Sunday, August 8, 2010

Indonesia Bisa Bernasib Seperti Yunani Wednesday, July 14, 2010 2:45 AM

Krisis Yunani usai 8 tahun pemerintah neoliberal, data statistik aspal. Jebakan utang seperi dinegara kita dijelaskan oleh John Perkins dalam "Confessions of an Economic Hitman" (2004). Pemerintah neko-neko berideologi neokon-neolib-neofeodal tidak pernah akan dapat tuntas membebaskan negeri dari lilitan maut seperti itu.

Aktivitas di pelabuhan petikemas Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta (19/1). Pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun ini diperkirakan 5,5%, dan dapat mencapai 6,5% pada 2011, 7% pada 2012. TEMPO/Subekti

TEMPO Interaktif, Semarang- Anggota Dewan Perwakilan Rakyat dari Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan Arif Budimanta menilai krisis Yunani juga dapat dialami oleh perekonomian Indonesia. Alasannya, defisit Indonesia tahun ini yang naik Rp137 triliun tahun ini , meskipun selisih rasionya menurun.

Menurut Arif, Yunani mengalami krisis dikarenakan kecerobohan pemerintahnya dalam anggaran yaitu defisit yang melebihi batas maksimum zona aman sebesar 3 persen, sekarang sudah mencapai 13 persen.
"Untuk utang mereka juga gali lubang tutup lubang. Tapi kita susah untuk anggaran bisa berimbang, karena utang diperlukan untuk pembangunan," katanya dalam diskusi terbatas bertajuk Krisis Eropa, Prospek Pemulihan Ekonomi dan Road to Investment Grade di Semarang hari ini. Total utang pokok Indonesia saat ini disebutnya sebesar US$174 miliar.

Akan tetapi krisis Eropa dinilai Arif tidak memiliki dampak langsung kepada perekonomian negara kita. "Neraca perdagangan Indonesia ke Yunani tidak terlalu besar,"ucapnya.

Salah satu akibat dari krisis tersebut antara lain adalah pengalihan investasi ke pasar di negara berkembang. "Tapi itu bisa berdampak negatif, aliran modal asing masuk bisa inflasi tinggi, inflasi tinggi bubble ekonomi bisa pecah kapan saja kalo eropa bangun lagi."terangnya.

Untuk mengantisipasi hal tersebut, Bank Indonesia harus dapat memperkuat kebijakan fiskal dan moneternya. Menurutnya, yang terjadi di Eropa bisa dijadikan benchmark kebijakan fiskal moneter indonesia. "Kebijakan fiskal dengan asumsi makro (pertumbuhan defisit fiskal,defisit APBN, suku bunga,inflasi) harus mencerminkan keadaan nyata di masyarakat ,"paparnya.
Cara lain, papar Arif, adalah dengan memotong anggaran rutin belanja negara yang besarannya adalah 55 persen.

koko sejarawan
024-7060.9694
maspank@yahoo.com

No comments:

Post a Comment

Tak ada gading yang tak retak, saran dan kritik akan kami terima dengan senang hati. Anda sopan kami segan.

Followers