan Walmsley tentang manfaat derivative. Menurutnya tujuan utama dari derivative adalah untuk melindungi perusahaan dalam melakukan transaksi bisnis. Tujuan yang diungkapkan oleh Karimova ini dikenal dengan istilah pemagaran (hedging). Hasil penelitiannya mengungkapkan bahwa perusahaan yang menggunakan hedging dalam melakukan transaksi bisnisnya akan memiliki nilai pasar yang lebih tinggi dibandingkan dengan perusahaan yang tidak menggunakan atau berhenti menggunakan hedging.

Di sisi lain, Stout (1996) masih meragukan manfaat perdagangan derivative. Menurutnya perdagangan spekulatif derivative bisa sangat merusak bagi investor dan pemegang saham karena dapat mengikis laba perusahaan dengan cepat. Stout menjelaskan bahwa: “disagreement-based trading in derivatives, like gambling, is a negative-sum game that erodes the wealth and increases the risks of the average player who indulges in it” yang terjemahan bebasnya adalah bahwa ketidaksetujuan atas perdagangan derivative, seperti halnya atas perjudian, adalah adanya negative-sum game (yaitu suatu permainan dimana tidak ada satu pihak pun yang menang) yang akan mengikis kekayaan perusahaan sekaligus meningkatkan risiko keuangan bagi pemain yang terlibat di dalamnya.

Stout juga berpendapat bahwa perdagangan spekulatif derivative adalah lebih berbahaya daripada perjudian karena para pemainnya menempatkan jumlah uang yang besar untuk dipertaruhkan dimana uang tersebut adalah bukan milik para pemain melainkan milik pihak ketiga seperti dana pension, pemegang deposito, dan pemegang saham. Dalam situasi ekonomi seperti ini, para pelaku di pasar derivative dihadapkan pada tingginya tingkat ketidakpastian yang dapat membawa kehancuran pada karir mereka dan perusahaan. Oleh karenanya, Stout tetap meragukan apakah pasar derivative yang berkembang dengan pesat ini adalah pasar asuransi ataukah perjudian.
Evaluasi Solusi

Dengan mendasarkan pada argumentasi antara yang pro dan kontra terhadap perdagangan derivative, bisa ditarik kesimpulan bahwa saat ini paling tidak ada dua tujuan utama dari perdagangan derivative yaitu perlindungan (hedging) dan spekulasi.

Penulis percaya bahwa pada awalnya derivative timbul dengan tujuan untuk melindungi perusahaan dari ketidakpastian atau fluktuasi ekonomi akibat dilakukannya transaksi bisnis. Dengan kata lain, tujuan utama derivative pada awalnya adalah untuk hedging. Hal ini berarti perusahaan dapat mengurangi risiko dari transaksi bisnis dengan mematok hal-hal tertentu (benchmark) seperti kurs sehingga jika suatu saat nanti terjadi fluktuasi yang tajam atas benchmark (misalnya kurs) kondisi Keuangan perusahaan akan tetap stabil karena telah dipatok sebelumnya. Oleh karenanya perusahaan dapat memfokuskan sumber dayanya untuk aktivitas lain yang lebih berguna daripada sekadar berkonsentrasi mengawasi fluktuasi benchmark.

Krisis ekonomi di dunia, khususnya di Indonesia, tahun 1997 memberikan pelajaran yang sangat berharga bagi para pelaku ekonomi tentang kebijakan hedging. Di saat kurs rupiah terhadap USD terjun bebas dari sekitar 1 USD=Rp2.500 ke 1 USD=Rp 11.000 – Rp15.000, banyak perusahaan di Indonesia yang memiliki hutang luar negeri dalam bentuk USD mengalami krisis keuangan karena nilai hutangnya melonjak hingga 6 kali lipat sehingga jumlah bunga yang harus dibayar membengkak. Sementara itu, perusahaan yang melakukan hedging atas kurs hutang luar negerinya selamat karena mereka tidak perlu membayar bunga hutang dengan kurs pasar saat itu melainkan cukup membayar bunga sesuai dengan kurs yang telah disepakati pada saat transaksi hedging sebelum terjadinya krisis.

Di sisi lain dapat dilihat bahwa saat ini tidak sedikit pemain di pasar uang yang melakukan perdagangan derivative dengan tujuan untuk mencari keuntungan yang luar biasa besar dalam jangka waktu yang pendek (spekulasi). Perusahaan yang melakukan spekulasi di perdagangan derivative bisa saja meraih keuntungan yang luar biasa besar dalam waktu yang singkat, seperti halnya yang terjadi pada Bank Barings sebelum bangkrut. Namun, perusahaan juga bisa mengalami kerugian yang sangat besar dalam waktu yang singkat akibat berspekulasi di pasar derivative. Dengan kata lain, uang yang berasal dari perdagangan derivative adalah “easy come, easy go” sama halnya seperti dalam perjudian.

Selain itu, seringkali perusahaan tidak mengungkapkan hal ini kepada pemegang saham karena pada saat perusahaan menangguk keuntungan yang besar dari perdagangan spekulatif derivative biasanya pemegang saham tidak menanyakan atau tidak perduli dari mana datangnya keuntungan besar tersebut. Pemegang saham biasanya baru menyadari adanya perdagangan spekulatif derivative yang berisiko besar jika perusahaannya menanggung rugi akibat perdagangan derivative tersebut.

Dari pembahasan di atas, dapat disimpulkan bahwa perdagangan derivative untuk tujuan perlindungan (hedging) sebaiknya diterapkan oleh perusahaan sebagai strategi manajemen risiko dalam situasi ekonomi yang diliputi ketidakpastian sehingga dapat terhindar dari kerugian keuangan akibat fluktuasi ekonomi yang terjadi. Meskipun ada biaya yang harus dibayar oleh perusahaan untuk melakukan hedging, namun adanya kepastian yang ditimbulkan oleh hedging akan membuat perusahaan bisa beroperasi dengan lebih efektif.

Sebaliknya, perdagangan spekulatif derivative dalam situasi ekonomi yang tidak pasti bukanlah langkah yang bijak bagi perusahaan karena risiko yang dihadapi cukup besar. Manajemen perusahaan juga harus menyadari bahwa uang yang digunakan untuk berspekulasi di pasar derivatif bukanlah uang mereka melainkan uang milik pemegang saham.

Dalam situasi ekonomi yang stabil, strategi hedging tetap bisa diterapkan oleh perusahaan untuk berjaga-jaga seandainya terjadi ketidakstabilan moneter di luar perkiraan para ekonom dan pelaku pasar uang. Jika perusahaan merasa bahwa situasi ekonomi cukup aman untuk melakukan perdagangan spekulatif derivative maka kebijakan ini harus dilakukan dengan sangat hati-hati dan tetap harus memperhitungkan risiko terburuk sehingga bila terjadi kerugian tidak akan mengganggu kestabilan keuangan perusahaan. Untuk itu, jumlah uang yang akan “dimainkan” di pasar derivative dengan tujuan spekulasi harus dijaga seminimal mungkin.

Sebagai penutup akan penulis kutipkan pendapat, atau tepatnya ramalan, Walmsley (1998) mengenai timbulnya berbagai jenis instrument keuangan yang baru: “There will be financial disaster in the future because of the unwise use of financial innovations” yang terjemahannya kurang lebih: “Akan terjadi bencana keuangan di masa depan yang diakibatkan oleh penggunaan instrument keuangan yang tidak bijak”.

sejarawan keren, eksist tapi narsis
024-7060.9694 (flexi)

No comments:

Post a Comment

Tak ada gading yang tak retak, saran dan kritik akan kami terima dengan senang hati. Anda sopan kami segan.

Followers