Friday, January 28, 2011

Haram Menyerah atas Kasus Korupsi

Kasus Gayus hanyalah satu
permasalahan yang dihadapi, lebih dari itu banyak kasus-kasus yang telah didorong oleh Satgas untuk penyelesaiannya. Sampai sejauh ini memang belum banyak para pihak yang diduga terkait dalam kasus Gayus diseret ke meja hijau. Tapi percayalah dan mohon dukungannya agar kasus ini dapat diselesaikan oleh penegak hukum sampai kepada akar-akarnya.

Dalam kesempatan ini perlu disampaikan bahwa berdasarkan riset pemetaan tentang modus operandi dan akar masalah yang menyebabkan tumbuh suburnya praktek mafia hukum di lembaga penegak hukum (termasuk pengadilan), pengaduan masyarakat yang masuk, serta temuan dari berbagai dugaan kasus mafia hukum di dalam sistem peradilan, antara lain dugaan rekayasa kasus Bibit Chandra, kasus mafia peradilan dan pajak Gayus Tambunan, Bahasyim, praktek "jual beli fasilitas dan kebebasan" di Lapas dan Rutan serta dugaan mafia peradilan di PT TUN Jakarta dan berbagai kasus-kasus mafia
hukum di sektor-sektor kehutanan, pertambangan dan perpajakan, Satgas Pemberantasan Mafia Hukum (Satgas PMH) berpendapat praktek-praktek tersebut menjadi penyebab utama terpuruknya citra hukum dan rendahnya kepercayaan masyarakat terhadap hukum dan penegak hukum. Kondisi demikian mengancam kehidupan negara hukum (rule of law) sebagai prasyarat membangun demokrasi yang berbasikan pada keadilan sosial. Untuk mengatasinya dibutuhkan strategi bersama dan upaya ekstra keras dari seluruh pemangku kepentingan negara, maupun masyarakat.

Tahun 2010 kemarin merupakan tahun awal dari pemberantasan mafia hukum sekaligus sebagai tahun yang ditandai dengan perlawanan balik (fight back) dan resistensi dari kekuatan-kekuatan pro mafia hukum yang masih sangat kuat keberadaannya di segala lapisan masyarakat maupun cabang-cabang kekuasaan negara---eksekutif, legislatif maupun yudikatif.

Tahun 2010 merupakan tahun awal pemberantasan mafia hukum yang ditandai dengan terungkapnya praktik mafia hukum yang melibatkan oknum pegawai pajak, oknum hakim, oknum jaksa, oknum polisi, dan oknum advokat. Disamping mafia hukum, sangat kuat dugaan adanya mafia pajak yang berpotensi merugikan keuangan negara dalam jumlah yang besar yang melibatkan wajib pajak. Pada tahun 2011 ini Satgas PMH akan terus berupaya medorong penegak hukum menuntaskan pengungkapannya serta proses penegakkan hukum secara non diskriminatif.

Satgas PMH berpendapat upaya yang paling efektif dan memiliki dampak
perubahan jangka panjang untuk mencegah dan memberantas mafia hukum adalah
dengan mendorong adanya penguatan kelembagaan-kepemimpinan, organisasi,
sumberdaya manusia, serta perbaikan bussiness process pengelolaan penanganan
kasus/perkara pada institusi penegak hukum. Karena itu, salah satu prioritas
kerja Satgas PMH di tahun 2011 adalah memfasilitas penyusunan strategi atau
rencana aksi (action plan) oleh setiap institusi penegak hukum untuk
mencegah praktek mafia hukum di institusinya masing-masing. Rencana aksi ini
akan diintegrasikan didalam Strategi dan Rancana Aksi Nasional (Stranas dan
RAN) Pemberantasan Korupsi yang kini sedang dalam tahap akhir penyusunan
oleh Pemerintah .

Dalam pertemuan antara Satgas PMH dengan Ketua Mahkamah Agung, Ketua
Mahkamah Konstitusi, Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi, Menteri Hukum dan
HAM, Jaksa Agung dan Kepala Kepolisian RI di Istana Bogor pada tanggal 22
Desember 2010 yang lalu, pimpinan instansi penegak hukum tersebut telah
menegaskan kembali komitmen dan dukungan terhadap pemberantasan mafia hukum
dan pelaksanaan kegiatan Rencana Aksi Pencegahan Mafia Hukum . Rencana Aksi
Pencegahan Mafia Hukum ditargetkan akan diluncurkan kepada publik pada awal
Februari 2011. Penekanan tugas yang akan dilakukan Satgas PMH tahun 2011 ini
adalah melakukan monitoring dan evaluasi pelaksanaan rencana aksi tersebut,
bersama dengan instansi penegak hukum, KPK dan Unit Kerja Presiden Bidang
Pengawasan dan Pengendalian Pembangunan (UKP-PPP).

Sebagai respon atas praktek mafia hukum di Pengadilan Pajak yang mencuat
dari kasus Gayus Tambunan, Satgas PMH juga menfasilitas pertemuan antara
Mahkamah Agung, Menteri Keuangan dan Komisi Yudisial untuk melakuan upaya
penguatan Pengadilan Pajak, dimana kemudian disepakati bahwa pengawasan
perilaku hakim pada Pengadilan Pajak akan dilakukan oleh Mahkamah Agung dan
Komisi Yudisial. Selain itu, Menteri Keuangan telah menyusun tim kerja
-dimana Satgas PMH terlibat di dalamnya- untuk mendorong perbaikan sistem
seleksi dan evaluasi kinerja hakim serta keterbukaan informasi dan sistem
pendokumentasian Pengadilan Pajak, termasuk membahas kemungkinan proses
penyatuan atap Pengadilan Pajak di bawah Mahkamah Agung. Pembenahan
Pengadilan Pajak akan terus kami dorong di tahun 2011.

Berdasarkan kajian Satgas, terdapat beberapa legislasi yang mendesak untuk
diundangkan sebagai fondasi untuk mengefektifkan pencegahan dan
pemberantasan praktek mafia hukum. Pertama, revisi Undang-undang No. 13
tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban. Salah satu agenda utama
yang hendak dicapai dengan revisi tersebut adalah penguatan perlindungan
hukum bagi justice collaborators-atau saksi kunci yang juga merupakan pelaku
tindak pidana yang diungkapkannya. Dalam UU yang ada saat ini, insentif bagi
justice collaborators masih sumir (tidak operasional), lemah dan sifatnya
fakultatif sehingga tidak merangsang mereka untuk mengungkapkan informasi
penting yang diiketahuinya untuk membongkar tindak pidana (termasuk mafia
hukum) yang lebih besar dan terorganisir. Selain itu, perlindungan yang ada
belum menjangkau pihak-pihak yang memiliki informasi yang dapat membantu
proses pengungkapan tindak pidana, seperti ahli atau informan. Karena itu,
Satgas PMH bekerjasama dengan Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban dan
Menteri Hukum dan HAM, telah melakukan kajian untuk menyusun revisi UU No.
13 Tahun 2006 dan akan terus dilakukan sepanjang tahun 2011.

Legislasi kedua, yang didorong Satgas PMH adalah penyusunan pengaturan
mengenai illicit enrichment atau peningkatan kekayaan pejabat publik secara
tidak wajar (tidak dapat dipertanggungjawabkan perolehannya), sebagaimana
diamanatkan United Nation Convention Againts Corruption (UNCAC) yang telah
diratifikasi dengan UU No. 7 Tahun 2006. Agenda yang hendak dicapai adalah
pengaturan yang tegas bahwa pejabat yang memiliki peningkatan kekayaan yang
tidak wajar -dan tidak dapat dibuktikan oleh pejabat tersebut (melalui
pembuktian terbalik) bahwa kekayaannya diperoleh secara sah- merupakan suatu
tindak pidana dan harta kekayaannya dapat dirampas oleh negara serta
terhadap pejabatnya, setidaknya, dapat dikenakan sanksi. Pengaturan hal ini
akan diintegrasikan dalam rancangan undang-undang tindak pidana korupsi yang
baru atau dalam rancangan undang-undang perampasan aset tindak pidana,
ataupun revisi UU No. 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang
bersih dan bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme.

Tantangan yang akan dihadapi ke depan adalah untuk memastikan adanya respon positif dalam proses legislasi antara pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat sehingga legislasi mengenai perlindungan pelapor dan ketentuan Illicit Enrichment sebagaimana dijelaskan di atas dapat segera diundangkan.

Pada tahun 2011, Satgas PMH merencanakan pula untuk mendorong perbaikan sistem promosi pejabat-pejabat penting di instansi penegak hukum agar lebih lebih transparan, akuntabel dan berbasiskan kinerja dan integritas. Hal tersebut dapat dilakukan, misalnya, dengan pelibatan instansi-instansi yang memiliki informasi tentang integritas dan kinerja calon-calon pejabat tersebut, misalnya Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (KPK), Pusat Pelaporan Analisis dan Transaksi Keuangan (PPATK), Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM), Direktorat Jenderal Pajak, Ombudsman Republik Indonesia serta komisi-komisi pengawas eksternal instansi penegak hukum, yakni Komisi Yudisial (KY), Komisi Kejaksaan (Komjak) dan Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas). Satgas PMH berkeyakinan bahwa dengan proses tersebut akan dapat mendorong semakin banyaknya agen-agen perubahan (agent of change) di instansi penegak hukum untuk mendorong adanya upaya pencegahan dan pemberantasan praktek mafia hukum yang lebih substansial dan berdampak jangka panjang.

Disamping komitmen bersama untuk pemberantasan mafia hukum diantara pimpinan lembaga penegak hukum, Satgas Pemberantasan Mafia Hukum juga mencatat perkembangan yang menggembirakan di tahun 2010 yaitu kehendak politik (political will) yang kuat dari Mahkamah Agung RI yang telah menyelesaikan Peta Jalan (Roadmap) Pembaruan Badan Peradilan Indonesia 2010-2035, termasuk didalamnya langkah - langkah perubahan fungsi teknis peradilan, manajemen administrasi perkara, manajemen pengawasan, organisasi pengadilan, manajemen SDM, pendidikan dan pelatihan, manajemen keuangan, manajemen aset, keterbukaan informasi, dan teknologi dan manajemen informasi. Demikian juga, Kejaksaan dan Polri yang kini sedang melaksanakan langkah-langkah pembenahan kelembagaan dalam konteks reformasi birokrasi. Kesemuanya itu akan menjadi faktor pendukung bagi pencegahan mafia hukum di dalam lembaga lembaga penegakan hukum.

Satgas PMH berkepentingan agar pemberantasan mafia hukum dapat berlangsung secara berkesinambungan/berkelanjutan sekalipun masa tugas Satgas akan berakhir di penghujung tahun 2011. Oleh karenanya, penguatan sistem pengawasan internal pada lembaga-lembaga penegak hukum, pengawasan eksternal yang diperankan oleh Komisi Yudisial, Komisi Kejaksaan dan Komisi Kepolisian Nasional dan penguatan peran Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam pemberantasan mafia hukum-kesemuanya itu merupakan sebuah keniscyaan yang perlu didorong oleh seluruh pemangku kepentingan (stakeholders) di Republik ini. Disamping itu, efektifitas pemberantasan mafia hukum sangat tergantung dari peran serta aktif civil society dan dunia usaha.

No comments:

Post a Comment

Tak ada gading yang tak retak, saran dan kritik akan kami terima dengan senang hati. Anda sopan kami segan.

Followers